Part 39: Pribadi yang berbeda

1.6K 42 6
                                    

Jannet sangat ingin keluar dari kastil yang kini ia tempati. Namun ia juga tahu, jika ia keluar, maka tidak akan ada yang bisa menjamin keselamatannya. Tentu saja keluarga Heron tidak akan tinggal diam melihat keberadaan Jannet.

~ ~ ~

Suatu saat, kastil sedang sepi. Semua pekerja kastil sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Inilah kesempatan bagi Jen untuk keluar secara diam-diam.

Jen akhirnya berhasil menyelinap keluar. Menengenakan pakaian kasual, tak lupa menggunakan masker juga jaket dan topi.

Penampilannya tetap terlihat trendi, walaupun ia harus mengenakan masker sehingga wajahnya tidak dikenali.

***

Hahh...
"akhirnya" ucap Jen sembari duduk di depan sebuah kedai makanan.

Jen sangat suntuk, sepanjang hari hanya berada di dalam sebuah kastil. Ia juga ingin keluar, hanya untuk menghibur dirinya yang sedang bosan.

Karena jarak area kastil ke kota harus menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit. Jen dengan terpaksa berhenti di di area pusat perbelanjaan daerah tersebut.

Jen mulai berpikir apa yang harus ia perbuat. Ia sangat ingin keluar dan pergi ke arah kota.

"Apa aku harus menghubungi Zeon!" pikir Jen kala itu. Zeon yang ialah anak dari Mr. Aharon, tempat Jen menumpang selama ia menempuh pendidikan strata satunya beberapa tahun silam.

Meraih ponsel miliknya lalu mencoba untuk melakukan panggilan suara. Mencoba beberapa kali, akhirnya Zeon pun menerima panggilan tersebut.

Setelah beberapa saat kemudian...

Jen kala itu sedang duduk menikmati es kelapa muda, juga sepotong cake.

"Jannet!" seru seseorang dari balik kaca mobil berwarna merah marun.

Jen spontan berdiri. "Zeon!" seru Jen dan bergegas melangkah menuju arah Zeon.

Keduanya hampir saling berpelukan karena rasa rindu di antara mereka kala itu. Setelahnya mereka pun pergi bersama.

"Apakah kau sudah menikah dengan tuan Heron?" tanya Zeon sembari duduk berhadapan dengan Jen.

"Tidak, aku belum menikah."

"Lalu, mengapa kau tidak berkunjung ke rumah lagi?" tukas Zeon. Jen sangat bingung akan jawaban apa yang harus ia katakan.

Terlalu banyak yang telah Jen lalui selama ini. Sekalipun ia menceritakan pada Zeon, bel tentu kisahnya akan dipercaya.

"Lalu aku tiba-tiba pindah bekerja. Apa maksudmu, apakah kebaikan ayah kurang padamu?"

"Bukan seperti itu Zeon, aku..--" wajah Jen seketika terlihat sendu. Ia tidak mungkin mengatakan tentang ketakutan dan ancaman di dalam hidupnya selama ini. Zeon tidak akan mengerti, bahkan mungkin kisahnya akan terdengar seperti dongeng.

"Jannet, jika ada hal yang ingin kau bicarakan. Lebih baik katakanlah sekarang!" Zeon menepuk bahu Jen pelan.

"Aku hanya ingin lebih mandiri, Zeon. Semenjak aku menjadi seoranh yatim piatu, aku sudah berpikir tentang kehidupanku selanjutnya."

"Aku mengerti Jen. Tidak mudah menjadi dirimu. Namun, rumah kami keluarga Aharon, akan selalu terbuka untukmu."

"Terima kasih atas kebaikanmu Zeon. Kalian sudah banyak berjasa bagiku." Jen pun akhirnya menangis. Ia merasa sesak, karena ketidak mampuannya untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Sudah saatnya aku untuk kembali. Terima kasih untuk hari ini."

"Apa aku perlu mengantarmu!"

Hmm... Jen menggelengkan kepalanya, tanda tidak. "Aku masih ada projek yang harus kuselesaikan. Kau pulanglah!" tukas Jen meyakinkan Zeon.

Gadis KESAYANGAN Tuan Denish [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang