52. I'm Nothing Without You

887 56 7
                                    


“Assalamualaikum!!”

Perempuan dengan rambut indah terurai itu menarik kopernya dengan cetakan senyum. Ada jaket berbahan tipis yang ia sangkutkan di tangan kanan.

Kemeja dengan ukuran yang cocok di tubuhnya itu menampilkan sosok perempuan yang cantik dengan tinggi semampai.

“Waalaikumsalam, Sayang! Papa kangen banget sama kamu, Renata.”

Wirawan menyambut kehadiran putrinya dengan hati bahagia. Langsung ia dekap perempuan itu dan dikecupnya.

“Aaaa... Renata jadi males kuliah lagi...” rengeknya.

“Ga boleh gitu dong, nanti impian kamu jadi politikus bagaimana?”

Santi mendekat dan meraih pundak anaknya, setelah itu ia bawa ke dalam pelukan.

Renata Syafa, perempuan yang sudah menginjak usia 20 tahun. Harus berjuang di salah satu universitas ternama di Indonesia. Mengambil jurusan ilmu politik dan hidup sendirian di tengah-tengah ramainya ibu kota.

Renata menyewa sebuah apartemen di satu tempat yang dekat dengan tempat kuliahnya. Intinya, Renata yang dulu masih memakai rok abu-abu kini sudah menjadi perempuan cantik yang berwawasan luas di bidang politik.

Sahabat-sahabatnya pun saling berpencar mencari bakat masing-masing.

“Mama, aku kangen tauu. Kenapa setiap aku telepon angkatnya lama banget?” kelakarnya. Santi terkekeh.

“Kamu yang kenapa, menelepon orang tua tengah malam! Saat ditelepon balik malah ngga dijawab, memang kamu ini!!” Santi menarik hidung mancung Renata.

Lalu muncul Bik Ila dan Renata langsung tersenyum manis kemudian mendekati wanita paruh baya yang juga terdapat perempuan bernama Naila, anaknya yang terpaut 3 tahun dengan Renata.

“Bik...”

Renata memeluk Bik Ila. “Aku juga kangen sama Bibik. Bibik sehat kan?”

“Alhamdulillah sehat Non, Bibik juga kangen banget.”

“Non Renata makin cantik aja.” Naila terkekeh dan memijit bahu ibunya pelan karena salting.

“Bisa aja.”

“Yaudah, Non, Tuan, Nyonya, aku sama ibu ke kamar dulu ya?”

“Iya silakan,” ucap Renata.

“Santi, ayo pergi, jangan jadi pengganggu.” Wirawan menarik istrinya dan keduanya tertawa. Renata menatap kedua orang tuanya dengan pandangan bingung.

“Mah, Pah, pengganggu apa?”

Tiba-tiba bahunya ditepuk. Renata membalik badannya.

“Assalamualaikum, Cantik.”

“Waalaikumsalam.” Matanya tidak bisa berkedip, jantungnya berpacu lebih cepat.

Laki-laki yang dihadapannya itu tersenyum. Renata langsung meneteskan air matanya dan menarik pemuda itu ke pelukannya. Kaos hitam dengan tulisan hehehe di depannya itu ia basahi di bagian dada, membuat Dimas terkekeh.

“Renata, gimana di sana?”

“Baik, Dimas, aku baik. Gimana kamu?”

“Aku di sini baik-baik aja, ya walaupun harus sabar banget sih nunggu kamu pulang!”

“Maaf ya, makanya, pake HP!”

“Iya iya, nanti aku beli.”

“Ayo duduk.”

Renata menarik Dimas ke sofa dengan warna cerah. Lalu ia menatap wajah itu dekat, hanya berjarak 10 senti antara wajahnya dengan wajah Dimas.

Renata menyentuh pipi Dimas. Dimas menarik tangan itu dan menjauhkannya.

RENATA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang