31. Prasangka

766 58 12
                                    

“Ken, lo ga bisa diem apa?!” bentak Renata karena merasa terganggu dengan Ken. Mejanya sedari tadi bergerak tak menentu arahnya karena ulah cowok itu, membuat Renata pusing.

“Tau!” timpal Namida yang ternyata sedari tadi menyimpan kekesalan yang sama.

Bukan hanya Ken yang terkejut, Pak Iman yang mengajar pun hampir kehilangan jantungnya.

Memang emosi Renata hari itu sulit dikontrol. Selain memang dirinya galak, ia juga sedang datang bulan yang mendukungnya untuk menganggap semua orang punya kesalahan.

“Buset Renata kalo marah,” bisik Eka.

“Brisik lu!”

“Ya elah cuma ngomong gue,” balasnya lagi.

Eka manyun karena sedikit baper dengan omelan Laluna. Mengapa ia bisa duduk dengannya?

“Eh!” bisik Julia. Eka dan Laluna mendongak.

“Airin tidur, gais,” adu Julia. Ia sedikit bingung. Karena ia ingin membiarkan Airin menyembuhkan sakit kepalanya, tapi di sisi lain ia tak tega kalau Airin terus-terusan seperti itu.

“Masa sih?”

“Noh!”

“Eh, dari tadi lo nyadar ga, sih? Renata bareng Stefany terus.”

“Iya, enek gue liatnya. Lagian juga kenapa sih Renata ga bisa liat tu nenek lampir aslinya kek mana? Jelas-jelas tukang ngadu domba gitu, liat aja nih nanti.” Julia benar-benar sudah naik pitam.

“Kalo gue sih ngga ngertinya kenapa Renata bisa deket lagi sama Stefany? Padahal gara-gara tuh bangsat dia dihukum sebulan, ish sumpah ga ngerti!” ujar Laluna. Yang lain ikut mengiakan.

“Emhh....”

Airin mendongakkan kepalanya. Julia sedikit terkejut.

“Pusing?”

“Masih nih,” ucapnya dengan tangan yang menyentuh kepala.

“Dari tadi pusing lo ga sembuh-sembuh Rin, mending lo berdua ke UKS dah.”

“Iya bener kata Eka, udah sana. Nanti gue yang koreksiin tugas kalian.”

Julia menatap Airin. “UKS?”

Airin mengangguk pelan, perempuan itu menyetujui karena kepalanya benar-benar pusing. Mungkin juga rencana maaf-maafannya terpaksa tertunda.

“Gue nitip HP ya.”

Airin dengan tubuh langsingnya, bulu tebal di tangan dan kumis tipis berdiri dengan perlahan. Julia yang lebih tinggi darinya itu merangkul Airin.

“Pelan-pelan,” kata Julia. Keduanya berjalan ke depan. Pak Iman masih belum peka dengan kehadiran mereka, jadinya terkejut.

“Ih Airin kenapa?” tanya Namida. Renata tak meloloskan Airin dari pandangannya.

“Makasih, Pak.”

Julia dan Airin keluar kelas lalu menuju UKS. Dilihat-lihat, Airin sangat cantik jika diperhatikan dalam wajah kalem seperti itu. Dengan sepatu hitam kaus kaki pendek, seragamnya yang terlihat pas dan tubuhnya yang langsing. Lagi-lagi, adik kelas yang melihat mereka harus puji syukur atas nikmat Tuhan yang tiada tandingannya.






Stefany Gyeolin sedang merangkum pelajaran sejarah dari buku paketnya. Ia mengerjakannya dengan malas-malasan karena lapar.

Lalu ia melihat Julia dan Airin berjalan ke depan kelas. Tapi bukan itu yang ia perhatikan, melainkan Renata. Perempuan jutek itu memperhatikan Airin sepenuhnya, membuat Stefany lagi-lagi harus menyusun rencana.

RENATA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang