Part 31 - Menjadi Alasan

1.2K 128 51
                                    

Scarlette tidak mengerti mengapa dirinya harus terjebak dalam drama murahan seperti ini. Status mereka yang katanya adalah calon tunangan masih dibiarkan tanpa sebuah penjelasan. Padahal setiap ada kesempatan, Scarlette berusaha membuka mulut untuk memberitahu yang sebenarnya. Tapi sayangnya, itu tidak pernah terjadi ketika dengan sengaja pria bajingan itu selalu menghalangi dengan cara memotong setiap kata yang terucap dari bibirnya.

Sudah satu hari berlalu mereka berada di Selandia. Kemarin, Jade mengajaknya ke museum Auckland Art Gallery. Museum yang menghadirkan lebih dari 15 ribu karya seni bersejarah itu berhasil membuat Scarlette takjub. Bahkan ia tidak sadar jika telah menghabiskan waktu empat jam untuk mengelilingi museum tersebut.

Hanya itu yang dikunjungi mereka kemarin. Karena di pagi hari, Jade harus menghadiri seminar seperti yang diucapkan. Ternyata pria itu tidak berbohong perihal pekerjaannya itu.

Saat ini, jam masih menunjukkan pukul enam pagi namun Scarlette sudah membuka mata. Ia sudah membersihkan diri dan duduk di balkon kamar. Menghadap hamparan rumput hijau luas yang ternyata adalah lapangan golf. Sangat indah.

Jika kalian bertanya, apakah mereka benar-benar tidur satu kamar? Maka jawabannya adalah tidak karena Scarlette bersikeras menolak keinginan Jade dan berhasil.

"Mengapa kau sudah bangun?"

Suara yang berasal dari belakang punggungnya membuat Scarlette terlonjak kaget. Ia menoleh dan mendapatkan Jesselyn berjalan ke arahnya.

"Apa kau kesulitan tidur?" tanya Jesselyn lagi ketika tiba di dekatnya.

Senyum tipis Scarlette berikan untuk menyambut Jesselyn. Ia menggeleng, "Tidak. Aku justru tidur dengan sangat baik."

"Lantas kenapa harus bangun saat matahari belum panas?"

"Pemandangan di sini sangat bagus di pagi hari. Jadi sangat disayangkan jika dilewatkan begitu saja" ujar Scarlette.

Benar. Pemandangan dari lantai dua ini sangat indah. Ia bisa melihat matahari terbit dari peraduan yang kemudian di kombinasikan dengan udara sejuk pagi hari. Tapi sayangnya bukan itu yang menjadi alasan Scarlette bangun lebih pagi. Ia hanya terlalu bersemangat untuk segera pergi ke rumah para hobbit. Impian kecil gadis berusia belasan tahun kala itu sebentar lagi akan segera menjadi kenyataan.

Jesselyn menarik kursi terdekat dan duduk di samping Scarlette. Wanita itu juga ikut menatap hamparan rumput luas di belakang rumahnya.

"Aku juga sangat suka melihat matahari terbit. Hijaunya rumput dan embun yang terasa dingin seakan permukaan kulit. Energi yang sangat baik untuk memulai aktifitas. Itulah sebabnya aku meminta suamiku untuk membuat semua kamar yang langsung berhadapan dengan keinginanku itu. Supaya semua keluarga atau tamu juga bisa ikut menikmati momen ini."

Scarlette tersenyum. Tatapan matanya masih tertuju pada rumput sintetis yang pastinya sangat mahal tersebut. Tidak perlu diragukan lagi jika suami Jesselyn pasti sangat menyayanginya. Ia hanya berpikir, apakah kelak suaminya akan berlaku sama seperti ini? Memenuhi setiap keinginan kecilnya? Mengingat masa depan tentang menikah dan memiliki suami yang tidak tahu akan berada di angka ke berapa membuatnya ingat dengan Kenrick.

Hubungan mereka memang dilandasi rasa cinta. Tapi pondasi untuk memulai sebuah ikatan pernikahan harus melalui restu keluarga. Mungkin keluarga Scarlette sendiri tidak masalah. Tapi bagaimana dengan keluarga Kenrick?

Orang tua kekasihnya itu belum merestui atau mungkin tidak akan pernah merestui. Saat ini, mereka masih berusaha mendapatkan itu. Dan Scarlette mulai merasakan sebuah rasa pesimis dan lelah?

Hahhh.... Entahlah...

"Apa aku boleh bertanya?"

Pertanyaan Jesselyn membuatnya menoleh. Entah berapa lama ia termenung, semoga saja Jesselyn tidak sedang bercerita yang pada akhirnya tidak bisa ia dengar karena lamunannya. "Tentu saja."

Say, You Love Me....!!! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang