50. Terungkap

715 57 12
                                    

Renata masih menutup matanya, tidurnya pulas sekali karena semalam ia tidak bisa tidur. Wirawan pun mengambil cuti untuk tetap di rumah. Santi semalam menginap di rumah Bu Aisyah, atas perintah Wirawan.

Pagi itu, sekitar jam 8, Wirawan menelepon Bu Erna untuk memberi izin anaknya. Setelah itu ia duduk di sofa sambil memikirkan jalan keluar atas semua masalah.

“Mas...”

Santi muncul, memang tadi pagi dia sudah ke rumah itu lagi bersama Bu Aisyah, wajahnya tetap cantik, rambutnya diurai persis seperti sedang melihat kembaran Renata.

“Duduk.”

“Mas, aku minta maaf udah meninggalkan kamu.” Santi duduk, memberi jarak beberapa senti dari Wirawan.

“Iya, ga apa.”

“Mas, aku mau menjelaskan semuanya. Menjelaskan kenapa aku ga kembali ke kamu setelah sekian lama. Belasan tahun aku menahan rindu ke kamu, ke anak kita.” Santi menangis. Wirawan menoleh.

“Kenapa? Bukannya kamu sudah bahagia dengan pria pilihanmu itu?”

Santi menggeleng dengan tangan yang menyeka air mata di pipinya.

“Dia menipuku, Mas.”

“Maksudnya?”

“Lihatlah,” kata Santi sambil menunjukkan memar di pelipisnya. Lalu memperlihatkan lagi luka-luka goresan dan memar di tangannya.

“Sebenarnya masih banyak, hanya saja kamu bukan suamiku lagi dan aku tidak bisa memperlihatkannya.”

Wirawan mengernyitkan keningnya. “Coba jelaskan, aku ga paham, Santi.”

“Dia menikahiku bukan karena cinta, tapi karena dendam, Mas. Dia masih marah mengapa aku lebih memilih menikah denganmu dulu dibandingkan dengannya. Memang awalnya dia begitu terlihat baik dan sayang sama aku, tapi semuanya palsu.

Aku dikurung di dalam kamar, ngga diperbolehkan keluar rumah, bahkan ke kamar mandi saja aku harus memohon-mohon padanya. Aku dipukuli saat dia mabuk, aku dibiarkannya kelaparan saat dia tugas di luar kota.

Aku sudah berusaha kabur, sudah berkali-kali, namun selalu gagal karena pengawasan terlalu ketat. Bahkan beberapa tetangga ikut menangkapku saat aku berusaha melarikan diri, bukan membantu.

Aku sakit, Mas. Aku rindu sekali dengan semua kenangan kita, rasanya kamu adalah laki-laki paling baik yang pernah aku kenal. Bahkan, meskipun aku sudah menyakitimu, kamu masih mau menerimaku di sini.”

Santi menggenggam tangan Wirawan. Ayah dari Renata itu meneteskan air dari mata kanannya. Sudah aku bilang, bukan? Wirawan sangat mencintai Santi, karena baginya, cinta sejatinya hanya pada wanita itu.

“Aku sudah memaafkanmu, aku memaafkanmu, Santi.”

Keduanya berpelukan.

“Kenapa kamu ngga mencari penggantiku, Mas? Kenapa kamu membiarkan Renata hidup tanpa seorang ibu?”

“Karena yang aku cinta cuma kamu, dan bagiku, kamu tetaplah ibu dari Renata, anakku. Dan takkan pernah bisa digantikan dengan siapapun.”

“Terima kasih, Mas. Aku beruntung pernah merasakan bagaimana rasanya berumah tangga denganmu.”

Renata mulai melepas bekapan di mulutnya. Sedari tadi dia mendengarkan semua percakapan Santi dan Wirawan di balik pintu. Awalnya dia melihat Santi dari halaman, setelah itu masuk ke rumahnya. Karena penasaran, Renata turun lewat depan dan mendengarkan semuanya.

Dia menangis, ternyata semuanya salah. Ternyata perkiraan kalau ibunya jahat itu salah. Santi rupanya benar-benar menyayanginya. Meski kesalahan tetap ada karena meninggalkan Wirawan dan perlakuan buruk dulu.

RENATA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang