"selamat pagi sayang"sapa Lisa begitu ia membuka pintu ruang rawat Jennie.
Kedua tangannya dipenuhi oleh keranjang buah dan beberapa makanan lainnya. Sengaja ia memenuhi ruangan Jennie dengan banyak makanan, agar ia bisa lebih banyak menghabiskan waktu berdua.
Sementara Naeun ia titipkan pada kedua unnienya. Bukan maksudnya membiarkan Naeun begitu saja, Lisa pikir Naeun pasti juga membutuhkan waktu untuk kembali menerimanya. Ia juga akan kembali melakakukan pendekatan pada putri kesayangannya itu setelah ia menyelesaikan masalahnya dengan Jennie.
"Apa rasa malumu sudah hilang? Aku sudah mengusirmu berkali-kali" tanya Jennie tajam.
Pertanyaan yang sebenarnya mengiris hati Lisa, namun ia tepis jauh rasa itu dengan senyuman lebar yang ia berikan pada Jennie. Anggap saja Jennienya sedang merajuk padanya.
Lisa semakin mendekat pada Jennie, meletakkan semua bawaannya di atas meja di samping brankar Jennie. Setelahnya ia kembali menatap Jennie tanpa melepaskan senyuman manisnya.
"Sayang,, apa Gunhoo sudah makan?" tanya Lisa.
Jennie mendelik tajam mendengar pertanyaan Lisa. Mengerti akan hal itu, Lisa segera memberikan penjelasan. "Hmm,,, itu,,, karena kau belum menyiapkan nama,, aku pikir nama Gunhoo terdengar bagus untuknya"jawab Lisa menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, kikuk ditatapi Jennie.
"Bahkan tanpa malunya kau memberikan nama untuk putraku" ujar Jennie dengan senyuman sinis.
Tapi Lisa tetaplah Lisa. Ia mengabaikan semua kata-kata tajam Jennie yang menyakiti hatinya. Biarkan saja, anggap saja ini adalah luapan rasa sakit Jennie, hingga mereka sama-sama merasakan sakit.
"Apa dia sudah meminum asi?"tanya Lisa lagi.
"Apa pedulimu"jawab Jennie ketus.
"Aku hanya tak ingin ia kelaparan, J" balas Lisa.
Lisa melirik pada box bayi, Gunhoo tengah menggeliat karena terbangun dari tidurnya. Mungkin karena ia mendengar perdebatan antara mommy dan daddynya. Tatapan Lisa kembali mengarah pada Jennie yang tampak mengacuhkan keberadaannya.
"Sayang,, apaa,, apa aku boleh menggendong Gunhoo?"izinnya terlebih dulu. Ia tak ingin Jennie berpikir seperti sebelumnya bahwa ia akan mencelakai putranya.
Tak ada jawaban dari Jennie, membuat Lisa serba salah untuk melakukannya. Terlebih putranya itu menangis, Lisa juga tak mengerti apa yang dirasakan Gunhoo, mungkin saja ia haus atau bisa saja ia baru buang air kecil. Namun mendengar tangisan Gunhoo tentu membuatnya tak tega.
"Baiklah kalau tak boleh. Box Gunhoo biar ku dekatkan saja ya, agar kau bisa menggendongnya"ujar Lisa mengambil jalan tengah, setidaknya mengalah adalah pilihan terbaik untuk sekarang.
Lisa mendorong box bayi Gunhoo mendekat pada brankar Jennie. Kemudian menatap Jennie dengan wajah sendunya, karena Jennie sama sekali tak bergerak mengambil Gunhoo.
"Sayang,, kumohon,, jika kau membenciku setidaknya jangan mengabaikan putra kita. Atau anggap saja aku tak ada disini"ujar Lisa lirih.
Jennie meneguk ludahnya, sekuat tenaga ia mempertahankan kemarahannya walau airmata telah menggenangi pelupuk matanya.
Jujur saja, disaat seperti ini Jennie ingin sekali Lisa memperlakukannya dengan lembut dan memanjakannya. Tapi entah mengapa egonya menolak semua itu, yang tersisa hanya rasa sakit hati dan kebenciannya.
"Aku akan menunggumu dan Gunhoo di sofa, jika kau butuh sesuatu panggil saja"ujar Lisa sembari memegang kaki Jennie yang tertutupi oleh selimut.
Lisa perlahan menjauh dari Jennie, ia menarik kain penyekat antara sofa dan brankar, agar Jennie lebih leluasa mengurus Gunhoo tanpa melihat Lisa. Lisa duduk di sofa sembari memperhatikan bayangan Jennie dan Gunhoo dari balik kain, ia tersenyum pilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You Season 2
AcakSequel of For You (Jenlisa) Dan mari jelajahi kisah Jennie dan Lisa selanjutnya.