Part 12 - Aroma Yang Mengganggu

1.6K 157 48
                                    

Terkadang apa yang dilakukan tidak sama dengan apa yang diinginkan. Meski hati menyuruhnya untuk melakukan itu, justru tangan yang melakukan hal sebaliknya.

Fungsi tangan dan hati memang berbeda. Banyak orang berkata, gunakan hati untuk menentukan apa yang ingin dilakukan tapi percayalah, jika tangan dan kaki yang biasanya menjadi organ paling jujur daripada hati.

Seperti itulah yang baru saja dilakukan Jade. Sejak setengah jam sebelumnya. Ia sudah berada di depan asrama Scarlette. Tidak tahu apa yang menuntunnya di pagi hari untuk datang ke tempat itu.

Hanya saja, ia ingin bertemu dengannya. Menagih kesepakatan yang telah mereka sepakati. Mungkin benar, apa yang dikatakan Scarlette tadi. Ia bisa saja mengirim alamat apartemennya melalui pesan. Tentu saja, tidak memiliki nomer adalah alasan paling konyol yang bisa dipikirkan. Padahal ia sudah memilikinya sejak dua hari yang lalu.

Kini, setelah menemuinya. Jade masih diam di dalam mobil. Membenturkan kepalanya pada kemudi mobil berkali-kali saat ucapan Stephen menyerbu pikirannya.

"Aku tidak mengerti mengapa kau melakukan itu. Mengakui mobilku sebagai milikmu dan tentunya kau juga yang telah memperbaiki. Padahal aku sangat bisa mengatasi kerusakan itu tanpa perlu meminta tanggung jawab pada Scarlette. Harusnya kau tidak perlu membebaninya."

Memang benar. Seharusnya ia memang tidak perlu membebaninya. Tapi entah mengapa ia hanya ingin saja. Atau mungkin rasa dihatinya masih menggantung karena tidak ada pemberian maaf darinya?

Hahhh..... Jade menghela napas kasar. Bingung dengan perbuatannya sendiri.

Dering ponsel menyela lamunannya. Ia merogoh saku dan menemukan benda pipih tersebut disana. "Halo...." sapanya tanpa melihat id pemanggil.

"Jade.... Kau dimana?"

Suara yang tertangkap inderanya membuat Jade memejamkan mata. Ia berdehem, mencoba bersikap biasa saja.

"Hai Tere..." nadanya terdengar lembut. "Ada apa menghubungiku pagi-pagi?"

"Karena aku tidak menemukanmu dimana pun. Satpam apartemen mengatakan kau telah pergi namun ketika aku ke rumah sakit, kau tidak ada disini."

Tentu saja. Karena kepergiannya pagi ini bukan ke rumah sakit. Ia tidak ada jadwal operasi mendadak atau kunjungan pada pasien yang mengharuskannya datang pagi. Ia masih punya jadwal itu nanti siang.

"Aku sedang dalam perjalanan setelah mencari sarapan" bohongnya. "Ada apa?"

"Sayang sekali. Padahal hari ini aku membawakan mu sarapan."

Perasaan bersalah menelusup masuk. Ia tidak bermaksud membohongi Theresa. Hanya saja, untuk saat ini belum waktunya Theresa mengetahui siapa Scarlette.

"Letakkan saja di mejaku. Aku akan memakannya untuk makan siang."

"Sungguh?"

Nada Therese terdengar senang dan ia ikut melengkungkan bibir. "Tentu saja."

"Dan ada yang ingin aku beritahukan padamu."

"Apa itu?"

"Aku ada proyek film."

"Dimana?" Jade tidak perlu bertanya banyak mengenai pekerjaan kekasihnya itu. Karena biasanya tujuan Theresa hanya memberitahu perihal kepergiannya.

"Paris. Dua minggu."

See.... Benar-benar tentang kepergiannya kan?

"Aku selalu mendukungmu."

Lagi. Terdengar sorakan senang. Theresa bukan tipe orang yang bisa menyembunyikan kesenangan dan kesedihannya. Dia wanita yang penuh ekspresi. Berbeda halnya dengan Scarlette yang hanya bisa berkata ketus. Ahhh, kenapa ia jadi membandingkannya. Tentu saja dua orang wanita itu sangat berbeda.

Say, You Love Me....!!! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang