Maaf

129 12 0
                                    

Usai shalat, Rion dan Saras pamit untuk pulang. Dan besok mereka akan datang bersama sahabat-sahabat Afia.

Sedangkan Mila dan Riki kembali ke ruangan Afia.

"Lo nggak pulang, kak?"

"Kalau gue pulang ntar lo sendirian."

"Masih ada Afia." Ucap Riki sambil tersenyum yang dipaksakan.

"Gue tahu gimana perasaan lo dan Afia nanti kalo dia bangun. Berat banget harus kehilangan anak. Dan gua juga tahu, kalian berdua itu kuat. Jangan pernah berlarut dalam kesedihan. Yang ada ntar lo frustasi."

Riki langsung memeluk Mila dengan erat. Mila membiarkan Riki memeluknya. Pasti sekarang adiknya membutuhkan seseorang. Dia harus kehilangan anaknya dan Afia masih saja tidak sadarkan diri.

Kini, tinggalah Riki sendirian bersama Afia yang masih berbaring tidak sadarkan diri. Riki menyuruh Mila untuk pulang. Pasti kakaknya juga butuh istrihat. Padahal Riki sendiri kurang istirahat.

"Riki mohon, Afia harus bangun."

Berharap ada jawaban dari Afia. Tapi nyatanya nihil. Afia masih saja tidak sadarkan diri.

Tidak ada yang bisa dilakukan, Riki hanya terus menangis dan berharap Afia membuka matanya.

Hingga akhirnya Riki tertidur disamping brankar Afia dengan tangan yang masih setia menggenggam erat tangan Afia.

Satu

Dua

Tiga

Tangan Afia bergerak. Riki merasakannya dan langsung memeluk Afia.

"Afia udah bangun?"

Afia hanya tersenyum simpul dan membalas pelukan Riki.

Saat Riki ingin memanggil dokter, lengan pria ini dicekal oleh Afia. Menahan tangan Riki agar tidak pergi dari sini.

"Kenapa sayang?" Ucap Riki sambil mengelus kepala Afia yang sudah berbalut kain hijab.

"Anak kita mana?" Tanya Afia datar saat sadar kalau perutnya sudah tidak membesar.

Sedangkan Riki masih terdiam. Menatap mata intens milik Afia. Tangan Riki kemudian menangkup wajah Afia dengan lembut dan duduk dibrankar.

"Sepertinya, kita belum ditakdirkan..."

"Nggak. Aku bukan ibu yang baik. Aku nggak bisa jaga anak kita. Aku ibu yang buruk. Aku.."

Riki langsung mendekap Afia ke dalam pelukannya. Karena hanya itulah yang bisa dilakukan Riki.

"Nggak, ini bukan salah Afia. Afia jangan nyalahin diri sendiri ok. Mungkin ini bukan takdir kita untuk mempunyai anak. Allah punya jalan lain buat kita."

Serasa tuli, Afia tidak mendengarkan perkataan Riki. Afia hanya terus menangis di dalam pelukan Riki.

"Ini baru permulaan. Aku merasa akan ada masalah lagi yang akan datang untuk menghancurkan keluargaku." Batin Afia

💦🍃💦

Ke-esokan harinya Brina, Sila, dan Zara datang bersamaan untuk menjenguk Afia sekaligus menghibur Afia.

"Lo sabar ya. Suatu hari nanti lo juga bakal punya anak." Ucap Brina sambil memegang tangan Afia.

Sedangkan Afia tidak merespon sama sekali. Afia memalingkan wajahnya dari ketiga sahabatnya.

Lihatlah, matanya sembab karena Afia terus menangis. Menangisi anak yang tidak akan pernah dilihatnya lagi.

Dan Riki, dia membeli makanan untuk Afia karena sejak kemarin Afia belum makan apapun.

Oh ayolah, apa kalian bercanda? Ibu mana yang tidak akan merasa kehilangan, sedih, dan kecewa. Bahkan, kalau makan pun tidak ada selera.

Bagi seorang ibu, anak adalah dunianya. Dunia kedua, dunia kebahagian buat mereka.

Afia ingin merasakan perjuangannya menjaga kandungannya selama 9 bulan. Ingin melihat anaknya tumbuh dan berkembang. Seperti apakah wajahnya, seperti apakah sifatnya, dan semuanya tentang seorang anak.

Tapi harapan Afia hancur dalam seketika, dalam sebuah kecelakaan. Begitu juga perasaan Riki yang sama dengan Afia. Mendengar anaknya sudah tidak ada dan istrinya yang begitu sedih.

Riki tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan anaknya, tapi setidaknya istrinya masih ada bersamanya. Itu sudah cukup baginya.

💦🍃💦

"Kalian udah datang?" Tanya Riki saat masuk dan melihat ada ketiga sahabat Afia.

"Hmm kita langsung datang kesini." Jawab Sila

"Yah gue beli makanan cuma buat Afia dan gue doang."

"Nggak papa lagian kita juga ntar beli sendiri."

"Oke."

Riki langsung duduk didekat Afia dan membuka makanan yang dibelinya dari kantin.

"Afia, makan ya! Nanti sakit."

Tidak ada respon apapun dari Afia. Bahkan Afia tidak mengedipkan matanya sedikit pun.

"Afia!"

"..."

"Sayang!"

"...."

Masih tidak ada respon. Untung saja Riki orangnya penyabar dan penyayang. Kalau tidak, mungkin Riki sudah marah pada Afia.

Riki itu suami dengan tipe yang lembut, penyabar, kadang tidak peka, humoris, dan romantis. Ditambah lagi dengan wajahnya yang tampan bak pangeran :v (belebihan woii)

Back to story....

Selain Riki, ketiga sahabat Afia juga ikut menyuruh Afia untuk makan. Lagi-lagi Afia tidak merespon apapun. Menoleh saja tidak sama sekali.

Tes

Satu tetes air mata berhasil jatuh. Ke-4 orang ini tentu saja melihatnya dan langusng menanyakan "kenapa" tapi Afia juga tidak menjawab.

Dan akhirnya, Afia manatap mereka semua dengan mata yang sudah basah. Air mata Afia terus berjatuhan dan Riki langsung mendekapnya begitu erat.

Disisi lain, Afia sedih karena buah hatinya sudah tidak ada. Tapi disisi lain, Afia bahagia karena Riki dan ketiga sahabatnya selalu setia bersama Afia.

Dan pelukan ini, sangat dirindukan oleh Afia. Bau maskulin milik Riki tercium oleh indra penciuman Afia.

Tanpa sadar, Riki mulai tersenyum karena Afia membalas pelukan Riki. Tidak seperti kemarin, Afia tidak merespon apapun. Tapi sekarang ada perkembangan.

Ketiga sahabatnya juga ikut tersenyum bahagia. Mereka bertiga juga berpelukan sendiri.

"Maafin Afia udah bikin kalian khawatir."

Mata Afia satu persatu memandang mata ketiga sahabatnya dan terakhir memandang mata suaminya. Dia merasa bersalah pada Riki karena sudah mendiamkan dan tidak bicara apapun padanya.

"Maafin Afia. Maafin Afia hiks. Afia nggak seharusnya diemin Riki kayak tadi."

Afia langsung memeluk Riki dan menumpahkan tangisnya di dalam dekapan Riki.

Ketiga sahabatnya pun membiarkan dua pasangan itu dan memilih untuk pergi ke kantin.

💦🍃💦

TBC

Kapan Aku Bahagia Tuhan? Ending✨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang