Bab 22

3.2K 388 20
                                    


"Assalamualaikum Om Tante."Prilly mengucapkan salam saat membuka pintu ruang rawat dimana Aji berada.

Aji yang memejamkan mata secara perlahan membuka matanya. Wajah lesunya sedikit berbinar ketika melihat Prilly datang.

Prilly memasuki ruangan di ikuti Ali dibelakangnya. Ali mengernyit bingung saat melihat mata Ibunya semakin sembab padahal ketika ia pergi tadi sembab dimata Ibunya sudah tidak terlalu terlihat. Apa Ibunya menangis kembali selepas kepergiannya menjemput Prilly? Tapi kenapa?

Winda berusaha tersenyum meski terlihat sangat dipaksakan ketika menyambut Prilly dengan dekapan hangatnya. "Selamat datang Nak."

Prilly juga merasakan ada sesuatu yang aneh pada Winda dan sepertinya pelukan Winda barusan tidak sehangat biasanya. Sebenarnya ada apa ini?

Prilly berusaha mengenyahkan pikiran buruknya setelah melepaskan pelukannya pada Winda, Prilly beralih mendekati ranjang dimana Aji terbaring lemah.

"Om."sapanya sambil mencium punggung tangan Aji.

"Iya Nak."Aji menjawab Prilly dengan suara begitu lirih.

Winda segera membuang muka ketika melihat interaksi Aji dan Prilly. Demi Tuhan dia sangat menyayangi Prilly tapi kenapa setelah suaminya membongkar rahasia kelam itu dia jadi membayangkan interaksi Aji dan Prilly sama seperti interaksi suaminya dengan Ibu Prilly, Maryam.

Ya Tuhan hatinya benar-benar sakit. Luka lebar yang ciptakan suaminya entah kapan akan mengering.

"Mama kenapa? Kok nangis lagi Papa kan udah baik-baik aja."Ali mendekati Winda lalu memeluk bahu Ibunya.

Winda mengusap wajahnya yang entah sejak kapan sudah bersimbah air mata. "Mama nggak kenapa-napa Mas cuma lelah aja."Winda beralasan sambil menyunggingkan senyumannya agar Ali tidak khawatir padanya.

Ali menatap Ibunya penuh selidik namun Winda mengalihkan pandangannya lebih memfokuskan diri pada Aji yang juga tengah menatap kearahnya pandangan mata Aji yang menyiratkan rasa bersalah benar-benar membuat Winda tidak nyaman.

"Mama keluar bentar ya Mas. Titip Papa. Pril Tante keluar sebentar ya."Winda langsung beranjak keluar tanpa menunggu jawaban dari Ali maupun Prilly sedangkan Aji memilih bungkam karena dia tahu ketika Winda mendengar suaranya hati istrinya itu akan semakin sakit.

'Maafin Papah Ma. Maaf..'

"Sebenarnya Mama kenapa sih Pah? Papa berantem sama Mama?"Ali berjalan mendekati ranjang Papanya.

Dia tahu dan sangat yakin kalau sudah terjadi sesuatu yang buruk diantara orang tuanya, Ibunya tidak yang akan mengabaikan Papanya jika tidak terjadi sesuatu yang buruk di antara mereka Ali masih ingat sejak sang Papa membuka mata Mamanya tidak mau berada jauh-jauh dari sang suami lalu kenapa sekarang Mamanya malah memilih keluar meninggalkan mereka seperti ini?

Aji menoleh menatap Ali dengan pandangan begitu sendu. "Maafin Papa."bisiknya lemah.

"Papa kenapa minta maaf? Memangnya Papa ngelakuin kesalahan apa?"Tanya Ali bingung.

Tanpa menjawab pertanyaan putranya Aji mengalihkan pandangannya pada Prilly yang berdiri kaku disisi ranjangnya Prilly benar-benar merasa tak nyaman terlibat dalam masalah keluarga Ali.

"Om minta kamu kesini karena Om ingin meminta maaf sama kamu Nak."Prilly menoleh menatap Ali yang mengalihkan pandangannya dari Prilly.

Prilly kembali menatap Aji dengan senyuman kakunya dia berkata. "Om tidak memilik salah apa-apa sama Prilly jadi Om tidak perlu minta maaf."

Aji menggelengkan kepalanya lemah, "Om banyak sekali melakukan kesalahan pada almarhum Ayahmu dan juga Ibumu Prilly."Aji menelan ludah susah payah ketika dadanya terasa begitu sakit.

Dia harus mengakui semuanya dan jika boleh dia ingin berharap kalau Prilly akan memberikan maafnya untuk Aji, agar ketika Tuhan menyuruhnya kembali Aji akan kembali dengan hati lapang tanpa membawa rasa bersalah juga penyesalannya.

Prilly semakin tidak bisa menangkap kemana arah pembicaraan Aji saat ini. Dia memang ingin tahu tentang masalalu orang tuanya dan Aji tapi tidak dengan kondisi seperti ini. Prilly malah terlihat seperti orang linglung saat ini.

"Maksud Om apa ya? Prilly benar-benar nggak ngerti."Prilly tertawa masam untuk menutupi kebingungannya.

Ali memilih diam membiarkan sang Papa menceritakan semuanya. Ali tidak ingin ikut campur toh yang menjadi urusannya hanya warisan selebihnya itu urusan orang tuanya.

"Om pernah mencurangi Ayah kamu sampai Ayah kamu meninggal. Om yang menjadi penyebab kematian Ayah kamu Nak."Setetes air mata Aji mengalir diikuti tetesan lain.

Prilly mematung bibirnya kelu bahkan untuk sekedar berkata saja dia tak mampu. Dia benar-benar shock dengan kenyataan yang baru saja dia ketahui.

"Dulu kami, Ayah kamu, Om dan Om Arlan sahabat kami sama-sama membangun bisnis hingga berkembang maju lalu Om mengambil untung dengan mengorbankan Ayah kamu. Maafkan Om Prilly, Om benar-benar menyesal atas semua kesalahan yang Om lakukan."Aji memegang erat lengan Prilly dan dia bisa merasakan tubuh Prilly benar-benar kaku.

Prilly nyaris terjatuh jika tidak berpegangan pada sisi ranjang yang ditempati Aji. Prilly masih mengingat bagaimana keluarganya hancur Ayahnya yang meninggalkannya dengan lilitan hutang dan juga tangisan histeris sang Ibu tepat dihari kematian sang Ayah.

Prilly benar-benar tidak menyangka kalau muara dari semua kesengsaraannya adalah Aji. Pria yang sempat dia kagumi bahkan sudah dia anggap sebagai pengganti sang Ayah.

Bagaimana bisa Aji pria yang dia puji selama ini adalah dalang dari kehancuran keluarganya. Prilly tidak bisa menahan laju airmatanya dia ingin berteriak memaki Aji tapi bibirnya kelu.

Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia tidak menyangka kalau ternyata dirinya begitu berpengaruh dengan air mata Prilly. Tangannya sudah gatal ingin merengkuh gadis itu tapi mati-matian dia tahan.

"Maafin Om. Maaf."

Perkataan maaf Aji bak angin lalu ditelinga Prilly sekarang dia tahu kenapa Ibunya bisa sehisteris itu saat melihat Aji.

"Dan juga.."

Prilly menatap Aji yang terlihat gugup begitu pula Ali, dahinya terlihat mengkerut saat melihat wajah gugup sang Ayah.

Aji menelan ludah kasar dia tidak ingin menceritakan tentang tindakan bejatnya tapi dia tidak bisa menunda lagi dia takut Tuhan tidak memberinya waktu lagi untuk memohon ampun pada Prilly.

"Om pernah melakukan percobaan pemerkosaan pada Ibu kamu."

"OM!!"

"PAPA!!!"

Prilly dan Ali sontak berteriak keras diikuti tangisan Prilly yang terdengar nyaring. Prilly nyaris tumbang ketika kakinya sudah tidak mampu menopang tubuhnya lagi namun dengan cepat Ali menopang tubuh Prilly.

Ali bisa merasakan tubuh Prilly menggigil di dalam pelukannya, gigi-gigi Prilly terdengar bergemeletuk menahan getaran tubuhnya. Ali menoleh menatap Prilly yang memejamkan mata didalam pelukannya lalu mengalihkan pandangannya pada sang Ayah yang sudah menangis penuh penyesalan.

"Mas nggak nyangka Papa bisa sekeji itu."Ucapnya penuh kekecewaan.

"Maafin Papah Nak. Maafin Papah."mohon Aji ditengah isak tangisnya.

Ali mendekap erat Prilly di dadanya hingga beberapa saat kemudian dia dibuat terkejut saat tubuh Prilly melemah di dalam pelukannya.

"Pril! Prilly!"Ali berteriak memanggil Prilly yang sudah tidak sadarkan diri dalam dekapannya.

*****

Warisan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang