14. Salah Bicara

878 72 0
                                    

Renata sedang mengingat-ingat siapa guru yang mengajar di jam pertama dan kedua hari itu. Sambil bersandar pada tembok, tangannya mengelus-elus dagu lembutnya.

Hari ini Bu Agnes apa Bu Citra, ya? Kalo Bu Agnes, mending gue cuci muka dulu biar ga emosi. Tapi kalo Bu Citra... ah udah lah gue ke kelas sekarang. Kalaupun itu Si Agnes, gue diem aja.

Renata merapikan alat kebersihan yang sebelumnya ia pakai. Sebenarnya, toilet di sekolah itu sudah bersih. Jadi Renata mengerjakannya dengan leyeh-leyeh pun hasilnya tetap sama.

“Misi Bu!”

“Iya?” balas Bu Kokom, salah satu jajaran guru BK.

“Saya udah selesai bersihin toilet, apa tasnya boleh saya ambil?”

“Oh, silakan.”

Renata langsung mengambil tasnya. Setelah itu mengucapkan terima kasihnya pada Bu Kokom. Ya memang ia sangat tidak suka melawan guru, karena ia sendiri sangat mengetahui keberkahan ilmu yang mempengaruhi. Namun ada saja guru yang membuatnya naik darah!

“Misi,” salam Renata saat sampai di ambang pintu.

Bu Citra tersenyum ramah, memang guru bahasa itu sangat disukai banyak siswa. Renata masuk dengan hati tenang.

“Kamu kenapa dihukum?”

“Telat, Bu.”

“Oh, yaudah silakan duduk. Jangan lupa ya catat tulisan yang ada di papan.” Renata mengangguk dan berterima kasih.

Diliriknya Airin. Satu pertanyaan mengelilingi kepalanya.

Kenapa dia pindah?










“Renata, gapapa 'kan aku duduk di sini?” tanya Namida. Perempuan keturunan asli Jepang. Rambut pendek berwarna hitam legam dan kulit putih.

“Iya, gapapa.”

“Maaf ya kalo kamu ngga nyaman, tadi pagi Airin minta ke aku sama Julia untuk pindah posisi duduk. Aku yang pindah ke sini karena Julia belum selesai ngerjain PR, jadi ngga berani deh duduk di baris kedua.”

“Iya, gapapa. Maaf ya kalo Airin ngerepotin lo.”

Namida tersenyum. “Iya, ga masalah.”

Renata menulis catatannya dengan banyak pikiran. Tanpa diketahui Renata, dari belakang sana, Airin memperhatikannya dengan tatapan berbeda.

Kriing... Kringg... Kringg!

Bel istirahat berbunyi, Julia mengajak Namida untuk menemaninya ke perpustakaan. Meski sebelumnya Namida mengajak Renata terlebih dahulu, dan karena adanya penolakan halus ala Renata Syafa, Namida dan perempuan blasteran Bali-Italy itu akhirnya pergi.

Lalu sebelum berdiri menemui Airin agar lebih cepat proses permintaan maafnya, tanpa disangka, Airin sudah lebih dulu berdiri di sampingnya.

“Semalem ada perlu apa sampe dateng ke rumah?” tanyanya dengan sedikit jutek. Renata masih diam karena terkejut dengan pertanyaan itu. Bagaimana bisa? Bukankah ia sudah meminta orang rumah Airin untuk tidak buka suara?

“Semalem gue liat mobil yang plat nomornya sama kayak lo keluar dari rumah gue. Jadi lo ga bisa ngeles.”

Baru saja ingin menjelaskan, terdengar teriakan manusia yang memanggil namanya. Tak bisa dipungkiri itu adalah suara Stefany, walau masih jauh.

“Eh—temen lo dateng. Yaudah, gue keluar duluan ya!” katanya dengan nada yang membingungkan. Antara kecewa atau lebih ke... Terdengar seperti sindiran.




RENATA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang