21. Renata dan Ica

787 65 5
                                    

Pagi hari yang cerah, Airin menghirup udara segar di depan kelasnya. Di mana terdapat pohon mangga dan pot-pot kecil yang ditumbuhi TOGA.

Tak lupa ada daun jambu yang sempat ia petik di dekat gerbang masuknya tadi. Airin menciuminya karena baginya itu sangat harum.

“Hai!” sapa seorang cowok yang sudah tak asing di telinganya.

“Duh laper nih,” kata Airin mengode.

“Nih!” katanya diikuti sodoran kotak makan. Karena respons Airin yang malah melamun, ia membukanya tepat di depan mata.

“Inget sama yang kemarin gue bilang, 'kan?”

Airin mengangguk.

“Baru beberapa hari dia ga ada di kelas, rasanya kayak ada yang beda banget.”

“Pasti lah, oiya, lo udah pastiin 'kan kalo temen lo yang sipit itu kemarin ga cerita apa-apa?”

“Namida! Ish Dion dia 'kan punya nama!”

“Iya iya maaf, gue lupa namanya.”

“Yaudah, kenapa emang kalo Renata tau?”

“Pasti itu buat Renata mikir macem-macem. Dan takutnya bakal ganggu misi kita!”

“Anjay misi,” kata Airin.

“Weh iyalah!”

Keduanya saling tertawa lepas. Dan Airin berharap semuanya akan kembali seperti semula.






Renata bangun dari tidurnya dengan posisi terduduk. Matanya mulai meraba dan ia menghembuskan napasnya kala melihat kondisi tangannya yang memerah karena bekas darah semalam.

Selain dingin, cuek, tertutup dan hal lainnya. Renata adalah anak yang juga memiliki selfharm, di mana ia akan menyakiti dirinya sendiri kala emosi meluap, atau ada hal yang membuatnya membenci dirinya sendiri.

Meski sedikit perih, Renata mengusap-usapnya dengan kasar. Membuat beberapa goresan terbuka kembali. Lalu ia meringis.

Ia bergeliat, tangannya sengaja ia jauhkan dengan mata tertutup menahan sakit.








Karena memang bangun siang, Renata langsung mandi dan memilih baju yang mampu menutupi luka kecil-kecilnya di lengan sebelah kiri.

Ia menggunakan topi hitam dan masker. Dengan cardigan hitam juga dan celana jeans biru.

Di langkahnya menuju halaman, terdengar rengekan Ica yang menangis. Bu Aisyah terlihat sibuk menenangkannya.

“Kenapa, Bu?”

“Ini Non, Ica nangis karena sekolahnya telat. Pak Anas yang biasanya nganter juga baru mandi.”

“Yaudah ayo sama saya aja!” kata Renata. Bu Aisyah nampak terkejut.

“Ayo buruan,” ajak Renata lagi. Bu Aisyah mulai menyuruh Ica untuk berhenti menangis.

“Ayo,” ajak Renata dengan menggandeng tangan Ica.

“Hati-hati ya Non, Ica jangan nakal!” ucap Aisyah. Renata mengangguk. Pak Joko yang sudah memperhatikan sejak tadi sudah siap membawa mereka keluar rumah.

“Saya bawa sendiri aja, Pak. Sekalian mau pergi,” ucap Renata mengambil kunci di tangan sopirnya.

“Baik Non, hati-hati.”

Renata bergerak terburu-buru untuk memasuki mobilnya. Ica nampak kaku karena takut dengan kakak cantik di sampingnya.

“Kamu kelas berapa?”

RENATA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang