17. Dilema

899 71 4
                                    

“Selama kamu di rumah, Ibu harap itu bukan waktunya kamu bermalas-malasan. Jangan lupa belajar dan belajar, Ibu yakin kamu anak hebat, Renata.”

“Iya Bu, makasih.”

“Maaf Ibu ga bisa nemenin kamu nunggu jemputan, ada orang tua murid yang udah nunggu dari tadi. Ibu tunggu kehadiran kamu di sekolah ini lagi, ya!”

Bu Meta tersenyum sangat manis dan mencubit pipi Renata gemas. Renata mengangguk dan melihat Bu Meta yang sudah menjauh.










Sengaja ia memesan ojek online, di perjalanan ia berpikir keras tentang respons papanya nanti seperti apa.

“Udah nyampe, Neng.” Renata tersadar dan segera turun. Memberikan selembar uang berwarna hijau, lalu mengucapkan terima kasih setelah itu pergi.

Renata meneruskan langkahnya untuk membuka pagar. Rumahnya terlihat sepi, pasti orang-orang rumah sedang berada di dalam.

“Loh, Non Renata?” tegur Pak Anas dengan gunting rumput di tangannya, rupanya ia muncul dari belakang.

“Iya.”

Buru-buru ia masuk dan sedikit berlari untuk sampai di kamarnya. Bik Ila dan Bu Aisyah yang sedang mengelap meja sambil mengobrol itu melihat kehadiran Renata.

“Loh Non? Ada yang ketinggalan? Sini Bibik siapin,” cerocos Bik Ila. Sementara Bu Aisyah memasang wajah terkejutnya.

“Saya ada masalah di sekolah makanya dipulangin, Bibik jangan kasih tau ke papa dulu, ya. Biar nanti saya yang ngomong langsung nanti malam.”

“Tapi Non gapapa, 'kan?” tanya Bu Aisyah.

“Gapapa. Oiya saya mau susu sapi, nanti bawain ke kamar ya,” teriak Renata sambil menaiki tangga. Bu Aisyah dan Bik Ila mengiakan.

“Gausah kaget Bu, Non Renata sering kena hukum. Emang anaknya suka ngeberontak, tapi sebenernya baik kok!”

“Iya Bik, saya juga bisa ngeliatnya kok,” ucapnya lalu tersenyum, “Oiya, saya aja ya Bik yang nganter susunya?”

“Iyaa! Bikin gih.”










Renata memasuki kamarnya dan menutup kembali, tubuhnya bersandar pada pintu tersebut dan menurunkan tasnya dari pundak.

“Apa yang udah gue lakuin?!” gumamnya dengan desahan lirih. “Gimana perasaan papa nanti? Ah!” Renata nampak menyesali perbuatannya dengan meremas kepalanya sendiri.

Langkahnya kembali terdengar. Tas, sepatu dan hoodie-nya sudah berserakan di lantai.

Dengan kaus kaki putih dan baju acak-acakan Renata melempar tubuhnya ke atas kasur dengan wajah kusut.

TOK TOK TOK!

“Masuk!”

Bu Aisyah masuk dengan segelas susu di tangannya. Renata menarik kakinya supaya posisinya duduk.

“Sini aja Bu, mau saya minum.” Bu Aisyah yang awalnya sudah berancang-ancang meletakkannya di meja, menegakkan tubuhnya lagi untuk memberikan gelas itu.

“Non Renata kenapa?”

“Gapapa, Buuu...” jawabnya dengan nada panjang.

“Dihukum kenapa?”

“Bukan masalah besar, saya juga udah biasa.” Bu Aisyah memunguti tas dan barang-barang majikannya yang tergeletak di bawah sana.

“Beneran gapapa? Ibu khawatir aja, soalnyaaa waktu itu Dimas juga pernah disuruh pulang sebelum jam pulang dia yang kayak biasa. Katanya cuma ngga ngerjain PR, taunya ya Non, dia berantem. Pantesan gitu mukanya lebam, tapi dia bilangnya jatuh.”

RENATA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang