Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
↳ Mark mungkin akan mengumpat banyak-banyak, bukan soal masalah prom tapi karena ledekan yang datangnya tak habis-habis. Renjun juga sepertinya mulai terlihat lelah dan ingin menyendiri. Pembawa acara di panggung sudah mempersilahkan para siswa berdansa dengan lagu romantis, jelas sekali Mark dan Renjun tidak akan tertarik. Keduanya diam-diam menyelinap keluar balkon dan duduk di pembatasnya, menikmati semilir angin malam dengan alunan samar-samar musik dari dalam ruangan.
"Capek?"
Anggukan pelan dari Renjun sudah cukup menjawabnya. Ia pergi sebentar, mengambil beberapa kudapan dan kembali menyelinap keluar dimana Renjun menunggu.
"Ini minum dulu."
Renjun patuh, diterimanya segelas mocktail dingin dan mulai minum dalam hening. Disebelahnya Mark ikut menenggak minuman yang sama setelah membuka atasan jas dan menekuk lengan kemejanya. Tidak ingin bohong, tapi kebiasaan Mark menekuk lengan kemeja kadang terlihat seksi di mata Renjun.
Musik dalam ruangan sudah berganti menjadi musik up-beat, sepertinya penampilan dj sudah dimulai.
"Kayaknya di dalem makin ambyar." Renjun menyeletuk jenaka ketika teriakan dan musik semakin keras.
Kondisi prom night makin lama seperti bukan selera Renjun ataupun Mark. Ya, dulu Mark pernah suka sekali menikmati rasanya berdesakan dan menari bersama, tapi semenjak ada Renjun, ia jadi terbawa tenang dan tidak terlalu suka hura-hura.
"Disini aja, kamu nggak suka yang begituan, kan?"
Mark hanya menebak, tapi selama ini Renjun memang tidak pernah tertarik pergi ke club ataupun menikmati musik cepat.
"Nggak juga," kepala Renjun mendongak melihat langit hitam dan bulan sabit muda. Akan sulit melihat bintang saat di tengah kota,"Aku cuma nggak nyaman, tapi tetep biasa aja."
"Soal yang tanya-tanya tadi—"
Renjun memotong, menatap ke arah Mark dalam sorot penasaran,"Emang kita keliatan balikan?"
Ada sepersekian detik dimana Mark kebingungan mencari jawaban, Mark sendiri juga tidak mengira akan dipotong dengan pertanyaan semacam itu.
"Mungkin," Mark menelan ludah,"Kamu mau nggak kalo kita balikan?"
"Nggak tau. Paling, iya."
"Nat..."
"Menurut kakak gimana? Mumpung aku nggak ada yang deketin, nih."
"Tapi, kan kamu yang ragu."
Renjun tergelak, tangannya mampir menepuk dada Mark main-main,"Ya makanya, ngajak balikannya yang beneran."
"Kinata Nismara—"
"Geli! Jangan pake nama panjang."
"Sayang—" Mulut Mark tersumpal potongan kue yang sebelumnya sudah Renjun gigit.
Bila menjadi serius dan romantis Renjun masih menolak, maka satu cara yang Mark bisa lakukan adalah menjadi diri mereka yang biasanya. Tanpa panggilan sayang, tanpa suasana romantis, tanpa kecup-kecup karena Mark bisa saja dijatuhkan dari lantai dua kalau berani mencium Renjun di tempat umum.
"Nat, ayo balikan."
Renjun tersenyum tipis, kalimat yang Mark sampaikan persis seperti apa yang ia inginkan,"Kuy!"
Meski kadang tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Renjun, tapi kunci utama mengerti seorang Renjun adalah tetap menjadi sesederhana mungkin, baik dalam bertindak ataupun bertutur kata. Renjun memang pintar, tapi yang lebih muda suka seseorang yang menyampaikan niat mereka tanpa banyak basa-basi.
"KOK DIBALES KUY, DOANG!?"
"Ih, nggak usah protes." Kemudian satu potong kue kembali dipaksakan masuk ke dalam mulut Mark dan diterima yang lebih tua dengan senang hati.
Diraihnya tangan Renjun dan nekat mencium punggung tangan yang lebih muda. Mark memang suka membahayakan dirinya, tapi demi Renjun ia akan melakukan apapun.
"Udah aku bilang, kakak nggak ada bakat romantis. Ngeyel banget, sih!"
Mark memundurkan tubuhnya sejenak, waspada karena Renjun sudah menaikkan intonasi suaranya,"Tapi kamu suka nggak?"
"Ya, sukalah!"
Diusak gemas kepala yang lebih muda,"Aneh banget, sih. Marah-marah tapi suka."
"Loh, masalahnya bukan disitu. Yang jadi masalah itu kakak sok romantis."
Kadang Mark lelah sendiri, Renjun lebih dari sekedar kejam hanya untuk dia sendiri. Harusnya orang lain juga merasakan kekejaman tutur kata seorang Renjun, bukan hanya dia.