Chapter 6

59 4 0
                                    

Setelah sehari semalam mengikuti Hinata akhirnya aku tahu seperti apa Hinata ini.

Kegiatannya tergolong konstan. Dilihat dari kebiasaannya sepertinya hidupnya begitu monoton. Yang dia lakukan hanya bekerja paruh waktu di malam hari sampai pagi hari sebelum sekolah.

Dia bersekolah di SMA Tokyo High School yang setahu ku adalah sekolah favorit dan terbaik se-Jepang. Tempat para anak konglomerat bersekolah.

Tapi tenang saja, jika kau tidak konglomerat maka kau mungkin bisa masuk kesana sebagai murid jenius yang mempunyai IQ diatas rata-rata.

Dan karna Hinata ini tinggal di kontrakan sederhana itu pasti dia masuk kategori anak jenius. Itulah kenapa dia bisa sekolah di Tokyo High School.

Tapi sayang sepertinya Hinata bukan orang yang mudah bergaul. Selain karna dia pendiam dia juga menjadi korban bullying di sekolahnya.

Alasan klasik Hinata itu miskin dan dia salah masuk sekolah dimana orang kaya dan uang yang berkuasa.

Setelah dari sekolah dia hanya akan pulang ke rumah, belajar, makan mie instan lalu tidur sebelum nanti tengah malam bangun untuk bekerja paruh waktu. Setidaknya itulah yang ku ketahui sementara ini tentang Hinata.

Melihat bagaimana cara hidup Hinata yang monoton dan sedikit membosankan jujur membuat ku sedikit pesimis.

Apa dia bisa memberi ku sebuah doa tulus. Apa orang seperti dia bisa membantu ku. Atau mungkin langit salah memilih orang.

"Hah kurasa ini akan sedikit sulit. Mungkin juga akan memakan waktu sedikit lama" batin ku menghela nafas lemah.

"Tapi aku tak boleh menyerah begitu saja. Aku tak boleh menyerah sebelum bertarung" ucap ku pada diriku sendiri memberi semangat.

"Malam ini aku akan mulai mendekati Hinata" ujar ku penuh tekad membara.

"Yosh semangat Naruko" teriak ku penuh semangat.

Hari ini tepat di hari ke 2 ku selama 39 hari aku telah memutuskan untuk memulai petualangan ku.

(Skip time...)

Aku telah mengikuti Hinata seharian ini. Dan sekarang hanya tinggal menunggu waktu yang pas untuk menyapa atau mungkin menunjukkan diri di depan Hinata.

Hari ini Hinata pulang sekolah agak larut karena harus ikut ekstrakurikuler volley terlebih dulu di sekolah. Sehingga dia harus pulang sedikit terlambat.

Tepat pukul 20.00 malam aku melihat Hinata baru saja keluar dari minimarket. Tak lupa sekantung plastik berisi ramen instan telah dibelinya.

Entah kenapa gadis ini selalu makan mie instan setiap hari. Apa pencernaanya baik-baik saja, itulah yang ku fikirkan.

Ku lihat Hinata terus berjalan dengan tenang tanpa suara. Maklum dia hanya berjalan sendiri jadi yah mau ngobrol dengan siapa. Toh Hinata juga tipe pendiam dan tak banyak bicara.

Aku terus mengikuti Hinata dari belakang namun tiba-tiba ada yang aneh. Saat seharusnya Hinata mengambil jalan lurus hinata malah berbelok ke arah jalan besar.

"Mau kemana dia? Bukankah seharusnya dia berjalan lurus, kenapa malah berbelok" gumam ku bingung melihat tingkah Hinata.

Namun aku tetap mengikutinya dari belakang hingga kami berdua tiba di sebuah jembatan.

"Inikan..." batin ku tercekat dalam hati.

Pasalnya aku tahu betul jembatan ini adalah jembatan dimana aku mengalami kecelakan tempo hari hingga membuat ku seperti ini.

"Keajaiban 39 Hari"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang