Lettha membuka matanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina nya. Ia melirik ke arah nakasnya, jam baru menunjukan pukul 6 pagi. Biasanya ia akan bangun pukul sepuluh siang saat hari Minggu seperti ini, itupun karna kenza yang terus saja menggedor pintu kamarnya dan berakhir pada aksi saling lempar bantal karna kejahilan kenza. Tapi hari ini berbeda, tidurnya tak bisa senyenyak biasanya. Dan tak ada kenza yang menggedor pintu kamarnya.
Lettha bangun dari tidurnya lalu beranjak ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Setelahnya ia keluar dari kamarnya lalu berjalan ke arah dapur. Saat sampai di anak tangga terakhir, ia menatap ke setiap penjuru rumahnya, sepi. Ini yang ia rasakan sekarang. Ia sendiri, di rumah sebesar ini tanpa seorang pun yang menemaninya. Biasanya saat ia turun, akan ada kenza yang sudah duduk manis di meja makan, menunggunya untuk sarapan bersama. Tapi sekarang tak ada.
Lettha menghela nafas panjangnya. Ia mengambil minum dari dalam kulkas lalu meminumnya dengan sekali tegukan. Setelahnya, ia berjalan ke sofa didepan TV lalu duduk disana. Lagi lagi ia sendiri. tak ada kenza yang akan berebut remot tv dengannya. Atau beradu pendapat tentang film yang sedang mereka tonton.
Suara pintu terbuka membuat lettha menoleh. Terlihat seorang pria paruh baya berjalan melewati ambang pintu. Dengan baju kusam dan kantung mata hitam. Kali ini tidak dalam keadaan mabuk. Lettha mengalihkan pandangannya pada siaran tv.
"Baru pulang?kemana aja?udah lupa ya sama keluarganya?" Kata lettha setelah mati-matian ia menahan untuk tak mengucapkannya membuat andre menghentikan langkahnya di depan pintu kamarnya lalu menatap lettha dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Mau sampai kapan ayah kaya gini?" Lettha menjeda ucapannya sejenak. "Kematian Oma udah berlalu hampir dua tahun. Sampai kapanpun pelakunya ga akan terungkap dengan kelakuan ayah kaya gini." Lanjutnya tanpa menatap Andre. Andre tertegun di tempatnya atas ucapan Putri nya itu.
"Ayah terlalu sibuk dengan keterpurukan ayah. Sampai ayah lupa kalo masih ada lettha, abang, sama bunda. Sampai bunda yang turun tangan kerja siang malam buat nyari nafkah, ga ada waktu lagi untuk dirumah"
"Lettha Uda cape liat ayah yang terus-terusan kaya gini. Lettha ga tega liat bunda terus-terusan kerja banting tulang buat ngehidupin lettha sama Abang. Dan ayah pasti ga tau kan" lettha kembali menjeda ucapannya. Tenggorokannya tercekat ia tak menyangka akan berbicara tak sopan seperti ini pada ayahnya. Air mata nya pun sudah mengalir sejak tadi.
"Udah seminggu Abang sekarat dirumah sakit. Iya. Ayah pasti gatau. Karna ayah terlalu sibuk dengan keterpurukan Ayah yang ga seharusnya sampai selarut ini" katanya lalu berdiri menaiki anak tangga dan bergegas menuju kamarnya.
Bagai di hantam batu besar. Andre benar-benar tak pernah ingin seperti ini. Semua ucapan lettha benar adanya. Tak seharusnya ia seperti ini, menelantarkan keluarganya selama hampir dua tahun lamanya. Kakinya terasa lemas saat menyadari semuanya. Air matanya mengalir tanpa ia sadar. Dengan segera ia menyusul lettha ke kamarnya. Ia ingin memperbaiki semuanya. Ia tak mau menyia-nyiakan waktu lagi.
"Lettha" katanya lirih seraya mengetuk pintu kamar lettha.
"Lettha lagi pengen sendiri yah, Uda cukup. Mending ayah pergi dulu, lettha ga mau sampai ngomong yang lebih ga sopan lagi sama ayah." Katanya parau dari balik pintu.
- - - - - - - -
:'(
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Seee youuu💛🌈
KAMU SEDANG MEMBACA
ALETTHA [Completed]✔
Fiksi Remaja[selesai] •tidak direvisi ulang• Tak selamanya es akan beku bukan? Ada kalanya ia akan mencair. Begitupun dengan dia. Tak selamanya bersifat dingin. Diapun pasti memiliki sifat hangat dibalik sifat dinginnya. Tinggal tunggu waktu dan kehadiran orang...