Chapter 49

29 4 0
                                    

*Catatan: tulisan blok tebal adalah suara Naruko yang sedang merasuki tubuh Hinata*

Sementara itu tanpa Naruko ketahui Hinata yang berada di balik pintu kini tengah terisak sambil memukul dadanya sendiri.

"Hiks hiks Naruko hiks" tangis Hinata pun pecah.

Namun sayang Naruko telah pergi dan tak bisa mendengar tangisan Hinata.

Seandainya saja Naruko tetap disana sedikit lebih lama maka Naruko akan tahu bahwa Hinata juga sakit meski egonya masih begitu besar.

(Skip time...)

Setelah kejadian malam itu Naruko benar-benar tak lagi muncul di hadapan Hinata.

Seperti yang Naruko katakan terakhir kali bahwa kini hidup Hinata benar-benar tenang dan kembali seperti semula.

Tapi meski begitu tak ada yang berubah sama sekali. Hinata masih mengurung dirinya di dalam rumah entah kenapa.

Satu hal yang hanya diketahui oleh Tuhan bahwa jauh di dalam hati Hinata dia merasa sedih dan hampa.

Kini Naruko tak lagi terlihat bahkan suaranya tak lagi terdengar namun Hinata tetap tak bahagia.

Kenyataannya baik Hinata maupun Naruko sama-sama tak bahagia. Justru mereka berdua terluka karena saling menyakiti.

(Skip time...)

Waktu terus berjalan. Tak terasa hari ini adalah hari terakhir dari 39 hari yang Naruko miliki.

Dan sejak 3 hari yang lalu Naruko hanya bisa berdiam diri di rumah sakit. Pasrah menerima takdir tanpa bisa melakukan apapun.

Sementara itu di tempat Hinata...

Tok tok tok...

Sebuah ketukan pintu terdengar halus.

"Hinata kau di dalam!" seru Ino memanggil nama Hinata.

Tap tap tap...

Cklekkk...

Pintu terbuka dan tampak Hinata dengan keadaan cukup berantakan.

Pakaian kusut, rambut awut-awutan dan muka khas bangun tidur.

"Astaga Hinata kau baru bangun?" seru Ino sedikit terkejut melihat penampilan Hinata.

"Engh" gumam ku (Hinata) malas.

"Ck ya ampun anak gadis jam segini baru bangun dasar. Cepat mandi dan bersiap kita pergi ke sekolah" ujar Ino cerewet khas ibu-ibu.

"Aku malas. Lagipula aku tak butuh sekolah lagi" sahut ku (Hinata) cuek.

"Ya ampun Hinata apa yang kau katakan. Kita sudah di kelas 3 dan sebentar lagi akan lulus. Apa kau tidak sayang harus putus sekolah" balas Ino menasehati.

"Aku tak peduli. Kalau kau mau sekolah pergi saja sendiri" sahut ku acuh.

"Pokoknya cepat mandi dan bersiap. Mau tidak mau kita akan ke sekolah. Bahkan meski harus memaksa, aku akan tetap menyeret mu ke sekolah" balas Ino mulai mendorong Hinata masuk ke dalam rumah.

Ino terus mendorong Hinata yang meronta-ronta hingga sampai di depan pintu kamar mandi.

"Selama ini kau sudah lama merenung dan mengurung diri. Kini saatnya kau keluar dan hadapi masalah mu. Cepat mandi dan bersiap aku akan membuatkan sarapan untuk mu" ucap Ino tanpa bisa dibantah.

"Ck" decak ku akhirnya pasrah masuk ke kamar mandi.

"Hahh" hela Ino saat melihat keadaan rumah Hinata.

"Keajaiban 39 Hari"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang