20. Berbeda atau Aneh?

977 80 5
                                    

Flashback



“Airin!” panggil Namida. Diikuti Julia di belakangnya.

“Kenapa?” Airin memutar tubuhnya dan menghadap Namida, perempuan berkulit putih, mata sipit dan bibir merah muda.

“Ikut kita ke rumah Renata, yuk? Soalnya Julia lupa-lupa inget sama jalannya.”

“Ga bisa.”

“Kenapa?” tanya Julia yang sudah sejajar posisinya dengan Namida.

“Gue ada janji lebih dulu hari ini, sorry.”

Airin langsung pergi, namun ditahan Namida. “Please...” mohon perempuan Jepang itu.

Airin melepaskan tangan Namida perlahan.

“Rin, seharusnya kamu bisa maafin Renata. Bukannya mau ikut campur, tapi aku ga bisa liat kalian kayak gini.”

Airin tersenyum dan matanya mulai berkaca-kaca. Namida memajukan bibir bawahnya, seperti biasanya, itu adalah gejalanya seorang Namida yang ingin menangis.

Julia mengelus-elus pundak sahabatnya.

“Gue juga ga mau kayak gini, buat gue Renata lebih dari segalanya.”

“Apa yang buat lo ga bisa maafin dia, Rin?” Julia buka suara, rasanya ia sedikit tak terima jika kedua sahabat itu berjalan menjauh.

“Gatauuuuu,” ucap Airin panjang. Namida mengajak mereka untuk duduk sebentar.

“Rasanya gue pengen banget meluk dia di saat kayak gini, gue pengen habisin waktu bareng dan ngeliatin dia pas ngetik cerita di laptopnya yang ada stiker panda.”

Namida mengusap pipi Airin untuk menghapus jejak air mata.

“Tapi, anehnya yang awalnya gue pengen minta maaf duluan, pas ketemu dia tuh kayak ada rasa benci mendadak. Tapi gue juga bingung deskripsiinnya kayak gimana. Gue gatauu,” jelasnya.

Julia dan Namida diam, sedang berpikir kira-kira jalan keluar seperti apa yang bisa mereka lakukan.

“Gue minta, kalian ngga bilang semua tentang gue ke dia, ya. Jangan bilang kalo gue sampe nampar Stefany, oke?”

“Kenapa?”

“Gue takut dia benci sama gue,” ucapnya dengan senyuman yang sulit diartikan.

“Pemikiran lo terlalu rumit, Rin.”

Airin izin untuk pulang lebih dulu karena Dion sudah berdiri di depan sana. “Duluan ya,” pamitnya.

“Iya,” balas Namida dan Julia. Keduanya melihat kepergian Airin dengan tatapan lesu.






AIRIN point of view began

Sepulang sekolah ini gue pergi sama Dion untuk nonton. Acara ini udah gue undur 2 kali, dan ga enak banget pastinya kalo untuk ketiga kalinya ngecewain Dion.

Meski tubuh gue ada di dalam mobil berdua sama dia, tapi rasanya pikiran gue entah ke mana.

Cuma Renata yang gue pikirin.

“Rin! Lo kenapa sih? Dari tadi gue nanya loh,” ucapnya.

“Eh--sorry. Gue ngga konsen.”

Dion kayak biasa, pasang wajah 'yaudah' nya karena emang dia tau semua tentang gue dan Renata. Rasanya, cuma dia yang bisa ngerti.

RENATA ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang