"IYADA. IYADA."
Zenitsu terus menolak untuk meminum obat. Baginya obat pahit itu bisa membuatnya mati. Nyatanya itu tidak benar.
"APA AKU HARUS MEMINUM OBAT PAHIT INI? JIKA TIDAK MEMINUMNYA AKU TIDAK AKAN BISA MAKAN? YANG BENAR SAJA. NE. NE."
Dari tadi Zenitsu meringkuk di atas ranjangnya sambil berteriak seolah ia akan mati saat itu juga. Suara cemprengnya membuat ribut seisi ruangan.
"Dia masih berteriak dan tidak mau meminum obatnya?"
Saat mendengar suara dari gadis berkucir dua, Zenitsu segera menoleh ke ambang pintu. Disana ada Tanjirou yang digendong oleh salah seorang Kakushi. Air mata bahagia mengalir di wajahnya.
"Zenitsu." Kakushi itu membawa Tanjirou masuk ke dalam ruangan.
"Tanjirou." Rengek Zenitsu.
"Zenitsu. Syukurlah kau tidak apa-apa. Ternyata kau ikut masuk ke dalam hutan juga." Ucap Tanjirou.
"Tanjirou. Dengarkan aku, ada laba-laba menjijikkan yang menyerangku saat di gunung."
Zenitsu menangis pada Tanjirou. Ia memeluk tubuh Kakushi yang sedang menggendong Tanjirou. Sisa-sisa air mata dan ingus (sumpah ini gak tahu lagi gimana kata-kata halusnya) menempel diseragam Kakushi.
"Ah apa ini?" Tanya Kakashi itu saat melihat sesuatu yang menjijikkan menempel pada seragamnya.
Setelah puas menangis, Zenitsu melepaskan pelukan. Tanjirou yang melihat kedua lengan Zenitsu menjadi kecil pun jadi terheran. "Zenitsu, apa kedua lenganmu mengecil?"
"Iya. Saat di gunung aku digigit dan hendak bertukar menjadi laba-laba. Jadi lenganku mengecil begini." Ucap Zenitsu sembari merentangkan kedua lengannya yang mengecil.
'Maafkan aku yang tidak bisa menolongmu saat itu Zenitsu.' Tanjirou menatap Zenitsu penuh iba.
"Oh iya, dimana Inosuke?"
"Itu ada di samping." Zenitsu menunjuk ranjang di sampingnya.
"Ah benar. Aku tidak sadar."
"Inosuke." Panggil Tanjirou. Ia terjatuh dari gendongan Kakushi dan mendekati ranjang Zenitsu. Berpegangan pada tepi ranjang untuk bisa melihat Inosuke.
"Inosuke. Maafkan aku karena aku tidak sempat menyelamatkanmu."
"..."
"Inosuke? Dia kenapa?" Tanjirou bertanya pada Zenitsu saat Inosuke diam tak seperti biasanya.
"Kudengar tenggorokannya terluka karena pertarungan melawan iblis di gunung." Jawab Zenitsu.
"Semenjak kejadian itu dia menjadi diam begini. Tapi bukankah dia terlihat lucu? Hihihi." Zenitsu tertawa nista melihat keadaan temannya.
"Kenapa Zenitsu tertawa? Apakah ada yang lucu?" Tanya Tanjirou dengan tampang polosnya.
"Ugh." Zenitsu speechless dibuatnya.
***
Di dalam sebuah ruangan yang diterangi oleh lentera lampu temaram, berkumpullah 10 orang pendekar pedang terkuat dipemburu iblis. Mereka adalah Hashira (Pilar).
Para pilar mengadakan rapat yang biasa dilakukan enam bulan sekali. Rapat itu dipimpin sendiri oleh pemimpin mereka, Ubuyashiki Kagaya.
"Para pemburu iblis sekarang sudah melemah. Mereka semua mengeluhkan pelatih yang mengajari mereka." Ujar Sanemi.
"Kurasa kau benar, Shinazugawa-san. Aku melihat sendiri mayat-mayat yang bergelimpangan di gunung kemarin." Sambung Kira.
"Tapi ada tiga orang anggota Mizunoto tak selemah yang kau kira. Termasuk didalamnya Tanjirou yang membuatmu tengkurap di taman tadi. Pfftt." Kira melanjutkan perkataannya dengan nada mengejek ditambah tawa yang ditahan.
"Nandato?!"
"Ya ampun tak kusangka Shinazugawa-san akan kalah adu kepala dengan bocah Mizunoto. Padahal aku pikir kau yang paling kuat."
"Jangan mengejekku, Mizuki!!" Sanemi mencengkram kerah seragam Kira.
"Aku tidak mengejekmu. Itu fakta. Kau tahu sendiri, kan?!" Kira juga ikut mencengkram kerah seragam Sanemi yang memang sengaja tidak dikancingkan.
"Tapi tidak perlu diperbesar!"
"Oh apa kau malu, Shinazugawa-san?" Kira menyeringai.
"Hah?! Kalau iya kenapa?! Memang ada yang salah kalau aku punya malu?!"
Krik. Krik.
Kira diam memperhatikan Sanemi. Tatapan yang diberikannya sulit untuk diartikan. Semua pilar yang ada disana pun hanya diam termasuk Giyuu. Sedangkan Kagaya tersenyum membiarkan mereka berdua untuk melanjutkan perdebatan tiada ujung ini.
"Bwahahahah. Ya ampun. Apa sarafmu sudah putus, Shinazugawa-san?"
"Hah?!"
"Shinazugawa Sanemi si pilar angin punya malu? Ya ampun. Ini sungguh mengejutkan."
"Apa yang kau maksud sebenarnya?!"
"Ya ampun. Orang yang bahkan masih remedial dalam memakai seragamnya sendiri masih punya malu? Kupikir memamerkan bekas luka itu bukan suatu hal yang berhubungan dengan rasa malu. Bwahahah." Kira tertawa terpingkal-pingkal seraya memegangi perutnya. Tidak sadar kalau model seragam Mitsuri sama dengan Sanemi. Terbukan dibagian dada.
"Siapa yang kau bilang masih remedial, haa?! Memang gaya seragamku saja yang begini adanya." Perempatan siku muncul di dahi Sanemi.
"Kau yang masih remedial, Shinazugawa-san. Paling tidak biarkan kancing yang tersangkut itu menjalankan fungsinya. Hahaha." Tunjuk Kira pada kancing seragam Sanemi.
"Jangan menghina cara berpakaianku, Mizuki!" Sanemi mengguncang-guncangkan tubuh Kira yang masih tertawa. Tangan Kira menepuk-nepuk lantai kayu.
"Bwahahaha. Oh, ya ampun. Ini sungguh lucu."
"MIZUKI!!"
"Mereka berdua, tidak pernah bisa akur, ya." Shinobu tersenyum di tempatnya.
"Apa mereka sedang bertengkar?" Muichirou bertanya dengan wajah datar.
'Dimana pun tempatnya, mereka selalu saja seperti ini.'
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
HIKARI ; Kimetsu no Yaiba [COMPLETE]
أدب الهواة[Sudah Direvisi] My Original Character : Mizuki Kira. Happy Reading :) ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Cahaya. Sesuatu yang sangat aku sukai. Terlebih pada cahaya bintang jatuh. Sangat indah. Itulah yang dipikirkan olehku. Tapi, cahaya yang sangat kusukai...