Perhatian

215 23 0
                                    

"Jadi gitu ceritanya. Aku juga nggak maksud buat hancurin persahabatan kalian." Ucap Shinta lirih pada Fanya yang sekarang menangis.

"Aku salah. Aku harusnya nggak kasar sama dia tadi malam, Shin. Aku nggak becus jadi sahabat Afia. Padahal Afia baik banget. Aku menjauhinya karena dia membosankan dan selalu saja pendiam. Harusnya aku tanya pada dia kenapa dia jadi diam. Aku yang tidak peka. " Kata Fanya menyesal.

Tak ada yang bisa dilakukan Fanya sekarang. Pasti Afia tak mau memaafkan dirinya. Fanya merasa gagal disebut sahabat. Dia tidak memahami apa yang dirasakan Afia selama ini. Fanya tahu semuanya karena Shinta sudah menceritakan semuanya.

Kedua gadis yang berpelukan ini merasa menyesal akan perbuatannya. Tak ada yang bisa diperbaiki lagi. Afia pasti sudah hancur.

💦🍃💦

Hari ini Dafa mengunjungi Afia dengan membawa sedikit makanan. Dafa mengetuk pintu dan Difa membukanya.

"Assalamualikum, Tan."

"Waalaikumussalam. Ini temennya Afia ya?"

"Iya, Tan. Saya Dafa."

"Afianya lagi tidur. Belum bangun. Mau tante bangunin?"

"Eh? Masih tidur ya? Boleh saya masuk Tan?"

Difa tersenyum dan mengijinkan Dafa masuk. Setelah diberitahu letak dimana kamar Afia, Dafa naik tangga dan menuju kamar Afia.

Tok..Tok..Tok...

Afia membuka pintu dan menatap Dafa malas. Sebenarnya Afia bukan marah pada Dafa, tapi dia masih stres dengan semua masalah yang dihadapinya.

"Hai, Af. Baru bangun ya? Kok tumben? Biasanya bangun jam lima. Oh iya aku bawa bubur buat kamu."

"Kamu pikir aku sakit?" Ucap Afia malas

Jleb...

Kenapa Afia berubah drastis seperti ini? Jangan tanyakan lagi. Kalian pasti sudah tahu apa alasannya. Menghadapi  kejamnya dunia ini.

Dafa hanya tersenyum dan menatap Afia, "Emang kalau makan bubur itu harus sakit ya?"

Dafa memberikan buburnya pada Afia dan Afia menerimanya lalu meletakkan di meja. Jujur saja, Afia sedang sakit sekarang. Badannya terasa panas. Mungkin karena efek hujan kemarin, matanya terlihat sembab, ada lingkaran hitam di matanya, dan juga ada luka ditangan Afia.

"Af? Tangan kamu kenapa?"

Afia tak menjawab pertanyaan. Dia hanya merebahkan dirinya di kasur. Dafa mencari kotak obat dan mendekat  ke Afia.

"Ngapain?"

Dafa memegang tangan Afia dan mengobatinya.

"Aw...sakit. Pelan-pelan ih." Ucap Afia meringis kesakitan saat Dafa meneteskan obat merah lalu memperbannya. Dafa keluar meninggalkan Afia yang kesal.

Afia hanya bodo amat dan membaringkan tubuhnya lagi. Tak lama Dafa kembali membawa air hangat dan handuk kecil untuk mengompres Afia, karena Dafa tahu kalau Afia sedang panas.

"Tante, ada air hangat dan handuk kecil?" Tanya Dafa mendekati Difa yang sibuk memasak.

"Ehh buat apa?"

"Afia sakit, Tan. Tapi, Tante tenang aja. Biar Dafa yang urus Afia. Sekarang ada nggak air hangat sama handuk kecilnya?"

Tanpa basa basi Difa memberikan alat untuk mengompres Afia.

"Makasih, Nak Dafa." Ucap Difa tersenyum yang dibalas senyum oleh Dafa.

Dafa kembali kekamar Afia untuk mengompres Afia yang tertidur. Setelah itu Dafa keluar dan menutup pintu. Hani yang mau kekamar Afia tidak sengaja melihat Dafa keluar dari kamar.

"Kakak siapa?"

"Aku Dafa. Temennya Afia. Dia sakit. Suruh makan bubur nya ya. Aku pulang dulu."

Hani mengangguk dan masuk ke kamar Afia.

"Kak? Kakak sakit?"

Tak ada jawaban. Hani mendekati Afia.

"Lho kok kamu disini?" Ucap Afia yang bangun dari tidurnya.

"Tadi Kak Dafa bilang kalau Kak Afia sakit. Nih, Kak. Makan ya. Biar Hani yang nyuapin." Kata Hani membuka bungkusnya.

"Nggak usah. Kakak nggak laper." Kata Afia lesu dan tersenyum.

"Nggak boleh nolak. Ntar kakak tambah sakit. Tuh bibirnya pucet banget. Makan ya, Kak. Pliisss!!"

Afia pun mengalah dan mengangguk.

"Ya Allah. Hamba nggak mau kehilangan lagi." Ucap Afia dalam hati

💦🍃💦

TBC

Kapan Aku Bahagia Tuhan? Ending✨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang