Satu bulan lalu....
"Biarkan aku pergi, Dante..."
"Tidak. Tetap disini. Aku yang akan mengurus semuanya."
Dante meraih dan merengkuh wanita yang beberapa bulan belakangan ini telah menjadi istrinya. Di pelukannya, Kayla menangis. Tidak bisa menerima informasi yang di dengar dari suaminya.
"Lakukan sesuatu, sayang. Aku mohon..." Rengeknya pilu. Isak tangis memenuhi ruangan yang temaram tersebut.
"Tentu saja. Jangan khawatir."
Beberapa kalimat menenangkan diucapkan agar kekhawatiran tidak perlu terjadi. Apalagi bila itu sampai memberi dampak buruk pada calon bayinya. Tidak. Dante tidak akan membiarkan itu.
Setelah Kayla merasa tenang dan terlelap. Dante bangkit. Menaikkan selimut untuk membungkus tubuh istrinya. Pelan. Langkah kakinya membawa ke ruangan tempatnya melakukan pekerjaan.
Pukul dua dini hari. Waktu yang biasanya ia gunakan untuk beristirahat dengan sang istri. Tapi tidak untuk malam ini. Berita dan tangisan Kayla membuatnya harus cepat mengambil langkah. Lagipula, ini adalah salahnya ketika harus menerima panggilan di dalam kamar yang sama. Ia pikir istrinya sudah terlelap tapi ternyata Kayla mendengar semuanya.
Belum juga ia meraih ponselnya untuk menghubungi orang yang memang ia pekerjakan untuk hal ini. Ponselnya justru berdering menandakan panggilan masuk. Sekilas, ia melihat id caller dan segera mengangkat. Sangat tidak biasa dia menghubunginya di jam malam ini. Tapi sepertinya ia tahu apa yang membuatnya melakukan ini.
"Iya, dad...."
"Kau yang akan bertindak atau aku yang harus turun tangan?"
Kalimat itu bukan sebuah pertanyaan melainkan sebuah perintah. Dante seharusnya sangat paham bagaimana ayah dan kakeknya. Dua pria itu sangat tidak bisa di remehkan untuk urusan ini. Tidak ada yang bisa ditutupi dari mereka.
"Aku akan menyelesaikannya sendiri, dad."
"Bagus." Dale menjeda sejenak. "Dengar, Nak... Jangan lagi bersikap egois dengan mementingkan urusanmu sendiri. Pikirkan bagaimana keadaan adikmu. Apa kau senang melihatnya seperti itu? Dia seperti hidup tanpa raga. Selama ini daddy diam bukan karena setuju dengan apa yang kau lakukan. Daddy hanya ingin kau melihat bahwa keegoisanmu memberi dampak yang buruk bagi orang lain. Mengenai ucapanmu yang mengatakan kalau cinta mereka hanya lanjutan dari masa remaja? Tidak seperti itu, Nak. Cinta mereka bukan cinta sesaat. Bukan hanya karena merasa bersalah karena meninggalkan tapi cinta sebenarnya yang memang harus dibiarkan tumbuh untuk menciptakan rumahnya sendiri."
Dante diam. Mendengarkan ucapan ayahnya yang sangat jarang berkata panjang.
"Memiliki dendam dan amarah boleh saja. Tapi kau harus tahu tempatnya. Jika itu harus mengorbankan adikmu, apa kau tega? Daddy sangat mengerti perasaanmu yang belum bisa menerima masa lalu orang tua Scarlette. Tapi itu sudah berlalu dan sudah seharusnya menjadi pembelajaran sendiri buat kita agar tidak jatuh ke dalam masalah yang sama." Helaan napas ayahnya terdengar. "Dan masalah ibu sambung Scarlette. Mungkin sedikit banyak, kau tahu apa yang disebut takdir."
Bibirnya tetap mengatup rapat meski panggilan mereka telah berakhir. Dia bukan mengorbankan kebahagiaan adiknya. Ia hanya belum bisa menerima perlakuan mereka. Meski begitu, ia tidak pernah melewatkan informasi mengenai Scarlette. Tentang dimana wanita itu tinggal dan tentang kehamilannya. Semuanya ia pantau termasuk surat yang terpaksa di kirim Scarlette saat awal perpisahan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say, You Love Me....!!! [Completed]
DragostePengkhianatan adalah hal yang paling dibencinya. Dan ia sangat menghindari itu. Tapi apa jadinya jika kekasih yang sangat dicintainya melakukan hal tersebut? Melepaskan merupakan pilihannya saat itu... Tapi rasa dihati tidak bisa dihapus begitu saja...