Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
↳ Hari ini, kelas Renjun dijadwalkan akan memakai lapangan luar saat kelas olahraga. Pertamanya dia merasa masa bodoh, tidak merasa terancam dengan kegiatan diluar padahal teman sekelasnya yang lain mengeluh tak habis-habis. Cuaca sedang panas-panasnya dan materi kelas olahraga hari ini adalah lari sprint empat ratus meter. Renjun merasa tidak masalah karena masih banyak tempat berteduh diluar sana, namun tak habis pikir ternyata pengguna lapangan luar tidak hanya kelasnya saja.
Haechan melihat bagaimana perubahan raut Renjun begitu kelas mereka sampai di lapangan luar, sedangkan Jaemin dan Chenle terlihat sudah asyik sendiri.
Dua puluh delapan murid—termasuk Renjun dan seperkumpulannya—berbaris rapi membentuk banjar lurus setelah diberi aba-aba sang Guru, namun Haechan menyempatkan diri untuk sekedar berbisik singkat pada Renjun,"Ada kak Jaya disana." Dagunya menunjuk arah berlawanan, ke sekumpulan siswa kelas dua belas yang juga baru saja memulai pelajaran olahraga.
"Aku juga nggak buta." Ketus Renjun. Ia bahkan menyadari sosok Jaehyun begitu kakinya menapaki rumput hijau lapangan, tidak perlu lagi sampai harus diperjelas oleh Haechan.
Meski ada beberapa hal kecil yang memutari isi kepala Renjun, sebisa mungkin ia acuh. Disini kan dia yang dikejar, jual mahal sedikit tidak masalah.
Pelajaran berlangsung dan beruntungnya tidak banyak yang terjadi kecuali berjibaku dengan rasa letih dan peluh di tubuh. Renjun mendapat giliran paling pertama untuk di uji dan dengan tubuh kecilnya, ia berhasil mencetak waktu sedikit lebih singkat daripada yang lain.
Ia menunggu giliran Chenle selesai sambil duduk-duduk dibawah pohon bersama Haechan dan Jaemin di sebelahnya. Chenle kebagian kloter terakhir sebelum pelajaran olahraga hari ini berakhir, dimana matahari sudah hampir mencapai puncak. Matanya tak lepas dari mengamati wajah merah Chenle. Bocah itu selalu bilang, kalau ia tidak kuat kepanasan terlalu lama atau kulitnya akan merah.
"Anak itu pasti bakal marah-marah habis ini." Jaemin menyeletuk, hafal sekali kebiasaan Chenle kalau ia terpapar matahari sampai merah begitu.
Renjun melirik jenaka ke arah Haechan,"Seenggaknya, dia nggak menghitam kayak Nala."
"Menghina tanda iri." Tangan Haechan sudah mengapung di udara, siap menabok punggung Renjun, namun kegiatannya urung saat matanya menangkap sosok Jaehyun dan segerombol anak kelas dua belas berjalan ke arah tempat mereka duduk.
Lokasi mereka duduk memang tidak jauh dari pintu ke arah bagian dalam sekolah dan merupakan satu-satunya akses keluar masuk. Jadi bukan hal aneh jikalau banyak yang bersliweran disana.
Haechan mengubah arah tangannya menuju pipi Renjun, selanjutnya mendorong wajah Renjun mengarah ke Jaehyun yang jaraknya sudah cukup dekat. Pun kemudian Renjun meruntuki sikap temannya yang satu ini karena mau tidak mau ia harus menanggapi Jaehyun yang terlebih dahulu mengulum senyum padanya.
"Hai, Nata." sapaan Jaehyun terdengar ceria begitu ia berjarak semeter dari Renjun.
"Halo juga, Kak Jaya."
Renjun seketika merasa malu, masalahnya begitu mereka saling menyapa, gerombolan Jaehyun mulai mengoda interaksi keduanya hingga keadaan berubah ruih oleh sorakan. Seluruh teman sekelas Renjun—yang sebelumnya asyik sendiri—kemudian ikut memusat perhatian pada Renjun juga, sebagian besar dari mereka menatap Renjun dan Jaehyun bergantian sembari terheran-heran.
Sesaat setelah gerombolan Jaehyun menghilang, barulah mereka sadar kalau wajah Renjun semerah apel segar. Haechan dan Jaemin bahkan terlihat terpingkal-pingkal.
"Gimana? Kepanasan, Nat?" celetuk Yeji.
"Diem kamu!" hardik Renjun kesal, namun kemudian segera mengubur wajahnya diantara kedua lutut.