92. Teki-Teki Pikiran (Creepy)

48 10 0
                                    

Teman baikku Siti, entah kenapa beberapa minggu belakangan ini terlihat aneh. Bagaimana menjelaskannya ya? Dia yang biasanya selalu energik, tiba-tiba selalu terlihat keletihan dan takut. Apa gerangan yang terjadi pada sahabatku ini?

Suatu hari, karena tidak tahan melihat kondisinya, akupun nekat mengajaknya bicara, yang untungnya dia setuju. Hari itu,segera setelah selesai mata kuliah Pengantar Seni Rupa, kami bertemu di kantin belakang kampus. Banyak uneg-uneg yang ingin ku curahkan dari hatiku, tapi, tentu semuanya bisa menunggu pecel di depanku ini habis.

"Lahap amat makannya Din..." Goda Siti.

Oh iya, aku benar-benar lupa dengan tujuanku! Pecel spesial bu Darmo ini memang istimewa!

"Ehm, aku sebenarnya mau ngomong soal kamu Sit.."

"Soal aku? Kenapa memangnya Din?"

"Itu, belakangan ini kamu aneh Sit, gak kayak kamu biasanya. Aura sekitar kamu,yang biasa cerah dan hangat, belakangan ini kerasa suram."

"Kamu ngerasain gitu ya?" Tanya Siti.

"Iya Sit, kamu ada masalah ya?" Tanyaku sambil mengenggam tangannya hangat, "Kamu bisa cerita sama aku Sit..."

Tersenyum, Siti menjawab, "Makasih Din, aku senang bisa punya sahabat kaya kamu. Sebenarnya, emang ada sesuatu sih..."

"Soal apa Sit? Cerita sama aku..." Desakku.

"Kamu bakal percaya sama aku?" Tanya Siti.

Ku anggukan kepala yakin.

Sambil celinguk kanan-kiri, Siti mendekat sambil berbisik, "Kayaknya ngga bisa kita omongin di sini deh..."

"Ok, jadi mau kita bicarakan di mana?"

"Gimana kalau di kos aku?"

. . .

Singkat cerita, sekarang kita ada di kosan Siti. Sudah lumayan lama aku tidak main ke sini, kosannya masih saja rapi dan terasa cewe banget.

"Ini, minum dulu kopinya Din."

Kopi? Aku kan ngga suka kopi? Siti udah lupa ya?

Ah, masa bodoh lah. Ku seruput cepat kopi hitam panas itu. Kemudian kembali menyambung pembicaraan kami di kantin tadi.

"Jadi Sit, soal yang kita omongin tadi..."

Sambil meletakan pelan gelas kopinya, Siti mulai bercerita,"Aku tahu ini kedengaran aneh, bahkan gila. Tapi apa yang bakal ku ceritakan ini beneran..."

Ku teguk ludahku pelan, kemudian ku teguk kopiku tegang. Iya, aku tetap menelan kopi pahit itu saking tegangnya.

"Kamu tahu kan soal alat pembaca pikiran?"

"Maksudmu, alat yang bisa membaca gelombang otak itu? EEG atau apalah namanya itu?" Tanyaku.

Terkekeh pelan, Siti menjawab, "Yah, ngga salah sih, cuman yang aku maksud alat yang lebih canggih lagi."

"Lebih canggih lagi? Kok aku ngga pernah dengar ya Sit?"

Yah, gini-gini aku lumayan mengikuti perkembangan dunia sains. Bukan berarti kuliah di jurusan Seni Rupa tidak boleh tahu mengenai inovasi-inovasi terbaru, kan?

"Kamu tahu pamanku, paman Donwori? Rekannya di Jepang mengirimnya sebuah paket bulan lalu. Dan kamu tahu apa isi paketnya? Prototipe alat pembaca pikiran!"

"Terus, apa hubungannya dengan Mood kamu belakangan ini?"

"Jadi, pamanku yang penasaran berusaha mengetes alat itu. Namanya juga prototipe, pembacaan pikirannya masih kurang sempurna. Akurasi alat itu hanya berkisar 60-70%, misal, kamu berpikir kamu mau main bola, yang terbaca oleh alat ini hanya 'kamu --- ma—bol-'. Jadi untuk menggunakan alat ini, pengguna harus menebak-nebak."

"Jadi, alat itu ngga ada gunanya dong kalau cuma bisa menebak sesedikit itu?"

Siti tiba-tiba tersenyum, "Din, kamu tahu aku kan?"

Oh iya!

Siti juara umum perlombaan Teka Teki Silang di Kota kami!

"Jadi? Kamu yang makai alat itu dong?"

"Yup, jadi untuk membantu paman, aku mengumpulkan data pikiran orang-orang beberapa minggu ini. Tentu, aku harus menebak-nebak beberapa kata yang hilang, dengan memakai kata-kata yang terbaca sebagai acuan. Hasilnya memang tidak akurat 100%, tapi aku yakin, setidaknya 80% pikiran orang-orang bisa ku baca."

"Wah hebat! Bakal berguna banget ini alat kalau penelitian pamanmu berhasil Sit!"

"Begitulah."

Kembali ku sesap hangat kopi itu, "Jadi, pikiran gimana aja yang berhasil kamu data Sit?"

Sepertinya Siti mengerti arah pertanyaanku, "Kamu emang cepat paham Din, yah, kamu tahu sendiri, manusia itu munafik. Terkadang apa yang di bicarakan, jauh berbeda dari apa yang di pikirkan. Seperti Pak Mahmud dosen kita, sepanjang mata kuliah dia terus menerangkan dengan senyum, tapi dalam hati dia terus-terusan memaki mahasiswa yang usil. Sepanjang pelajaran juga dia banyak mengeluh akan kehidupannya."

"Itu sih emang udah rahasia umum kali Sit.."

Siti kembali tersenyum, "Atau misalnya si Bagas, mahasiswa teladan kutu buku itu."

"Kenapa memangnya dengan Bagas?"

"Kamu tahu ngga, dia mikirin hal-hal jorok soal cewek di kampus, yang paling sering dia pikirin sih kamu Din..."

"Ih, apaan sih!"

"Beneran..." Kata Siti pelan, "Apa kamu tahu Din? Berapa banyak orang di kampus kita yang sempat berpikir untuk bunuh diri? Atau pikiran-pikiran negatif lainnya?"

"Sit..." Cemasku.

"Dan kamu tahu apa yang paling sakit?Mendengar pikiran sahabatku yang mengkhianatiku, sahabat yang paling aku percayai..."

"Siti?"

"Sudah berapa lama Din? Sudah berapa lama kamu selingkuh dengan Budi di belakangku?"

"Bentar Sit! Aku bisa jelaskan! Gimana kamu bisa kepikiran aku selingkuh dengan Budi?"

"Ngga usah mengelak Din, aku udah ngga perduli lagi. Sebentar lagi kamu ngga akan ada di sini lagi, kamu ngga akan bisa menganggu hubungan kami berdua lagi!"

"Sit, kamu salah paham. Bisa aja tebakanmu meleset kan?"

"Meleset? Kamu selalu kepikiran mau Dinner dengan Budi kan? Kamu mau ketemu Budi buat nanyain soal Dinner kalian kan?"

"Dinner?"

"Iya, kayak kemarin contohnya. Kamu berpikir Dinner apa yang paling pas buat kamu dan Budi."

"Oalah Siti Siti, yang kupikirkan itu Thinner, Thinner! Pak Atok ngasih kami tugas buat ukiran kayu buat kelas Seni Patung! Kamu ngga ngambil kelas itu sih, jadi ngga tahu..."

"Jadi, bukan Dinner?"

"Bukan Siti sayang..."

Seketika, wajah Siti pucat, kemudian dia terduduk lemas di sofa. Yah, wajar sih dia salah paham, Siti kan cinta mati banget sama si Budi.

"Nah, jadi udah kelar kan salah pahamnya?" Tanyaku sambil kembali menyeruput kopi buatan Siti.

"Din, maafin aku ya, maafin aku Din..." Kata Siti yang tiba-tiba terisak.

"Alah, lebay banget lu Sit, cuman gitu doang..."

"Maafin aku Din.." Kata Siti dengan air mata yang makin mengucur deras.

Aku hanya tersenyum melihat tingkah temanku ini. Ternyata dia selama ini merasa tertekan karena curiga aku selingkuh dengan Budi, syukurlah kesalah pahaman ini bisa teratasi...

Eh, tapi kenapa ya?

Tiba-tiba kepalaku terasa pusing?

~ ~ ~

Kotak MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang