16. Hukuman

868 72 10
                                    

*Cuma mau bilang, semoga kalian ikut emosi ya :'v
Tengkyu, enjoooyy!
------------------------------------------------------











“Ayah Ibu kamu ngajarin kamu apa sih, ya ampun!” ucap guru itu yang belum menyadari death gaze (tatapan mematikan) dari Renata.

Airin ikut merasakan apa yang dirasakan Renata. Emosinya ikut memuncak.

Renata berdecih.

“Harusnya saya yang tanya itu ke anda! Apa yang diajarkan orang tua anda, bagaimana orang tua anda mengajarkan tata krama dan sopan santun! Apa harus anda bawa-bawa orang tua saya?! Apa harus ibu kandung saya yang pergi entah ke mana itu ikut terbawa? Bangsat!” teriaknya. Seperti layaknya orang yang sedang kesurupan, Renata melotot dan tangannya menunjuk-nunjuk guru itu dengan nada kasar.

Kelas semakin gaduh, antara ingin memisahkan tapi takut pada Renata.

“Berani sekali kamu!”

“Karena hanya orang penakut yang harga dirinya mau diinjak-injak! Dan sejak tadi saya diam karena saya mengaku salah! Tapi apa balasan yang saya dapatkan? Apa hukumannya harus hinaan seperti itu?”

“Saya akan adukan kamu ke BK. Saya akan memberikan hukuman paling berat! Camkan itu Renata!”

“Iya laporkan saja! Laporkan juga ke papa saya, supaya beliau kecewa lagi! Dan itu lagi-lagi karena anda!”

Bu Agnes berjalan dengan terburu-buru, wajahnya merah padam. Baru kali ini, seorang Renata Syafa mempresentasikan amarahnya di depan kelas. Baru kali ini juga ia mempersembahkan air matanya pada teman sekelas, diikuti juga kepalan tangannya.

Teman-temannya sudah berdiri, Namida buru-buru mendekatinya. Dan mengajaknya duduk.

“Tenang ya Ren, tenang. Nanti kita semua bantuin lo,” ucap Julia menenangkan. Seketika meja Renata penuh dengan kerumunan teman-temannya. Kecuali Airin, ia sedang bergelut pada lamunannya. Ia sangat marah dengan Stefany.

“Iya Renata, kamu jangan nangis lagi... aku jadi sedih. Udah ya, kita bakalan bantuin kamu sebisa kita.”

Airin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Rasanya seperti melihat batu yang biasanya kokoh jika ditetesi air itu, ternyata akan hancur juga jika dibantu oleh kapak.

Bagai Renata, perempuan kuat yang ada di kelas. Yang biasanya bersikap cuek, galak dan semacamnya... sekarang malah menangis. Satu kelas pun merasakan apa yang dirasakannya.

Isak tangisnya bagai duka bagi Ips-3. Wajahnya memerah, dan karena tak tega Namida tiba-tiba meneteskan air matanya lalu memeluk Renata.

Julia terenyuh, ia mengusap-usap pundak Renata. Teman-teman yang lain ikut menyemangati Renata, karena mereka tau betul Renata tidak berbohong.

“Emang ya dugaan gue, Stefany bukan orang bener!” ucap Laluna. Julia menggeleng, membuat Laluna menghembuskan napasnya.

“Pokoknya, kalo Renata dihukum berat, kita harus bantu! Oke?” proklamasi Eka dengan semangat ‘45.

Semuanya membalas dengan gentar dan kembali duduk kala Bu Erna memasuki kelas dengan muka marah.

“Renata Syafa, ikut Ibu!” katanya tegas. Namida menguatkan Renata kembali.

Renata sudah menghapus jejak air matanya dan memasang mimik wajahnya seperti biasa. Dia harus berani, karena hanya orang penakut yang harga dirinya mau diinjak-injak. Dan Renata akan menjunjung tinggi harga dirinya. Harus.

“Baik, Bu.” Renata mengikuti langkah Bu Erna dengan mata sembap. Beberapa siswi yang berpapasan dengannya di koridor nampak bingung apa yang sudah terjadi.




RENATA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang