06: Punishment

19.7K 1.5K 468
                                    

06: Punishment

°°°

Sudah lebih dari lima menit bel masuk berbunyi. Dan Maudy sudah kembali ke kelasnya begitu bel masuk berbunyi nyaring. Varo masih duduk di atas meja sambil memainkan benda pipihnya.

Kehadiran Varo yang lebih awal dari biasanya cukup membuat seisi kelas Varo terkejut, karena biasanya cowok itu berangkat jika hari sudah siang.

Padahal katanya, ada pak Hartono---guru olahraga yang merangkap menjadi tangan kanan guru BK---di depan gerbang sekolah untuk memeriksa setiap siswa yang terlambat hadir.

"Si Hartono di depan? Wuiiih, sangar!" Itu komentar Varo ketika murid cewek di kelasnya sempat membicarakan salah satu guru killer itu.

"Semenjak gue kemaren terlambat, sekarang satpamnya tambah satu. Si Hartono. Hebat! Hebat!"

Mendengar ucapan Varo pasti siapapun akan berpikir jika cowok itu tidak sopan kepada guru karena selalu memanggil dengan sebutan nama mereka langsung.

"Ah, males di kelas. Bolos aja gimana?" usul Varo.

Namanya juga jiwa kebersamaan dalam pertemanan. Jika Varo iya, maka ketiganya juga iya dan begitu juga sebaliknya.

Mereka membawa tas mereka masing-masing lalu merangkul di salah satu bahu mereka.

"Mau ke mana, Ro?" tanya salah satu dari mereka.

"Bolos, ah. Gak ada kerjaan di kelas. Gabut banget belajar mulu gak pinter-pinter, jadi mendingan bolos," cerca Varo sambil membawa pergi tasnya. Teman-temannya hanya mengikutinya dari belakang.

Teman-teman sekelasnya hanya menghela napas gusar. Keempat cogan itu selalu saja membuat nama kelas mereka sebagai kelas yang paling nakal di SMA Galaksi.

Mereka juga pasti akan bingung akan menjawab apa ketika bu Wiwik tiba-tiba datang untuk mengecek kehadiran Varo. Iya. Guru BK itu setiap hari---baik Varo terlambat atau tidak---akan selalu mengecek kehadiran Varo yang dalam tanda petik 'siswa paling rajin' di antara lainnya. Saking rajinnya, selalu membuat guru tersebut naik pitam.

"Ke mana enaknya yah?" tanya Varo sendiri ketika mereka baru sampai di depan koridor depan lapangan.

"Ke mana, Raf?"

"Gil? Ke mana?"

"Ke mana, Bay?"

Pertanyaan itu membuat Varo semakin jengkel. Ia bertanya ke diri sendiri dan malah menjadi pertanyaan beruntun teman-temannya.

"Udah, mending ke basecamp aja. Kalo di rooftop udah sering ketahuan bu Wikwik."

"Ah kalo gak komplit mending cafe aja gimana?" usul Rafa.

"Gaskeun!!"

Dengan diawali Varo yang berjalan di depan ketiga teman dekatnya, mereka menuju ke tempat parkir yang berada di sebelah kantin---tempat parkir langganan Varo. Karena bisa menjadi cara agar ia membolos sekolah terus menerus.

Namun, baru saja akan memasuki tempat parkir itu, terdengar teriakan yang sangat familiar dari telinga Varo.

"MAU KE MANA KALIAN?! JANGAN KABUR!"

"Mampus!! Buruan kabur! Lari!" Varo memberi aba-aba agar ia dan ketiganya cepat lari dari bu Wiwik.

Guru itu mengejar mereka sambil membawa rotan panjang yang biasa ia bawa untuk menakut-nakuti murid-muridnya.

Mereka berlari terengah-engah sampai mentok ke area belakang sekolah. Pagar setinggi tiga meter membuat mereka bingung akan kabur lewat mana. Skakmat! Ini jalan buntu. Varo menepuk dahinya lalu membegokan dirinya sendiri.

ALVALERRON ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang