Chapter 11

1.3K 181 14
                                    

"Sudahlah, Kira. Lakukan saja apa yang aku perintahkan." Sabito tetap bersikukuh untuk menyuruh Kira menemani Giyuu saat ia sedang terluka.

"Tapi bagaimana dengan dirimu sendiri, Sabito-san?"

"Aku akan baik-baik saja. Pergilah temani Giyuu."

"Tidak. Aku akan pergi bersamamu." Kira menyarungkan katananya dan melangkah maju.

"Jangan Kira!" Sabito mencengkram lengan Kira.

"Apanya yang jangan?! Apa kau tidak peduli dengan dirimu?!" Tanya Kira sedikit emosi.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkanku Kira."

"JANGAN BERCANDA!!" Teriak Kira. Ini kali pertama Kira berteriak dihadapan Sabito.

"Jangan mengkhawatirkanmu bagaimana?! Tentu saja aku khawatir. Ini baru hari pertama kita melakukan ujian seleksi akhir. Masih banyak iblis yang berkeliaran di gunung ini. Bagaimana jika nanti kau terluka? Siapa yang akan menolong dan menyelamatkanmu? Selama ini aku berlatih dengan keras agar aku bisa menyelamatkanmu juga yang lainnya." Ucap Kira panjang lebar.

"Keselamatan Giyuu adalah hal yang terpenting." Tapi Sabito sepertinya tidak mempedulikan hal itu.

"Bagaimana bisa kau dengan mudahnya mengatakan hal itu? Giyuu-san pasti akan dijaga selama ia tidak sadarkan diri. Aku tidak terima ini. Aku akan tetap ikut bersamamu."

"KIRA!!" Lagi-lagi Sabito mencengkram lengan Kira. Manik matanya berkilat. Kira terpaku olehnya. Kilat itu bukanlah kilat kemarahan. Itu adalah kilat kesedihan.

Deg.

'Ada apa ini?'

"Ku mohon Kira. Pergilah temani Giyuu. Ku mohon." Pinta Sabito.

"Tapi-"

"Jaga dia. Aku percayakan Giyuu padamu, Kira."

Kira tidak bisa berkata apa-apa. Akhirnya ia mengalah pada ego Sabito.

"Baiklah."

Mereka pergi dengan berlawanan arah. Sabito maju ke depan untuk terus melanjutkan ujian. Dan Kira berlari ke belakang untuk mengejar Giyuu yang telah dibawa oleh yang lain.

'Semoga kau baik-baik saja, Sabito-san.' Itulah terakhir kalinya Kira manatap dan berbicara dengan Sabito.

***

Tujuh hari setelahnya, ujian seleksi akhir telah usai. Selama itu pula Kira menjaga Giyuu yang masih tidak sadarkan diri dengan baik. Ini adalah amanah dari Sabito dan ia melakukannya dengan sepenuh hati. Anak-anak yang mengantar Giyuu langsung pergi lagi melanjutkan ujian. Mereka benar-benar menitipkan Giyuu kepada Kira.

Dihari terakhir ini Giyuu baru saja siuman. Ia memegangi perban yang membalut mata serta kepalanya. Orang yang ditangkap oleh indra penglihatannya adalah Kira.

"Giyuu-san. Syukurlah kau sudah sadar." Kira bernafas lega tatkala melihat Giyuu sadar.

"Dimana Sabito?" Tanya Giyuu yang mulai mendapatkan kesadarannya.

"Sabito-san dan yang lain pergi untuk melanjutkan ujian. Mereka menitipkanmu padaku."

"Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?" Tanyanya lagi.

"Tujuh hari."

"Eh tunggu, tujuh hari?"

"Iya."

Saat mereka sedang berbincang, seorang anak perempuan berambut hitam sebahu datang menghampiri mereka.

"Ujian telah berakhir. Kalian berdua bisa kembali ke tempat awal." Ucapnya, setelah itu ia pergi. Kira dan Giyuu pun mengikuti instruksi tersebut.

Saat Kira dan Giyuu tiba di tempat awal kedatangan mereka ke Gunung Fujikasane, mereka tidak melihat siapa-siapa disana. Hanya ada mereka berdua dan dua anak kembar yang memberi pengarahan sebelum ujian.

'Ini aneh. Kemana yang lain?' Tanya Giyuu dalam hati.

'Sonna. Masaka-' Kira berkeringat dingin disebelah Giyuu. Hal terbesar yang paling diingatnya adalah--

"Selamat. Kalian berdua telah berhasil menyelesaikan ujian dan bertahan hingga akhir."

Inilah firasat buruk Kira.

"Kami? Apa maksudmu? Dimana yang lain?" Giyuu sepertinya tidak paham akan kondisinya.

"Tidak ada yang kembali lagi setelah tujuh hari. Jadi mereka dinyatakan telah gugur. Hanya kalian berdualah yang bertahan." Mendengar itu tubuh Giyuu merosot jatuh.

"Tidak mungkin." Matanya menatap kosong.

Bahwa Sabito, Makomo dan yang lainnya telah mati saat melaksanakan ujian seleksi akhir. Dan menyisakan dirinya serta Giyuu.

"Silahkan pilih bijih besi kalian."

Giyuu menangis saat tangan gemetarnya memilih bijih besi yang sudah disediakan. Ia tidak menyangka bahwa Sabito akan menyelamatkan nyawanya dan mengorbankan diri. Sementara Kira menangis dalam diam.

Inikah yang dimaksud oleh Sabito? Dia meninggalkan Kira dan Giyuu untuk mengantikan posisinya. Seperti Sabito sudah tahu akan hal ini.

***

Kira dan Giyuu kembali pulang ke kediaman Urokodaki. Mereka berjalan dalam keheningan. Tidak ada yang berbicara. Giyuu masih menangis sesenggukan disebelah Kira. Sementara Kira masih diam sejak tadi mereka berangkat pulang.

Urokodaki yang baru saja selesai memotong kayu bakar terkejut melihat kepulangan dua muridnya. Hanya dua. Tidak ada anak murid yang lain. Tanpa dijelaskan pun Urokodaki sudah tahu situasinya.

Ia menjatuhkan kayu bakar yang dipegangnya dan berlari memeluk Giyuu serta Kira. Pelukan itu membuat tangis Giyuu menjadi pecah kembali.

"Maafkan aku, Urokodaki-san. Aku tidak bisa menyelamatkan mereka semua. Ini adalah permintaan dari Sabito-san. Sekali lagi maafkan aku, Urokodaki-san." Kira meminta maaf dengan suara parau. Sudah jelas sekali jika Kira menahan tangisnya selama ini.

"Ku mohon maafkan kami berdua, Urokodaki-san. Hikks. Hikss." Ucap mereka secara bersamaan.





Tbc

Aku mau nangis sendiri selama buat chap ini :"

Sebenarnya dari lubuk hati terdalam masih gk nyangka dg kematian Sabito dan Makomo dianimenya😭

Oh, iya. Pantengin terus fanfic ini yah. Jangan lupa vote and commentnya ;)


Sankyuu😘

Jaa, Minna.

HIKARI ; Kimetsu no Yaiba [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang