Part 19 - Dia adalah...

1.5K 156 68
                                    

Dulu... saat Scarlette masih kecil, ia memimpikan mempunyai keluarga utuh dengan kehidupan sederhana. Meski hanya memiliki orang tua tunggal yaitu ibu, Scarlette tidak mempermasalahkannya. Setidaknya ia masih memiliki teman untuk berbagi dan itu hanya pernah terjadi dulu, ketika ia masih duduk dibangku kindergarteen.

Celoteh khas anak-anak serta antusias dengan segala macam cerita menjadi agenda hariannya menjelang tidur. Ibunya selalu berada disampingnya, mendengarkan semua cerita yang terjadi di sekolahnya dan menemaninya hingga ia terlelap.

Tapi saat ia membutuhkan sosoknya dalam fase kedewasaan ini, ibunya tidak ada. Teman berbaginya tidak diketahui keberadaannya. Meski ia punya kakak yang siap mendengar ceritanya, namun Scarlette masih menahan diri untuk tidak selalu mengungkapkan.

Kejadian waktu itu memberi tamparan keras bagi Scarlette. Disaat ia sangat membutuhkan uang yang tidak bisa diatasinya sendiri, Scarlette meminta bantuan dan berakhir dengan sesuatu yang salah hingga ia memutuskan untuk tidak lagi membuat kesalahan yang bisa menjerumuskan kakaknya.

Selalu tentang uang yang menjadi masalahnya. Kehidupan sebagai mahasiswa kedokteran dengan beasiswa tidak serta membuat Scarlette bahagia. Meski dalam hati ia sedikit bersyukur karena keinginan untuk mencapai cita-cita bisa terbantu. Tapi apa jadinya bila kehidupan sehari-hari serta beberapa kebutuhan penunjang kuliah membutuhkan uang, maka Scarlette harus mengusahakan sendiri. Termasuk dengan cara meminjam.

"Sedang apa kau di sana?" keheningan yang sempat terjadi hingga beberapa menit akhirnya membuat Jade membuka suara. Ia tidak tahan lagi melihat Scarlette yang seperti ini. Ia merindukan Scarlette yang biasa bersikap ketus serta menjawab pertanyaannya dengan marah-marah. Tidak masalah, asal bukan kebungkaman yang menyakiti hatinya.

Scarlette menarik napas, mengalihkan wajahnya hingga pegangan Jade terlepas. Jujur saja ia masih terlalu syok dengan kejadian barusan. Andai saja ia tahu jika Raymond yang memiliki acara, ia tidak sudi untuk kesana.

"Aku bekerja" jawabnya singkat.

Jade yang masih berada di posisi semula meneliti penampilan Scarlette. Rambut wanita itu terkuncir menjadi satu. Ia tidak melihat baju yang dipakainya karena tertutup kemeja miliknya, hanya saja ia tahu jika rok span hitam di atas lutut memberi jawaban.

"Kau bekerja di club?" tanyanya memastikan. Karena sejak tadi pemikiran Jade hanya tertuju ke sana. "Sejak kapan?"

"Tidak. Bukan di club, tapi di Mill's cafe. Aku ke sana untuk mengantar beberapa steak dan makanan yang dipesan mereka."

Scarlette tidak tahu mengapa ia memberitahu Jade. Hanya saja ia perlu meluruskan pemikiran negatif pria ini. Ia mencengkeram erat ujung kemeja kebesaran milik Jade saat ingatan pelecehan yang terjadi beberapa saat lalu berputar kembali. Demi apapun, selama hidupnya ia tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu. Dilecehkan dan ditertawakan didepan banyak orang. Padahal ia sudah berhati-hati dalam bersikap. Tidak pernah menyakiti orang lain bahkan menghindari keanggotaan yang biasa terjadi di kampusnya.

Tapi kali ini Raymond sudah sangat keterlaluan. Godaan serta tangan nakalnya selalu berhasil menyulut amarah dalam dirinya namun ketidakberdayaannya membuat Scarlette tidak bisa melawan.

Entah apa kesalahannya pada pria itu. Scarlette tidak merasa mencari masalah dengannya. Sebisa mungkin ia menghindari pria yang sudah mengganggunya sejak pertama kali mereka masuk kuliah.

"Kau bekerja?"

Pertanyaan Jade berhasil membuyarkan nostalgia kebrengsekan seorang Raymond. Scarlette menoleh dan tersenyum miris. Kemudian ia kembali melihat ke depan sebelum menjawab.

"Orang sepertiku membutuhkan banyak uang untuk bertahan hidup. Aku bukan lahir dari keluarga kaya yang bisa mendapatkan uang dengan mudah. Aku harus mencarinya sendiri untuk mendapatkannya."

Say, You Love Me....!!! [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang