Part 31

4K 152 12
                                        


"Rasanya seperti waktu kita telah berhenti, mungkin tak ada yang abadi untuk selamanya di dunia ini karena dunia tanpamu seperti hukuman mati"


***

Awan hari ini begitu kelabu, mentari hanya sedikit memancarkan sinar hangatnya. Angin semilir berhembus pelan membuat rambut Acha tertiup kecil.

Bendera kuning yang sedari tadi teronggok kaku pun mulai bergerak akibat di terpa Angin, bumi sekarang menjadi saksi bisu atas semuanya. Gadis 16 tahun yang selalu ceria itu harus menerima kenyataan pahit yang ada di hidupnya.

Malaikat pelindungnya kini sudah tidak ada, ia sekarang sendiri tapi apakah ia bisa menjalani hidupnya seperti sedia kala? Tanpa ada uluran tangan yang selalu membantu nya dan juga tanpa dekapan hangat yang memeluknya di kala kedinginan.

Acha kini tengah berada di rumahnya, di temani dengan berbagai sanak saudara yang datang untuk melayat dan juga teman-temannya di tambah anggota Black Shadow yang tak henti-hentinya datang ke rumah Acha untuk mengucapkan belasungkawa. Walaupun mereka anak geng motor dan di kenal garang tetapi hatinya jangan di tanya, mereka menganggap Acha adalah keluarga baru bagi mereka.

Tapi satu hal yang Acha bingung adalah papanya tidak datang, beribu pesan telah Acha kirim tetapi tidak pernah di balas dan juga setiap Acha telpon pasti nomornya tidak aktif.

"Cha yang sabar ya, gue tau lo kuat," ucap Lita yang baru saja datang dan duduk di sebelah Acha yang tampak melamun sambil menggenggam Hp nya.

"Eh- iya, makasih Lita," dengan senyum kecil yang sedikit terpaksa Acha menoleh menatap Lita.

"Acha sebentar lagi mama mau di makamkan, udah coba hubungin pak Wijaya? " tanya Bagas kepada Acha yang hanya menggeleng pelan.

"Jadi gimana Cha? Kalau saran abang harus cepet di makamin jasad nya," ucap Bagas sambil memandang mata Acha yang sendu, terlihat gadis di hadapannya sangat rapuh saat ini.

"Yaudah bang sekarang aja, mungkin papa lagi di luar kota terus gak ada sinyal," Acha berkata kecil lalu menghela napasnya berat, entah kenapa papanya menjadi susah di hubungi akhir-akhir ini.

"Iya abang ngerti," ucap Bagas lalu pergi dari tempat Acha.

Dan kemudian setelah beberapa lama menunggu akhirnya jasad mama Acha akan segera di makamkan karena sekarang hari mulai menjelang sore.

Para rombongan keluarga Acha dan juga teman-temannya telah sampai di pemakaman, jangan tanya Angkasa dimana ia sekarang sedang sibuk mambantu prosesi pemakaman. Keringat yang turun dari pelipis Angkasa menandakan peluh yang teramat sangat.

Acha yang sudah mulai tenang dan ikhlas kini menangis lagi, di lihatnya dengan jelas jasad mamanya di bawa masuk ke liang kubur. Lita yang di sebelahnya pun memeluk Acha dan mencoba menenangkannya.

Langit sore yang bewarna kelabu semakin membuat suasana hati Acha memburuk, lalu beberapa menit kemudian jasad mamanya sudah selesai di makamkan. Setelah berdoa para pelayat pun berpamitan kepada Acha, satu persatu dari mereka pun pergi meninggalkan pemakaman.

Tinggalah Acha, Angkasa dan Bagas yang masih berdiam diri di dekat makam Anita. Lalu detik berikutnya Bagas menaburkan bunga di makam Anita sambil tersenyum miris.

"Maafin Bagas ya bu, Bagas pasti nepatin janji Bagas," ucap Bagas kecil nyaris tak terdengar kemudian mengusap batu nisan Anita dengan sayang. Detik berikutnya Bagas bangkit dan pergi dari situ, meninggalkan Acha dan Angkasa berdua.

