Chapter 44

1K 142 6
                                    

Dari pertemuannya dengan Kira di markas umum pemburu iblis, tempat pemimpin mereka tinggal. Tanjirou sangat ingin bertanya. Mengenai hal yang membuatnya penasaran.

"Kira-san, boleh aku bertanya sesuatu?" Tanjirou menatap serius mata Kira.

"Tentu."

Tanjirou manarik nafas sebentar lalu menghembuskannya secara perlahan. "Mengapa mata Kira-san bisa menyala?"

Kira tersentak saat mendengar pertanyaan yang terlontar padanya itu. Dirinya tidak tahu akan hal itu. Ia terdiam mematung.

"Aku tidak terlalu yakin. Tapi saat para pilar termasuk dirimu mengadiliku di markas saat itu. Aku beberapa kali sempat melihat mata Kira-san menyala."

"Ah itu yah" Kira mengaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku sendiri tidak tahu juga kalau mataku bisa menyala. Hehehe."

Kali ini gantian Tanjirou yang terdiam melihat kekehan kecil meluncur dari bibir ranum Kira. Lagi-lagi bau kejujuran sangat kental tercium dari Kira.

'Kira-san sendiri tidak tahu kalau matanya bisa menyala. Berarti Kira-san melakukannya tanpa menyadari dengan hal tersebut?' Batin Tanjirou terheran.

Tanjirou teringat dengan aroma Kira dua minggu yang lalu. Aroma bunga wisteria. Juga Tanjirou yang tidak mencium baunya disaat Kira memperhatikan latihan Tanjirou. Tanjirou ingin bertanya akan hal ini.

"Kira-san, ada satu hal lagi yang ingin aku tanyakan padamu." Ucap Tanjirou.

"Tanyakan saja. Aku tidak keberatan kok."

"Aku tidak mencium bau Kira-san selama sedang latihan. Padahal saat Kira-san memberikanku onigiri, bau Kira-san tercium jelas olehku." Itu malah tidak terdengar seperti sebuah pertanyaan.

Kira menatap Tanjirou dengan raut yang sulit untuk diartikan. Tatapan itu membuat Tanjirou bingung. Sedetik kemudian Kira tertawa keras ditengah sunyinya malam hari.

"Hahahah. Tanjirou."

"Iya, Kira-san?" Tanjirou memiringkan kepalanya.

"Itu adalah kemampuanku."

"Eh?"

"Jika kemampuanmu adalah penciuman yang tajam. Kemampuanku adalah menghilangkan bau dan hawa keberadaanku." Tanjirou mengernyitkann dahi tanda kalau ia tidak mengerti.

"Saat memperhatikanmu latihan, aku menghilangkan bau dan hawaku,
sehingga kau tidak tau jika ada aku waktu itu. Dan saat aku memberikan Onigiri, aku tidak menghilangkan bau dan hawaku." Jelas Kira.

Tanjirou berpikir sebentar. Lalu ia sadar dan mulai mengerti dengan kemampuan Kira. Kemampuan yang terbilang unik memang. Dengan kemampuan itu, iblis pun tak akan sadar dengan keberadaan Kira.

"Oh. Naruhodo." Tanjirou memukul pelan kepalan tangan pada telapak tangannya sendiri. Kira kembali tertawa melihat tingkah adik seperguruannya itu.

Seketika Kira ingat ada manusia yang menunggunya. Siapa lagi kalau bukan Giyuu. Kira bangkit dari duduknya. Ia pamit pada Tanjirou. Tak lupa sedikit memberikan kata semangat.

"Tanjirou, aku harus pulang sekarang. Ganbatte kudasai ne. Matta ashita Tanjirou."

***

Giyuu hendak menutup mata tapi terhenti ketika Kira menggeser pintu. "Tadaima." Ucap Kira.

"Okaeri." Balas Giyuu.

Kira membuka haori biru kesayangannya dan mengantungnya.

"Osoi."

"Damare." Sambar Kira.

Mereka berdua cukup lama terdiam. Kira meletakkan pedang Nichirin pada tempat khusus yang memang sudah disediakannya. Sedangkan Giyuu mengamati.

"Kenapa lama sekali?" Tanya Giyuu.

"Aku tadi berbicara sebentar dengan Tanjirou."

"Oh."

Kira berbalik dan ingin membuka kancing seragamnya. Namun ia terkejut saat melihat Giyuu ada dibelakangnya. Tertidur dengan santai sambil menatap kearahnya.

"Apa yang kau lakukan disana, Giyuu-san?!" Teriak Kira. Untung saja ia tidak membuka semua kancing seragamnya. Kalau tidak Giyuu sudah dipastikan akan melihat pemandangan yang indah.

"Tidur." Jawab Giyuu singkat.

"Kenapa tidak di tempat lain?!"

Kira tak habis pikir dengan makhluk hidup yang satu ini. Ia pikir Giyuu akan tidur di kamar tamu karena Kira tidak pernah memakai kamar tamunya.

"Ka-"

Iris merah darah Kira melotot saat tau futon yang digunakan Giyuu. Sedangkan Giyuu dengan sangat santai tidur di atas futon miliknya. Padahal Kira punya futon yang lain, tapi kenapa harus memakai miliknya.

"Ya ampun. Kenapa kau memakai futonku Giyuu-san?! Kan ada futon yang lain. Pindah sana!" Kira mengusir Giyuu.

"Tidak."

"Aku bilang pindah." Ucap Kira penuh penekanan.

Ia berjalan mendekati Giyuu. Berdiri dengan aura intimidasi. Bola merah menyala tetapi tidak membuat Giyuu takut sama sekali. Giyuu justru mengalihkan pembicaraan.

"Kau tidak mau mengganti bajumu?" Tanya Giyuu dengan wajah tak berdosa.

"Atau apa perlu aku bantu menggantinya? Sini biar kubantu." Giyuu hendak berdiri namun Kira menjauh dan memeluk tubuhnya sendiri.

"Enak saja. Jangan mencari-cari kesempatan." Ucapnya dengan wajah yang merah padam.

"Kalau aku bantu akan lebih cepat selesai." Sambung Giyu.

"Tidak. Giyuu-san tidak akan pernah melakukannya."

"Biar aku lakukan sekarang."

"Lakukan saja. Aku akan menendangmu keluar sampai ke tempat Oyakata-sama."

"..." Giyuu terdiam.

Kira berlalu memasuki kamar pribadi dan mengganti seragam pemburu iblis dengan yukata kuning bergaris horizontal. Dibagian leher ada garis segitiga.

"Oi. Kenapa masih di atas futonku. Minggir!!" Kira berkacak pinggang.

"Tidak. Kau kan bisa pakai yang lain."

"Kenapa aku?"

"Karna kau yang tau tempatnya."

"Oh, ya ampun."

Kira mengambil gulungan futon lalu melemparnya ke tubuh Giyuu. Futon itu memental hingga ke dinding.

"Nah, aku sudah memberikannya padamu. Sekarang minggir!"

"Tidak."

Kira jadi kesal. Itu adalah futon kesayangannya. Tidak ada yang boleh tidur di atasnya selain Kira.

"Dengar ya, Giyuu san. Aku disini adalah tuan rumahnya. Tamu harus mengikuti semua kata si tuan rumah."

"Tamu adalah raja. Si tuan rumah harus menghormati tamunya." Giyuu melanjutkan perkataan Kira.

"Arrghhh. Ya ampun Giyuu-san." Kira menjambak rambut panjangnya. Wajah datar Giyuu semakin membuat dirinya kesal.

"Giyuu-san minggir. Atau-"

Cup.

Dua pasang bola mata berlainan warna itu membulat.













Tbc

HIKARI ; Kimetsu no Yaiba [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang