Chapter 8

1.4K 190 10
                                    

"Apa-apaan kau ini?! Apa kau ingin mencelakai Sabito?!"

"Giyuu." Giyuu yang hendak memukul Kira ditahan oleh Sabito.

"Gomen."

Kira jatuh tertuduk di atas tanah. Katana di tangan terlepas. Tubuhnya bergetar ketakutan saat mendengar suara Giyuu yang membentaknya. Ini pertama kalinya Giyuu membentak Kira.

"KAU!!!"

Giyuu menunjuk wajah Kira. Sementara Sabito masih menahan tubuh Giyuu agar tidak melakukan hal kasar pada Kira. Dan jika itu sampai terjadi, Sabito akan menghajar Giyuu saat itu juga.

"Sudah berapa lama Sabito mengajarimu, haa?! Tapi, mengapa kau tidak bisa melakukannya?!"

"Giyuu."

Sabito masih menenangkan Giyuu. Ia tidak pernah melihat Giyuu seemosi ini sebelumnya. Padahal hanya karena Kira tidak bisa menggunakan kuda-kuda pertama dari teknik pernapasan air. Bukankah itu adalah hal yang wajar? Tidak semua orang bisa melakukannya dalam waktu yang singkat.

'Sebenarnya apa yang kau pikirkan, Giyuu?' Tanya Sabito dalam hati.

"Giyuu-san." Ini suara Makomo.

"Aku sudah berusaha untuk memahaminya namun tetap tidak bisa."

"IYA. KAU HANYA BERUSAHA MEMAHAMI BUKAN BERUSAHA UNTUK MELAKUKANNYA. ITU SEBABNYA KAU TIDAK BISA."

"Gomennasai." Wajah Kira menunduk. Tidak berani menatap manik biru Giyuu yang berapi-api.

"Giyuu sudahlah. Kau membuat Kira ketakutan."

"Aku tahu aku tak sekuat Sabito, atau pun selincah Makomo, juga sepintar dirimu. Nyatanya aku juga lemah dari yang lain. Melihatmu selama dua tahun ini tidak bisa berkembang sama sekali membuatku sangat emosi." Nada suara Giyuu menurun.

"Dari lubuk hatiku, aku ingin kau menjadi kuat agar suatu saat nanti kau bisa melindungi dirimu sendiri, Sabito, Makomo, dan juga anak yang lain."

Sebuah pengakuan terdalam.

"Hontou ni gomennasai." Kira masih menundukkan kepalanya lebih dalam.

"Jika kau tidak bisa melakukannya. Bagaimana bisa kau akan melindungi mereka?" Suara Giyuu memelan.

"Padahal aku berharap banyak padamu." Setelah itu, Giyuu pergi.

Ini aneh. Giyuu sama sekali tidak berniat ingin memarahi Kira. Tapi ia benar-benar kesal jika suatu saat ekspetasinya terhadap Kira tidak terwujud. Sungguh ia sangat kesal jika harapan besar itu tidak tercapai.

'Maafkan aku, Kira.'

***

"Kau tidak perlu takut, Kira. Aku yakin Giyuu tidak berniat memarahimu sebenarnya." Suara lembut Sabito menenangkan Kira.

Kira tahu jika Giyuu tidak berniat memarahinya. Maka dari itu Kira tidak menangis. Ia hanya menundukkan kepala. Tubuhnya gemetar ketakutan karena tidak pernah dibentak oleh Giyuu. Kira juga terkejut karena melihat Giyuu marah secara tiba-tiba. Ia merasa menyesal membuat harapan Giyuu kosong belaka.

"Tidak apa, Sabito-san. Aku mengerti." Kira bangkit dari duduknya.

"Kira kau mau kemana?"

"Aku ingin ke sungai. Aku janji tidak akan pulang terlalu larut."

"Kau tidak akan kabur, kan?"

Kira menoleh kearah Sabito sambil tertawa kecil. "Aku tidak akan menjawab pertanyaan konyol itu, Sabito-san."

Sabito tidak menyusul Kira. Dia yakin Kira tidak akan mungkin pergi kabur.

"Pertanyaan konyol, ya? Kurasa itu benar."

***

Kira duduk di atas batu besar yang tidak terlalu jauh dari pinggir sungai. Wajahnya menengadah menatap bintang-bintang dilangit malam yang begitu indah. Cahaya bintang-bintang itu menemani cahaya bulan untuk menyinari sebagian bumi.

"Haah." Kira mendesah lelah.

"Sampai kapan aku tidak bisa melakukannya? Ini sudah dua tahun. Dua tahun, lo." Ucapnya seorang diri.

"Apanya yang salah? Aku yakin sudah mengikuti semua prosedurnya dengan sangat baik. Tapi, aku masih tidak mengerti mengapa aku tidak bisa melakukannya." Disaat seperti ini otak encer Kira serasa tidak berkerja.

"KAU HANYA BERUSAHA MEMAHAMI BUKAN BERUSAHA UNTUK MELAKUKANNYA. ITU SEBABNYA KAU TIDAK BISA."

Kira terbayang kata-kata Giyuu beberapa waktu lalu. "Kurasa apa yang dikatakan Giyuu-san tadi benar."

Beberapa saat kemudian Kira melihat bintang jatuh. Ia tersenyum hingga matanya menyipit.

"Bintang jatuh. Cahanya sangat indah." Gumamnya masih menatap bintang tersebut.

"Aku berharap sumber cahayaku menganggapku sebagai sumbernya juga. Selamanya, kuharap."  Setelah itu Kira terkekeh geli memikirkan harapannya sendiri.

Tidak ada yang salah jika kau berharap. Tapi kau harus siap menerima konsekuensi yang didapat jika harapanmu tidak terwujud dan selamanya menjadi ekspetasi belaka.

"Ah iya, cahaya."

Kira terperanjat dari duduknya. Sepertinya sudah mendapatkan pencerahan saat melihat bintang jatuh tadi.

"Mengapa aku tidak membuat percabangan dari teknik pernapasan air?"

"Urokodaki-san pernah bilang kalau pernapasan dasar bisa dicabangkan. Jika aku tidak bisa menggunakan teknik pernapasan air, aku tinggal mengubah caranya dan membuatnya menjadi teknik pernapasanku sendiri agar aku mengerti. Dengan begitu aku bisa menggunakan teknik pernapasan."

Kira bangkit dari tempatnya duduk, menuruni batu besar. Otaknya sudah bekerja kembali. Katana ia keluarkan dari sarungnya. Tangan mengepal. Sudah ia tekadkan didalam hati untuk menciptakan teknik pernapasan baru yaitu perbacangan dari pernapasan air.

"Yosh. Ganbatte!"





"Tidak ada yang salah jika kau berharap. Tapi kau harus siap menerima konsekuensi yang didapat jika harapanmu tidak terwujud dan selamanya menjadi ekspetasi belaka."

-Putri Ayu-






Tbc

HIKARI ; Kimetsu no Yaiba [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang