79. Karantina (Creepy)

72 14 0
                                    

Sial sial sial, harus berapa lama lagi aku terkurung di sini?

Sudah lebih satu bulan sejak pengeras suara itu mengumumkan keadaan darurat. Salah seorang penghuni di apartemen kami meninggal dunia di dalam lift, paramedis dan polisi sudah mengamankannya. Dari perkiraan aparat, almarhum tertular virus mematikan yang kini sedang gencar-gencarnya meneror seantero dunia.

Virus ini belum ada obatnya, tingkat penularannya tinggi dan angka kematiannya sekitar 70%, sangat mematikan. Bahkan untuk metode penyebarannya saja masih belum di ketahui secara pasti. di duga, virus ini bisa menular lewat udara atau sentuhan fisik penderita. Yang lebih berbahaya, penderita tidak menunjukan gejala apapun. Tidak ada demam, batuk, atau gejala-gejala sakit pada umumnya. Dengan masa inkubasi sekitar 1 hingga 2 bulan, penderita akan tiba-tiba muntah darah, organ dalam  mengalami pendarahan hebat, dan kebanyakan langsung tewas di tempat.

Demi keamanan bersama, pemerintah memutuskan untuk mengkarantina apartemen kami. Tidak ada kontak keluar masuk yang di ijinkan, hal itu di pertegas dengan petugas bersenjata lengkap yang bersiaga di pintu masuk dan keluar apartemen. Bisa di maklumi, nyawa jutaan penduduk lebih penting daripada nyawa ratusan penghuni. Namun dengan karantina ini, tidak hanya bahaya virus yang mengancam kami, melainkan juga kelaparan. Ada beberapa warung makan, restoran, dan fasilitas minimarket di apartemen kami. Namun dengan jumlah penghuni yang cukup padat, bahkan dengan pembagian jatah makanan yang di bagikan pengelola gedung, hanya cukup untuk bertahan  sekitar 2 minggu per orang, itupun dengan menghemat sebisa mungkin.

Untunglah aku hanya tinggal sendiri, ada baiknya juga aku putus dengan pacar kep*r*tku itu! Aku juga termasuk orang yang siaga, sesaat setelah kabar masuknya virus itu ke negaraku, aku segera menyetok makanan instan dan segala keperluan yang bisa ku beli. Berkat itu, aku mampu bertahan hingga 3 bulan walau dalam keadaan seperti ini.

Namun masalahnya, para tetanggaku dan penghuni lainnya kebanyakan tidak se-waspada itu. Setelah lewat 1 bulan, kebanyakan mereka akan mulai kelaparan. Manusia yang  kelaparan bisa menjadi sangat berbahaya, kebanyakan orang akan melakukan apapun untuk bisa bertahan hidup. Gawatnya lagi, para tetanggaku sudah tahu kalau aku  memiliki makanan, mereka sering melihatku hilir mudik membawa kardus belanjaan di awal-awal kemunculan virus ini. Ditambah lagi, kita tidak tahu siapa saja yang  sudah terinfeksi. Segera setelah pembagian jatah makanan, aku mengunci diri di kamar apartemenku. Ku perkuat pintu dan jendela dengan papan dan gembok tambahan,serta ku tambah barikade dari berbagai perabot berat seperti lemari dan kasur. Aku bahkan mempersenjatai diri dengan pisau dan sebuah pistol, aku sudah siap untuk kemungkinan terburuk.

Tok tok tok!

Seseorang mengetuk pintuku, aku tidak perduli siapapun itu, pintu ini tidak akan ku buka walau sesenti pun.

"Nak, nak Burhan. Bisa tolong saya nak? Saya bu Wati yang tinggal di sebelah. Makanan di tempat kami sudah mulai habis, dan kita ngga tahu sampai kapan kita akan di  karantina. Sudah seminggu keluarga kami cuman minum air keran nak, nak Burhan masih punya makanan? Bisa kami minta sedikit nak? Sekedar untuk bertahan hidup?"

Ya, benar katamu, kita ngga tahu sampai kapan kita akan di karantina. Bukannya bermaksud pelit, tapi jika aku membagi makananku, apa tetangga dan orang-orang yang lain tidak akan meminta juga? Aku tidak akan memberikan apapun sampai semua ini selesai!

Tok tok tok!

"Nak, tolong buka pintunya nak!"

Tok tok tok! Tok tok tok!

B*j*ng*n, wanita itu makin keras mengetuk pintuku!

"Nak, tolong buka, kami tidak ingin menggunakan kekerasan!" Bentak seseorang, dari suaranya mungkin suami si ibu atau lelaki dewasa lain.

Kotak MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang