Sabito pergi menyusul Giyuu. Biasanya disaat begini Giyuu akan duduk melamun dekat belakang rumah. Sabito sudah tahu kebiasaan sahabat baiknya itu. Dan benar Giyuu sekarang sedang duduk di atas rerumputan. Matanya menatap taburan bintang dilangit malam.
"Aku tahu kau tidak berniat memarahi Kira tadi." Sabito mendudukkan diri di samping Giyuu.
"Mengapa kau melakukannya?" Sabito ikut menengadah.
"Aku tidak tahu. Aku refleks melakukannya. Maafkan aku."
"Jangan meminta maaf padaku. Kau seharusnya meminta maaf pada Kira."
Giyuu tidak membalas perkataan Sabito. Dan Sabito hanya diam saja. Mereka tidak berbicara lagi. Setelah itu netra biru milik Giyuu dan netra ungu milik Sabito melihat bintang jatuh.
"Ada bintang jatuh." Tunjuk Sabito.
"Kau tidak ingin memberi harapan?" Tanyanya pada Giyuu.
"Berharap pada bintang jatuh. Konyol sekali." Giyuu terkekeh geli.
"Tidak ada salahnya berharap, kan? Sebutkanlah. Aku ingin mendengar harapanmu juga." Tangan Sabito memegang pundak Giyuu.
"Yah, mungkin kau benar. Aku berharap agar kita semua bisa bersama selamanya. Maksudku, aku, kau, Makomo, dan Kira. Selalu bersama." Ucap Giyuu pada akhirnya. Sabito menanggapinya dengan senyum penuh arti.
"Tak kusangka harapanmu seperti itu." Sabito mengerling jahil.
"Jangan mengejekku." Giyuu memalingkan wajahnya.
"Hahaha." Mereka berdua tertawa lepas sembari memegangi perut sendiri.
"Lalu apa harapanmu, Sabito?"
"Harapanku? Aku hanya berharap agar kau dan Kira menjadi orang yang sangat kuat agar bisa menggantikanku juga Makomo nantinya."
"Menggantikanmu? Apa maksudnya?" Giyuu bertanya dengan alis yang bertaut.
Sabito tidak menjawab pertanyaan Giyuu. Ia langsung berdiri dari duduknya. "Sudah larut. Kita harus mencari Kira. Kira bilang padaku tadi kalau dia ingin pergi ke sungai."
"Ah, iya." Giyuu menurut saat Sabito menarik tangannya menuju sungai.
***
Saat sampai beberapa meter dari sungai, Giyuu dan Sabito mendengar suara benda jatuh. Dari suaranya, itu pasti suara benda yang sangat besar dan keras. Dentumannya saja menggema hingga keseluruh hutan.
"Ayo." Sabito menarik kuat tangan Giyuu. Ia takut terjadi sesuatu pada Kira.
Samar-samar mereka mendengar suara tebasan dan suara seseorang. Saat benar-benar sampai di sungai, bola biru Giyuu dan bola ungu Sabito membulat.
"Nafas Konsentrasi Penuh. Pernapasan Cahaya. Kuda-Kuda Pertama : Tebasan Cahaya Kilat."
"Itu-" Ucapan Sabito terputus.
Sabito tidak bisa berkata apa-apa. Apa yang ia lihat membungkam mulutnya dan juga mulut Giyuu yang sedari tadi terdiam mematung melihat sosok gadis disana.
Gadis itu adalah Kira. Kira sedang berlatih seorang diri di pinggir sungai. Tapi, satu hal yang berbeda. Teknik yang digunakan oleh Kira bukanlah teknik yang diajarkan oleh Urokodaki pada mereka.
Teknik itu dinamakan Pernapasan Cahaya oleh Kira.
Tebasan yang dihasilkan oleh teknik tersebut membuat sebuah pohon besar tumbang sekejap mata. Efek yang dikeluarkan sangat luar biasa. Diantara tebasan yang keluar menyusul tebasan lain sebesar kunai. Kecepatannya sangat mirip dengan kecepatan cahaya kilat seperti namanya.
Dari kuda-kuda yang digunakan hampir sama dengan kuda-kuda teknik pernapasan air. Hanya sedikit saja yang berbeda. Mulai dari letak kaki, cara mengenggam katana dan ayunan katana yang diberikan.
Jadi, suara dentuman benda jatuh yang didengar oleh Giyuu dan Sabito tadi adalah ulah Kira.
"Nafas Konsentrasi Penuh. Pernapasan Cahaya. Kuda-Kuda Kedua : Lingkaran Cahaya."
"Sonna-" Kali ini perkataan Sabito juga masih terputus.
Tebasan kedua yang dihasilkan dari teknik pernapasan yang digunakan oleh Kira mengeluarkan lingkaran cahaya besar yang menyilaukaan mata.
Kira mengarahkan lingkaran itu kebatang pohon yang sudah tumbang sebelumnya. Tepat saat tebasan itu mengenai batang pohon, pohon tersebut terbelah berkeping-keping. Akibat lingkaran cahaya tadi memecah dari dalam dengan membentuk lingkaran kecil. Efek yang sangat luar biasa.
"Nafas Konsentrasi Penuh. Pernapasan Cahaya. Kuda-Kuda Gabungan : Kecepatan Cahaya Kilat. Modifikasi : Sambaran."
Kali ini Kira membelah batu besar yang tidak terlalu jauh dari pinggir sungai. Batu itu terbelah menjadi dua. Gerakan yang dihasilkan membuat tubuh Kira melesat cepat layaknya sambaran dari cahaya kilat. Katana yang digunakannya dengan mudah membelah batu besar tersebut. Katana itu sama sekali tidak lecet ataupun patah. Dan Giyuu serta Sabito melihat semuanya dengan sangat jelas.
"Hosh. Hosh. Hosh."
Nafas Kira memburu saat langsung menggunakan tiga kuda-kuda dari pernapasan cahaya yang baru saja diciptakannya sekaligus.
Kira melihat hasil latihannya yang tidak terlalu buruk. Ia melompat-lompat kegirangan sambil menggenggam katana di tangan.
"Yatta. Aku berhasil. Tak kusangka. Akhirnya aku bisa menggunakan teknik pernapasan milikku sendiri. Dengan begini aku bisa melindungi mereka."
Mendengar ucapan Kira, Giyuu tersenyum begitu juga dengan Sabito. Giyuu tidak menyangka Kira bisa membuat teknik pernapasan sendiri dengan mencabangkan pernapasan air. Belum lagi efek dari tebasan yang dikeluarkan sangat luar biasa.
Pok. Pok. Pok. Pok. Pok. Pok.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
HIKARI ; Kimetsu no Yaiba [COMPLETE]
Fanfic[Sudah Direvisi] My Original Character : Mizuki Kira. Happy Reading :) ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Cahaya. Sesuatu yang sangat aku sukai. Terlebih pada cahaya bintang jatuh. Sangat indah. Itulah yang dipikirkan olehku. Tapi, cahaya yang sangat kusukai...