Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
↳ Sosok Renjun dengan hoodie kebesaran tentu mengundang pertanyaan pada benak Jaemin dan Chenle kala si Manis memasuki kelas dan meskipun samar, Jaemin berhasil menangkap mata Renjun yang sedikit membengkak.
"Lietnya biasa aja, Bar! Aku nggak bakalan mati!" Sungut Renjun.
Jaemin mengaduh kecil lantaran keningnya baru saja di sentil pelan oleh Renjun. Sudah jelas sekali kalau teman sebangkunya ini sedang sakit dan—Hey, apa-apaan bibir mengkilat merah muda itu?!
"Yakin kuat di kelas, Nat?" Chenle menyahut dari barisan belakang mereka, tak ayal terlihat ikut mengkhawatirkan Renjun.
"Iki sayang, aku udah minum obat, jadi jangan khawatir. I'll be fine."
Jaemin dan Chenle mendengus skeptis, untung Haechan belum datang. Selama ini hanya Haechan yang mampu menandingi sifat mengeyel ala Renjun, itu juga Haechan akan memakai jurus mencibirnya mati-matian.
Dan seperti yang dapat dibayangkan, lima menit sebelum bel masuk, Haechan masuk kelas. Kata pertama yang Haechan lontarkan adalah—
"Heh, Bambang! Lu sakit, ngapain pake ke sekolah."
—jangan lupa toyoran pelan di kepala Renjun.
Chenle terkikik girang, agak senang karena Renjun tidak berhasil membalas sarkas Haechan. Jaemin sendiri kaget setengah mati, masalahnya Renjun ini sedang sakit kenapa pula harus ditoyor.
Jaemin melayangkan tabokan keras ke lengan Haechan,"Bego, orang sakit malah ditoyor."
Renjun melenusup ke dalam dekapan Jaemin,"Tau, nih! Hidupnya Nala pake kekerasan mulu."
"Dih, ngambekan." Cibir Haechan.
Renjun memang punya kebiasaan bersikap manja ke orang-orang yang dirasanya paling nyaman. Dulu sih Renjun sering manja ke Mama-nya, tapi semenjak Renjun punya teman dekat begini, tidak ada salahnya pula manja ke mereka.
——
Kertas ujian benar-benar datang ke hadapan Renjun; putih dan menjengkelkan dengan banyak soal panjang. Dan, ya, meski sedikit pusing serta matanya beberapa kali berkunang-kunang, setidaknya ada beberapa soal yang bisa Renjun kerjakan dengan pasti. Yang penting nilainya tidak kosong saja ia sangat bersyukur.
Jaemin—yang duduk di sebelah Renjun—menggerutu dalam diam, kadang bergerak tak karuan karena tidak mengerti apa-apa, menyesal sekali semalam tidak membuat contekan, sedangkan dibelakang sana, Haechan dan Chenle sudah bisa dipastikan mencontek dari buku paket.
Ada yang salah ketika Renjun merasa matanya tak hanya berkunang-kunang, namun juga diikuti kegelapan yang menyapa singkat. Nafasnya kembali tak beraturan dan keringat mulai membasahi dahi. Penanya di genggam erat-erat kala ia merasa tubuhnya mulai tak terkedali. Uh, Renjun serasa duduk di tengah badai laut.
"Nata?"
Panggilan dan tepukan Jaemin di pundaknya menjadi tanda Renjun dihinggapi kehelapan total.
Seluruh keras memekik kaget begitu tubuh kurus berbalut hoodie abu-abu Renjun menyapa lantai marmer di bawah, begitu pula Jaemin yang menjadi saksi terdekat. Bu Nadine, Guru Matematika mereka, lantas menghampiri dengan langkah cepat, meminta Jaemin—yang sudah dalam posisi memeluk kepala Renjun—untuk dibawa ke ruang kesehatan.
Haechan dan Chenle ikut bangkit, tidak membiarkan Jaemin menggendong Renjun sendirian. Selain karena Renjun berat meskipun kurus begitu, hitung-hitung juga kabur dari ujian.
Bu Nadine berhenti sesaat di pintu keluar,"Jangan ada yang mencontek, atau satu kelas dapat nilai nol!" Kemudian pergi.
Hoho, siapa juga yang peduli peringatan itu. Mereka tetap saja mencontek.