1 | 16:40

3.7K 555 19
                                    

↳ Lupakan soal Jaehyun yang menawarinya sekotak ultra milk dingin, Renjun hanya ingin lupa dan istirahat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lupakan soal Jaehyun yang menawarinya sekotak ultra milk dingin, Renjun hanya ingin lupa dan istirahat. Eh, tapi bukan berarti Renjun menyangkal kalau Jaehyun ganteng, apalagi lesung pipi yang sampai sekarang membekas di benak Renjun. Ia hanya belum minat dan mungkin butuh dibujuk lebih sering saja.

Yang sekarang perlu diperhatikan adalah besok hari sabtu. Renjun akan mendedikasikan hari liburnya dengan bermalasan, mengubur tubuhnya dalam balutan selimut serta makanan enak. Membayangkan saja, liurnya sudah meluber.

Pendingin ruangan? Oke.

Ganti baju? Oke.

Saatnya tidur! Renjun memejamkan mata, bibirnya tersenyum membayangkan akhir pekan malas yang ia rencanakan.

Namun pintu kamarnya di buka asal oleh sang Ibu,"Nata!"

"Astaga. Apa, Ma?"

Sang Ibu terkekeh pelan, sadar anaknya tengah kesal karena niat tidur sore—menjelang malam—harus di ganggu,"Jangan lupa, jam 7 anterin Mama belanja."

"Iya, Ma. Nata inget." Kemudian buru-buru mengubur diri kembali.

——

Renjun sadar kok, dia ini cukup ganteng. Apalagi sekarang banyak yang suka korea-koreaan, sudah pasti mukanya yang nyerempet sebelas-duabelas dengan idol korea itu—seenggaknya—akan dilirik satu sampai dua kali oleh anak gadis.

Baru juga masuk supermarket dan mendorong troli belanja, sudah ada anak gadis yang melirikinya. Duh, Renjun jadi bangga.

"Hari ini Nata ganteng banget ya, Ma?"

"Dih, sok ganteng mah iya!"

Renjun merengut kesal, apalagi karena Mama-nya lanjut berjalan kesana-kemari. Mending kalau sudah berurutan dan ada checklist barang belanja. Nah, ini Ibu Negara malah ngalor-ngidul, mampir rak sana, mampir rak sini lalu kembali. Renjun yang jadi ekor, lelah sekali.

"Mama Nita!"

Mama Renjun berbalik, diikuti Renjun yang juga menoleh ke arah suara. Ia ketar-ketir sendiri ketika tahu siapa sosok yang memanggil Mama-nya beberapa saat lalu.

"Eh, Mama Rara," kemudian dua Ibu-Ibu sosialita itu saling peluk macam Teletubbies, jangan lupa cupika-cupikinya.

"Halo, Renjun sayang." Kemudian gantian Renjun yang dipeluk.

"Udah lama ya, nggak main ke rumah."

Renjun terkekeh canggung, benar-benar tidak nyaman di hadapan sosok yang ia kenal sejak lama,"Iya, Tante."

Obrolan kedua Ibu itu berlanjut, mengabaikan Renjun yang mendorong troli di belakang, mengikuti ibu-ibu yang kembali berjalan sana sini menghampiri rak.

"Ternyata udah ketemu—"

"Anjing!"

"Renjun!"

Astaghfirullah, pakai acara keceplosan segala. Dimarahi Mama, kan.

"Maaf, Ma."

Renjun kaget sendiri, tidak menyangka pula akan disusul oleh sosok lain di sebelahnya. Pantas saja Tante Rara tidak terlihat mendorong troli karena yang ditugaskan mendorong troli, kini sudah mensejajari posisinya.

Si Pemuda dengan kacamata bundar itu terkekeh geli,"Kaget banget, ya?"

"Ya, menurut kakak!?" Renjun emosi sendiri.

Sudah sejak lama ia sering kaget dan walaupun tahu tidak akan kaget, dia tetap kaget. Kalau Renjun mati jantungan, bagaimana? Apalagi sosok satu ini punya title lain daripada yang lain.

"Eh, kalian jalan-jalan sendiri aja sana! Mamih sama Mama Nita bakal lama."

Renjun ingin menolak saran Tante Rara. Lebih baik disini dan mengikuti ibu-ibu menggosip daripada terbelenggu bersama sosok pemuda yang lebih tua. Namun belum sempat menolak, Renjun sudah diseret menjauh, sangat jauh sampai ia sadar mereka sudah duduk di kursi depan supermarket.

"Udah, duduk aja disini. Mama kita bakalan lama."

Kita?

Aneh sekali rasanya mendengar 'kita' dari sosok yang nyatanya menghancurkan definisi 'kita' bagi Renjun. Namun, perhatiannya segera teralihkan dengan bungkus rokok—lengkap dengan pemantik—yang dikeluarkan si pemuda tanpa ragu.

"Kakak sekarang ngerokok?"

Yang ditanya menghela nafas kasar sebelum tersenyum simpul,"Iya."

"Sejak kapan?" Lagi, kali ini intonasi Renjun terdengar lebih menuntut. Meskipun begitu, Renjun tak kunjung mendapat jawaban.

"Kenapa?"

Tetap tidak ada jawaban dan rasanya Renjun mulai jengah. Apalagi asap-asap itu sudah mengepul keluar dari belah bibir sosok dihadapannya.

"Kak Garen!—"

"Udah lama, kakak stress."

Namun suasana berubah hening. Tidak ada yang bicara, tidak ada yang mencoba menatap. Mereka hanya duduk ditemani semilir dinginnya angin malam dan perasaan campur aduk.

Kalo kakak bilang sejak kita putus, bakal gimana reaksimu, Nat.

to be continued

memetik asa • markrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang