Pagi itu cuacanya sangat cerah. Kicauan burung terdengar dengan riangnya. Cahaya matahari masuk melewati jendela yang sengaja dibuka. Menyorot tepat dikelopak mata gadis kecil yang tengah tertidur di kamarnya.
Perlahan kelopak mata itu terbuka, menampilkan manik dengan warna sekental darah manusia ditambah gradasi kuning menghias dibagian bawahnya. Gadis tersebut mengucek matanya sebelum menguap. Ia bangun dan merapikan futon tempat ia tidur. Kemudian membersihkan diri.
Gadis itu menggunakan kimono berwarna kuning cerah secerah cahaya matahari pagi. Dilapis oleh haori biru laut dengan corak percikan cahaya. Rambutnya bewarna hijau tosca, tergerai panjang melewati lutut dengan ujung yang diikat simpul. Wajah polosnya menambah kesan manis yang gadis kecil itu miliki.
Ia keluar rumah, mendapati seorang pria paruh baya dan seorang wanita sedang merapikan beberapa kayu bakar.
"Ohayou, tou-san, kaa-san." Sapa gadis kecil tersebut.
"Ohayou Kira." Pria dan wanita yang dipanggil oleh si gadis membalas sapaan gadis bernama Kira itu dengan senyuman hangat.
"Dimana onii-chan?" Tanya Kira pada kedua orang tuanya.
"Itu disana. Sedang mengikat kayu bakar untuk dijual ke desa." Tunjuk sang ibu menggunakan dagu.
Terlihat dari jauh seorang pemuda dengan surai yang sama seperti milik Kira tengah mengikat beberapa tumpuk kayu bakar dan memasukkannya ke dalam gerobak dorong. Kira berlari kecil menghampiri pemuda tersebut.
"Onii-chan, ohayou." Sapa Kira kepada pemuda yang dipanggilnya kakak sambil tersenyum lima jari.
"Ohayou mo, Kira." Pemuda itu mengelus pelan surai tosca milik Kira sembari tersenyum. Membuat Kira terkekeh dengan perlakuan kakak laki-lakinya tersebut.
Kira kecil melongokan kepalanya ke dalam gerobak dorong.
"Akira onii-chan, kayu bakar ini banyak sekali. Apa kau kuat mendorongnya nanti sampai ke desa? Kaa-san bilang kau akan ke desa untuk menjualnya." Tanya Kira dengan raut wajah yang polos. Sungguh menggemaskan jika dipandang.
Pemuda bernama Akira tersebut terkekeh pelan. Ia kembali mengelus surai milik adik perempuannya.
"Tentu saja aku kuat. Apa kau meragukan onii-chanmu ini, Kira?" Akira mangangkat kedua lengan dan menampakkan otot-otot lengannya yang sudah tercetak meskipun hanya sedikit. Berpose layaknya petarung hebat. Kira tertawa terbahak-bahak melihatnya.
"Hahahaha. Kau sangat lucu onii-chan. Aku tidak meragukanmu sama sekali, kok. Onii-chanku memang sangat kuat." Kira menirukan kembali pose kakak laki-lakinya.
"Hahahahaha." Mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal karena tingkah mereka sendiri. Sampai-sampai perut kesakitan akibat berlebihan tertawa.
Kira mengusap air diujung matanya. Setelah puas tertawa ia kembali bertanya pada sang kakak. "Ne, boleh aku ikut onii-chan?"
"Dame dayo." Itu suara ibu mereka-- Kira dan Akira. Ibunya menepuk pelan puncak kepala Kira.
"Kakakmu akan pulang malam nantinya karena pesanan warga desa banyak yang harus diantarkan. Kira tinggal di rumah saja, yah." Lanjut ibunya.
"Yah, kaa-san. Padahal aku ingin ikut dengan onii-chan." Suara Kira terdengar kecewa.
"Tenang saja, Kira boleh ikut dengan onii-chan besok, kok. Ne, kaa-san?" Ibu mereka mengangguk.
Setelahnya, Akira pergi ke desa untuk menjual kayu bakar yang sudah dikumpulkan.
"Jaa, Onii - Chan. Matta Ne." Teriak Kira seraya melambai-lambaikan tangan, lalu diberikan sebuah senyuman hangat khas dari sang kakak.
***
Malam harinya...
21.45
Di kediaman Kira suara batuk dari ayahnya menggema, mengoyak kesunyian di malam hari. Semakin lama batuk itu tidak mau berhenti bahkan sampai mengeluarkan darah. Kira dan ibunya terlihat khawatir dengan kondisi sang ayah. Ibunya pun menyuruh Kira untuk mengambil dedaunan herbal di dekat hutan yang tidak jauh dari rumah mereka.
"Kira bisa tolong ambilkan daun herbal ditempat biasa, nak. Batuk ayahmu tidak mau berhenti." Pinta ibunya dengan nada kekahawatiran yang kentara.
"Tapi, onii-chan masih belum pulang." Kira teringat akan kakak laki-lakinya.
"Jangan khawatirkan onii-chanmu. Dia pasti pulang."
"Umn. Baiklah." Kira segera berangkat mencari daun herbal.
'Ya. Onii-chan pasti pulang.' Batin Kira menyakinkan diri.
Deg.
Kira merasakan firasat buruk. Sekilas ia melihat ke arah rumah. 'Semua pasti akan baik-baik saja.' Yakinnya sekali lagi. Setelah itu ia benar-benar pergi memasuki hutan.
***
"Tou-san, bertahanlah. Kira sedang mencari obatnya." Ucap sang ibu.
Srek. Srek.
Di luar rumah terdengar suara aneh. Ibu pun pergi untuk melihat keadaan sebentar.
"Tidak ada apa-apa." Gumamnya. Lalu kembali masuk ke dalam rumah.
Saat masuk, betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok manusia sedang memakan suaminya. Sosok tersebut mengenakan topi, bermata merah dengan garis vertikal ditengahnya dan taring panjang dimulutnya. Sepertinya ia seorang lelaki.
Tidak. Dia bukan manusia.
"Si-siapa kau?" Tanya si ibu dengan gemetaran. Air mata tidak sanggup untuk ditahan dan akhirnya tumpah.
Akira yang baru saja pulang menjual kayu bakar dari desa sangat terkejut ketika melihat ayahnya tergeletak bersimbah darah. Sedangkan ibunya berdiri ketakutan di depan pintu.
"Tou-saaannnn! Kaa-saaaannn!"
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
HIKARI ; Kimetsu no Yaiba [COMPLETE]
Fanfic[Sudah Direvisi] My Original Character : Mizuki Kira. Happy Reading :) ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Cahaya. Sesuatu yang sangat aku sukai. Terlebih pada cahaya bintang jatuh. Sangat indah. Itulah yang dipikirkan olehku. Tapi, cahaya yang sangat kusukai...