"Ma... Acha minta maaf kalau ada salah sama mama, kenapa mama ninggalin Acha secepat ini," Acha duduk di sebelah makam dan memeluk batu nisan mamanya, sedangkan Angkasa berada di sebelahnya mengelus punggung Acha pelan agar ia tenang.

"Acha gak tau harus hidup gimana tanpa mama, kenapa papa gak dateng ma? Papa mana di saat Acha butuh sosok papa," ucap Acha pelan lalu menyeka aiar matanya yang mulai turun.

"Udah Cha, lo harus ikhlasin semuanya," Angkasa kini membalikkan badan Acha dan memegang kedua pundaknya.

"Lo itu kuat, lo harus bisa jalanin hidup karena masih banyak orang yang sayang sama lo ngerti!" ucap Angkasa tegas sambil menatap mata Acha yang tengah menangis dan satu buliran air mata lolos jatuh ke tanah.

"Gue ngerasa dunia gak adil Angkasa!!! Kenapa tuhan tega ambil mama dari gue, KENAPA?" tanya Acha membuat emosi nya sekarang tidak stabil.

"Karena tuhan tau lo itu kuat Cha, tuhan itu sayang sama mama lo!" Angkasa kini memeluk Acha sehingga Acha bisa menumpahkan semua nya keluh kesah yang ia rasakan selama ini.

"Kenapa tuhan gak ambil gue juga, biar gue ikut mama!" tangis Acha kini makin hebat membuat ia memeluk Angkasa sangat kencang.

"STOPP!"

"Gue gak mau denger, gue akan selalu ada sama lo jadi jangan pernah berpikir lo bakal menghilang dari dunia ini," bisik Angkasa kecil di telinga Acha membuat tangis Acha pecah.

Acha menangis di pelukan Angkasa, bumi menjadi saksi bisu hari ini dan awan kelabu yang sedari tadi tidak bersahabat hanya terdiam sepi. Bulir-bulir air hujan kini pun jatuh ke bumi dan mulai membasahinya, membuat Angkasa kini bangkit dan mengajak Acha pergi dari pemakaman.

"Bentar Angkasa aku mau pamit buat terakhir kali," ucap Acha yang di balas anggukan oleh Angkasa.

"Acha pamit ya ma, Acha sayang mama pokoknya Acha janji bakalan sering main kesini," Acha tersenyum kecil walaupun hatinya sakit mau tidak mau ia harus mengucapkan salam perpisahan.

"Ayo Cha, bentar lagi mau ujan aku gak mau kamu sakit," kata Angkasa yang kini mengulurkan tangan nya ke arah Acha dan kemudian di sambut Acha sambil tersenyum kecil.

Di genggam nya tangan Acha kuat lalu pergi dari situ, karena hujan yang mulai turun dan semakin lebat membuat mereka segera berlari agar tidak kehujanan.

Sementara itu di sudut pemakaman seorang gadis dengan memakai pakain hitam dan juga sedang memegang payung hitam tengah tersenyum licik.

"Kita liat aja nanti, semua orang yang ada di dekat lo bakalan ngejauh dan Angkasa bakal jatuh ke tangan gue hahaha," tawa gadis itu sambil tersenyum licik.

"Prisca Aqila Syaqila, gue pastiin hidup lo ancur karena lo udah berani ngambil Angkasa dari gue, kalo Angkasa tau tentang lo sebenarnya bakalan seru nih," kekeh nya kecil lalu detik berikutnya ia pergi dari pemakaman tersebut.

Setelah sampai di depan pemakaman sebuah mobil hitam mewah menjemputnya dan kemudian dua orang bodyguard nya turun dan membukakan pintu.

"Silahkan non, anda sudah di tunggu sama pak Bos," ucap bodyguard itu mempersilahkan gadis itu masuk.

Lalu detik berikutnya gadis itu masuk ke dalam mobil dengan tersenyum kecil di sudut bibirnya, dan tak lama kemudian mobil itu melaju kencang membelah hujan lebat yang mengguyur kota Jakarta.

***

Haii semua pembaca Angkasa, jangan bosen kalo Author update teros wkwk. Gimana nih makin penasaran gak? vote dan comment nya buat cerita Angkasa supaya Author makin semangat ^-^



Jambi, 3 Januari 2020




Angkasa [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang