36. Perdebatan

538 53 5
                                    

Dimas duduk di kursi yang ia tarik dari meja rias. Tangannya memegang sendok yang ia gunakan untuk memasukkan sesuap nasi beserta lauknya ke mulut perempuan yang sukses membuatnya cemas.

“Jangan bilang papa ya, Dimas.”

Tidak ada jawaban, setelah mendengar ucapan Renata bahwa perempuan itu meminum minuman haram, Dimas langsung menutup mulutnya rapat tanda kecewa.

“Gue juga gatau kenapa bisa ngelakuin itu.”

Dimas kembali menjulurkan tangannya untuk menyuapi Renata. Renata sendiri sudah menyadari perubahan sikap itu, ia juga menyesal dan kikuk.

“Hidup lo udah enak, ga usah dibuat susah.”

Ucapan Dimas mampu membuat Renata menatap Dimas penuh. Keringat yang bisa ia lihat di kening cowok itu, dengan rambut yang berantakan karena sebelumnya terlalu ceroboh untuk menyiapkan semuanya.

“Artinya lo ga sayang diri lo sendiri.”

Renata diam, baru kali itu ia melihat Dimas marah. Ia diam karena sedikit takut, dengan intonasi datar pula Dimas mengatakannya.

“Gue cuma mau ngomong, kasih tau yang sebenernya ke elo. Dan gue harap lo bisa percaya.”

“Apa?”

Dimas membalas tatapan Renata. “Sebelumnya gue mau nanya, siapa yang waktu itu dateng ke rumah lo pas kita lagi makan?”

“Ah... Siapa?” Karena masih di bawah pengaruh minuman, ingatan Renata sedikit terhambat. Dimas mendengus sebal. Tapi Renata membuka mulut lagi setelahnya.

“Oh, Stefany maksudnya?”

“Iya,” sahut Dimas. “Dia yang udah nuduh lo, Ren. Dia nanya ke Bik Ila gue itu siapa, karena saat itu mungkin dia ngeliat gue terlalu deket sama lo.”

Renata membuang wajahnya. “Ck! Udah ketemuan berapa kali sih elo sama Airin, Dim...?”

“Ren, gue sebenernya ga mau memperdebatkan ini sama lo. Tapi, setelah elo bilang ada pengkhianat, gue ga bisa percaya  kalo Airin lah yang ngelakuin semuanya.”

“Lo gatau Airin yang sebenernya, Dimas. Cukup lo duduk di situ, diem dan temenin gue.”

Dimas menggelengkan kepalanya, semakin tak mengerti dengan perempuan di dekatnya. “Harusnya gue yang nanya itu. Dibanding elo, gue udah kenal Airin lebih lama. Gue kenal dia, seperti apa Airin gue udah hafal. Tinggal elo Ren! Lo itu mudah dihasut. Gue mulai ga percaya kalo di depan gue ini beneran lo.”

“Dimas stop ya!” cetus Renata yang sudah muak.

“Renata tolong dengerin gue, gue harus berbuat apa supaya lo percaya? Emang seberapa lama sih lo deket sama Stefany, huh? Udah tau semua latar belakang dia, Ren? Lo tau dia dulunya sekolah di mana? Ngga 'kan?!”

Renata menjulurkan tangannya kemudian merebut mangkuk yang ada di tangan Dimas. “Keluar.”

Dimas mengangguk, matanya menyorot penuh rasa kecewa, cowok itu berdiri.

“Asal lo tau, gue ngelakuin semua ini karena gue peduli sama lo,” ucap Dimas. “Dan asal lo tau juga, Renata, kalo gue sayang sama lo,” lanjutnya dalam hati.

“Jangan lupa ganti baju.” Setelah berucap, Dimas langsung keluar. Renata memikirkan semua ucapan Dimas, dari mulai ocehannya yang menyudutkan Stefany, dan juga saat.... dia mengatakan kalau ia peduli.









Tiga hari berlalu Renata masih suka mengonsumsi susu sapi. Di tangannya terdapat satu kemasan susu kotak. Ia duduk di salah satu kursi kantin yang sering ia duduki.

RENATA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang