"Bukan karena teori ruang dan waktu yang tak bisa di bantah tetapi karena kita semua adalah nyata"
***
Hari ini Acha sudah boleh pulang dari rumah sakit, ruangan yang di dominasi dengan warna putih dan bau obat-obatan yang menyengat membuat Acha tidak betah berlama-lama berada di sana.
Dengan dibantu Angkasa dan juga Bagas Acha turun dari tempat tidurnya dan kemudian duduk di kursi roda. Papa Acha pun kemudian mendorong kursi roda itu pelan, membawa Acha untuk keluar dari sana.
Mereka semua akan berangkat menuju rumah Bagas, dan papa Acha untuk sementara waktu akan tinggal di sana hingga bisa menyelesaikan semua urusan dengan perusahaan milik ayah nya Bima.
Senyum manis sedari tadi terpancar dari bibir Acha, ia sangat bahagia dengan semua ini setidaknya orang-orang yang ia sayangi ada di sisinya. Hingga mereka pun tiba di rumah Bagas, jujur Acha sangat rindu dengan suasana rumah dan semua itu bakalan sempurna jika mama nya ada saat ini.
"Eh Acha kamu sudah pulang? Gimana keadaannya?" ibu Dona yang keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh membantu Acha turun dari mobil.
"Gak papa kok Acha baik-baik aja," ucap Acha sambil tersenyum.
"Pak Wijaya?!!" ibu Dona terkejut karena kehadiran papa nya Acha yang tidak ia duga.
"Iya, masih inget kan sama saya," papa Acha pun tersenyum lalu kemudian mendorong kursi roda Acha untuk segera masuk ke dalam rumah.
"Ini adalah rumah saya, selamat datang om," Bagas pun mempersilahkan mereka masuk.
"Jangan panggil om, panggil papa aja biar sama kayak Acha," kata pak Wijaya lalu memegang pundak Bagas.
"Pa-pa?" Bagas mengucap kata itu dengan kelu entah kenapa lidahnya mendadak mati rasa.
"Iya kamu udah saya anggap seperti anak saya sendiri, jangan sungkan panggil papa aja," pak Wijaya menepuk pundak Bagas pelan lalu kembali mendorong kursi roda Acha menuju ke arah ruang tamu.
"Panggil papa aja bang, calon mertua gue tuh," kekeh Angkasa lalu masuk kedalam menyusul Acha dan juga papanya.
Bagas tersenyum kecil, mungkin kah ia akan mempunyai sebuah keluarga yang sangat ia impikan?
"Bik, siapin minum ya," perintah Bagas kepada ibu Dona yang hanya mengangguk dan segera pergi menuju dapur.
Dan disinilah mereka sekarang berada, di ruang tamu rumah Bagas. Saling mengobrol dan berceloteh tentang apa saja yang mereka ingin bicarakan tanpa ada satupun yang bisa menghentikkan semua kebahagiaan ini.
"Oh iya jadi Acha besok udah bisa sekolah kan?" tanya Angkasa sambil menatap mereka semua.
"Bisa sih, tapi kamu jagain. Jangan sampe Acha kenapa napa," kata papa Acha sambil meneguk kopi yang telah di sediakan.
"Tenang aja kalau urusan itu, saya bakal jagain Acha om," Angkasa pun tersenyum sambil menatap Acha yang juga tersenyum ke arahnya.
"Om, eh maksud saya papa kalau mau istirahat itu ada kamar di sebelah kamar saya, kalau ada apa-apa bilang aja sama saya," Bagas pun tersenyum, hatinya menghangat seperti ia mempunyai seorang ayah. Aaaah rasanya sangat senang hingga ia tidak tau harus berkata apa.
"Terimakasih ya, maafin Acha sama saya kalau ngerepotin kamu. Saya janji saya bakal ganti semuanya, berapapun jumlahnya," Papa Acha pun menatap Bagas yang kemudian menggelengkan kepalanya tanda tak setuju.
"Gak usah, saya senang kalau kalian ada di sini. Dan uang menurut saya bukan segalanya, mau sebanyak apapun dan berapapun jumlahnya gak bakal ada yang bisa beli yang namanya kebahagian. Apalagi saya sangat bersyukur karena sekarang bisa mempunyai keluarga terlebih lagi sekarang saya mempunyai seorang ayah," Bagas menatap pak Wijaya dan kemudian menundukkan wajahnya karena sebentar lagi buliran air mata akan segera jatuh dari pipinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/206322033-288-k554303.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa [Telah Terbit]
Ficção Adolescente"Aku sangat beruntung telah bertemu denganmu, aku ingin memberitahumu aku akan datang padamu dan memintamu untuk tinggal di sisiku." Ini kisah tentang Angkasa Kevin Pramudya lelaki berwajah tampan yang membuat siapa saja melihatnya terpana, cowok...