Prologue

35.3K 1.3K 36
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Heyoo, Assalamu'alaikum...

Selamat datang di dunia LEMBAR KISAH!

Sebentar lagi kamu akan membaca cerita yang di tulis oleh Nadiyast nih✧

Yang belum follow, di follow dulu yuk!
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan vote dan first impression membaca cerita ini, ok?

Happy reading gurlss


























Berusaha meluluhkan hati yang membeku selama bertahun-tahun lamanya adalah hal melelahkan yang masih saja aku lakukan sampai saat ini. Ingin menyerah dan menyudahi segalanya, tapi keadaan tetap saja memaksa dan menahan langkahku untuk terus bertahan.

Kata orang, cinta akan hadir seiring berjalannya waktu. Tapi menurutku, semua itu hanyalah sebuah keyakinan yang hanya menguatkan. Menguatkan aku untuk terus bertahan dalam mengejar cinta semu dan harapan yang tidak pernah menjadi kenyataan.

Jika di tanya ingin menyerah atau tidak? Sudah jelas, tentu saja jawabannya adalah menyerah.

Untuk apa aku bertahan dan memperjuangkan cinta laki-laki yang hatinya saja sudah terisi oleh perempuan lain, bukankah itu hanya akan menyakiti diriku sendiri?

Aku akui, saat ini rasa cinta memang sudah bersemi di dalam hatiku, tinggal satu atap bersamanya adalah sebuah anugrah yang aku dapatkan, namun bencana besar yang laki-laki itu rasakan.

Tidak seharusnya aku begini, memiliki perasaan terhadapnya padahal dari awal semua ini hanyalah rekayasa. Seharusnya aku sadar diri, seharusnya aku juga tahu posisi apa yang sekarang sedang aku perankan.

Aku hanyalah pendamping bayangnya saja. Aku hanya pemain pembantu yang menggantikan peran si tokoh utama di dalam kehidupannya. Dari awal seharusnya aku lebih membentengi hati ini agar tidak mudah luluh akan segala kharismanya.

Memang, aku yang salah dan aku yang terlalu berharap.

Mencintai sebelah pihak sama saja seperti menggenggam pecahan kaca, semakin erat dalam genggaman maka semakin sakit rasa yang akan di dapatkan. Itulah yang aku rasakan dalam mencintai laki-laki kelahiran Surabaya bernama Wildan Septian Haris.

Dia adalah seorang dosen bergelar Magister Agama Islam di kampus tempatku berkuliah. Pahatan wajahnya yang nyaris sempurna ternyata mampu meluluhkan tebing tinggi hatiku yang keras selama ini.

Siapa yang tidak akan terpesona dengannya? Aku rasa di luar sana banyak sekali kaum Hawa yang menyukai dan juga melangitkan nama Pak Wildan dalam sepertiga malam mereka.

Dan betapa beruntungnya aku, dari sekian banyak yang tidak aku ketahui jumlahnya itu. Allah justru memilihku untuk menjadi pelengkap imannya, walaupun aku tahu jika hatinya sama sekali bukan untukku. Tapi tidak apa-apa kan kalau aku mensyukuri semua ini?

Brugh!!

Sebuah buku catatan kecil terjatuh ke lantai saat aku tidak sengaja menjatuhkan tumpukan buku yang berada di kamar Pak Wildan. Buku bersampul hitam itu tampak lusuh, sepertinya sudah lama sekali.

Lembar Kisah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang