15 | 16.04

1.2K 209 17
                                        

↳ Renjun dan Mark punya kebiasaan yang sama terkait masalah mendengarkan musik ketika di perjalanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Renjun dan Mark punya kebiasaan yang sama terkait masalah mendengarkan musik ketika di perjalanan. Preferensi musik mereka memang berbeda satu sama lain, jadi untuk urusan mendengarkan musik di jalan, keduanya setuju untuk mendengar lagu-lagu yang mereka tidak ketahui sama sekali. Bukan karena mereka tidak suka dengan pilihan musik satu sama lain, namun karena akan lebih menyenangkan kita mereka tidak tahu lagu yang sedang di mainkan.

Mereka sempat berhenti di lampu merah. Singkat, namun cukup Mark gunakan mengirim tautan pada Renjun.

"Ngapain kakak ngirim link spotify?"

(link di comment)

"Iseng aja."

"Di puter sekarang?"

"Terserah kamu."

Renjun tidak banyak komentar kemudian menekan tombol putar. Beberapa saat setelahnya baru berinisiatif membuka deskripsi playlist dan tetap tenang seolah apa yang tertulis disana tak perlu begitu di permasalahkan, padahal dalam hati sudah ketar-ketir sendiri. Kalau dibahas pula, Mark pasti akan malu.

Ini pertama kalinya Mark mengirim playlist berisi lagu-lagu bertema romansa. Sebelumnya, mana ada Mark mau bersikap sok romantis begini. Renjun kenal sekali tabiat yang lebih tua.

Mungkin memang benar pendapat orang kalau Mark lebih sering terlihat memperlakukan Renjun seperti seorang teman, tapi mereka tidak merasakan bagaimana Renjun dihujani kasih sayang setiap bersama pemuda itu. Tapi soal menjadi romantis, Mark memang bukan ahlinya.

Mark berjengit kaget ketika Renjun tiba-tiba mengganti lagu pertama dalam playlist menjadi lagu Stray Kids yang rilis belum lama ini, namun kebingungannya cukup terjawab dengan kalimat Renjun yang berikutnya.

"Aku mau dengerin sendiri nanti."

——

Keduanya sampai di makam Papa Haikal pukul setengah lima sore dimana langit penuh awal putih dengan matahari hangat. Lokasinya memang sedikit jauh dari rumah karena Papa Haikal meninggal sebelum Mark dan Ibunya pindah dari kediaman lama mereka. Masalah perbedaan pendapat dari keluarga sang ayah menyebabkan ibu dari Mark mengajak anaknya pergi menjauh, tak ingin sedikitpun bersua dengan keluarga dari mendiang Papa Haikal.

Mark bersimpuh disisi makam sang ayah, mengusap nisan bertuliskan nama superhero-nya sarat akan rindu meski hubungannya dengan keluarga sang ayah tak lagi hangat. Dibelakangan ada Renjun yang tetap berdiri, mengamati punggung yang lebih tua dengan senyum hangat.

Tidak hanya sekali dua kali Renjun melihat punggung itu menghadap kearah nisan, kadang pula Renjun melihat punggung itu bergetar diiringi isakan pelan. Bukan sekali dua kali pula Renjun akan ikut berjongkok dan mengulurkan sebelah tangannya pada pundak yang lebih tua.

Namun hari ini sepertinya tak seperti hari-hari yang lain, senyum Mark tak pudar bahkan ketika kalimat tanyanya hanya dibalas oleh kekosongan.

Yang lebih tua kemudian diam, merubah gesturnua menjadi lebih formal dan mulai memanjatkan doa. Renjun tak ayal mengikuti.

Ada hening damai diantara mereka seolah-olah pemakaman bukalah tempat angket yang menakutkan untuk didatangi.

"Kamu nggak mau nyapa Ayah, Nat?"

Ditanyai begitu, Renjun ikut bersimpuh di sebelah Mark. Pundak keduanya bersinggungan sesaat sebelum Mark beringsut sedikit menjauh, memberikan spasi kecil diantara tubuh keduanya.

"Selamat sore, Papa Haikal. Nata kesini lagi sama Kak Garen. Nata nggak bisa janji, tapi selama bisa, Nata bakal jagain Bunda Rara sama Kak Garen sebaik mungkin." Renjun menoleh pada Mark, tak lupa melayangkan tatapan bahagia dengan senyum lebar,"Makasih udah bawa Kak Garen ke dunia."

Mark membalas jenaka,"Nat, cringe!"

"Ih, jangan gitu. Dah, aku tunggu di mobil. Silahkan q-time sama Papa Haikal." Renjun meletakkan telapak tangannya diatas batu nisan,"Sampai ketemu lagi, Pa."

Sepeninggalan Renjun, Mark kembali fokus pada makam sang ayah.

"Ayah liatkan, kita bahkan nggak pacaran lagi dan Nata masih bisa sebaik itu. Entah akan jadi kenyataan atau enggak, aku cuma berharap kita bisa tumbuh bareng dan jadi orang tua di keluarga yang sama. I mean, I wanna live the rest of my life with him. Do ordinary things that family does, pikniklah, jalan-jalan, sekolahin anak."

Mark terkikik kecil, sadar kalau pikirkannya sudah terlalu jauh untuk remaja umur tujuh belas tahun.

"Nggak kebayang akan seperti apa chaos-nya, soalnya Nata seneng ngomel ini-itu, but I think, those kind of happinese that I want; diomelin Nata didepan anak-anak, dia pake celemek sama bawa pisau dan aku pake setelan jas abis pulang kantor."

Hening kembali hinggap, namun tak berangsur lama karena Mark ingat ada satu orang yang sedang menunggunya kembali. Satu orang yang membawa hidup Mark seperti roller coaster. Satu orang yang Mark harap akan jadi satu-satunya.

"Aku jatuh cinta sedalam itu sama dia, Yah."

——

Renjun melambai senang ketika Mark kembali, ia bangkit dari kap mobil dan tersenyum lebar,"Udah?"

Mark mengangguk singkat,"Udah. Abis ini mau kemana?"

Kunci mobil di tangan Mark direbut paksa oleh Renjun,"Buat balikin mood kakak, ayo nge-mall. Aku yang bakal tanggung jawab, jadi kakak tinggal diem dan nurutin aku."

"Itu ma, kamu yang seneng." Mark membalas pada sosok Renjun yang mengitari bagian depan mobil untuk sampai di pintu samping kemudi.

"Udah, buruan masuk."

Sebenarnya tidak ada salahnya pula menuruti Renjun, karena bahagia Renjun, bahagianya juga.




to be continued

memetik asa • markrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang