Ima dan Ariya kembali kerumah sakit, mereka habis menyelusuri halaman belakang yang merupakan satu-satunya tempat si pelaku pengeboman jatuh. Disana terdapat banyak Polisi yang masih mencari-cari barang bukti. Satu kata yang ada dipikiran Ariya dan Ima, "tak berguna!"
"Yaampun, yang tadi itu bikin kesel aja ya. Tuh polisi buta ya, masa mereka gak bisa liat dibawah kaki mereka itu darah yang keting dan nyatu sama lantai. Mereka pikir itu cat?! Sungguh bodoh," runtuk Ima sambil menggembungkan pipinya.
Ariya tertawa melihat Ima yang begitu jengkelnya, "hahaha... Kamu begitu mirip dengan Amy ya.. Ima, andai rambut kamu pendek," ucap Ariya WATADOS!.
Ima tersenyum kecut,"kan aku kembarannya, mana mungkin tak sama,"..
Sesampainya diruang rawat Amy, mereka terkejut dengan Amy dan Warth yang begitu menjaga jarak. Warth disofa ujuuuung~. Sedangkan Amy di kasur sambil tetap menatap tajam kearah Warth, begitu pula Warth. Bagaikan ada listrik diantara mereka yang bertolak belakang.
"Eemm.. Warth... Amy?, tumben jaga jarak gini," tanya Ima.
Bukannya menjawab Amy malah berbalik melihat demgan tajam kearah Ima dan Ariya. Tidak, Ariya tak bersalah.. Dia tak tahu apa-apa.pikir Amy.
Ima mendekati Amy perlahan, "Amy? Kau baik-baik aja?" tanya Ima seraya mengelus kepala Amy.
Dengan cepat Amy menepis tangan Ima, "nggak usah pura-pura baik,"
"Apa maksudmu Amy?"
"Haha.. Tenang aja, ingatanku telah kembali dan aku akan terus bersikap biasa padamu. Sikap yang kayak gimana? Lemah lembut dan selalu patuh? Friendly?, aku akan melakukannya 'hanya padamu'. Ya kan? Adikku," ujar Amy sambil tersenyum hangat, seperti dulu.
Ima mulai merasakan rasa hangat diujung matanya,dia mulai menangis "Amy... Maaf,...maaf.. Aku tak memberi tahu yang sebenarnya. Maafkan aku,.. Aku melakukannya agar kamu tak terluka,... Maaf... Kamu bisa membenciku Amy, tapi tolong, jangan sampai kau menangis karena ingatan dulu mu yamg busuk itu, .. Aku tak ingin Amy menangis, aku tak ingin Kakak menangis!!" lirih Ima sambil terisak.
Amy sedikit terkejut dengan perkataan Ima, " Ima,.." Amy tersenyum, "makasih, sudah menjaga perasaanku.. Tapi, tetap saja.. Ingatan ini membuat lubang yang amat dalam ya.." senyum Amy sambil melihat kearah Ariya. Ariya hanya menatapnya datar,
"Ariya..hina maaf, aku seharusnya tidak memperalatmu waktu itu... Aku hanya ingin,... Gelrt cemburu, maaf. Karena itu kamu menjadi bahan cemoohan disekolah," ujar Amy dengan nada yang rendah.
Sekolah? Apa maksudnya sekolah yang sebelum dia masuk kesekolahku?pikir Warth sambil mengingat,
Ariya tersenyum, "tak apa,"
"Kau gak ikhlas," runtuk Amy sambil menggembungkan Pipinya dan diikuti Tawa Ariya. Warth.. Dia benar-benar terkacangkan.
Jadi.. Gelrt benar-benar, kekasihnya dulu?pikir Warth membuat kepalanya pusing.
"Emm.. Amy?" tanya Ima.
"Ya?"
"Mau aku ambilkan air dingin?"
"Buat apa?"
Ima menunjuk kearah leher Amy, "buat ngilangin bekas.. Cupang, hehe.."
Wajah Amy langsung merona, "kau... Melihatnya?"
"Sedikit,hihi.. Sudahlah aku mau ambil air dingin dulu ya, dikantin" lalu Ima berlalu dan hilang.
Amy diam.. Ariya diam.. Warth diam.. "Hei.. Kalian, benar-benar tak apa-apa?" tanya Ariya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nona Penari Malam & Tuan CEO Bangsawan (END~)
Romance"Ada apa tuan muda besar sayang? ucapku dengan muka tersipu. "sayang apaan, jijik," ucapnya sambil mengecup bibirku dengan mesra. "jijik tapi kok gini, tuan muda emang punya pikiran kotor!" ucapku sambil menggigit bibir warth. ~~~~~~~~~~~~~~ yang ya...