37. Tetap Bersama Aldo

207 20 0
                                    

Reina dan Aldo tengah bersantai di kamar Aldo. Reina tengah asik bermain game online masak-masakan di laptop cowok itu, sedangkan Aldo tengah asik video call dengan kekasihnya.

Sampai sekarang Reina masih belum tau akan status pacaran Aldo dengan Keysa karena cowok itu tak mengatakan kepadanya.

Reaksi Aldo terkadang tersenyum bahkan tertawa. Reina yang melihatnya hanya menaikan sebelah alisnya acuh dan kembali fokus pada gamenya.

"Kamu lagi ngapain?" tanya Aldo.

"Ngerjain tugas nih." Kamera Keysa menampilkan soal yang menjadi tugasnya, setelah itu kamera kembali menampilkan wajah cantik seseorang yang Aldo cintai. "Susah tau. Untung kamu hubungin aku, jadi aku nggak begitu stress ngehadapinnya."

"Berarti aku kayak obat pusing dan penghilang rasa stress buat kamu gitu ya."

Keysa terkikik malu. "Ya bisa dibilang gitu."

Dibalik sikap acuhnya, Reina mendengar semuanya. Jujur saja, ia berusaha menahan sesak di dadanya sedari tadi. Ia sakit hati mendengar itu.

Reina menutup laptop Aldo karena ia telah bosan. Ia merangkak mendekati Aldo yang letak duduknya tak jauh darinya. Ia menarik-narik ujung lengan kaus yang cowok itu kenakan.

Aldo menoleh, menatapnya dengan tatapan seolah bertanya "apa?"

"Gue bosen." Reina menjawab hanya dengan menggerakkan bibirnya karena cowok itu belum mematikan sambungan video callnya.

Aldo mengangguk dan menggerakkan tangannya pertanda tunggu.

"Kenapa, Do?" tanya Keysa diujung telepon.

"Nggak papa cuma biasa si Reina caper."

Mata Reina melotot tak percaya. Bisa-bisanya Aldo mengatakan dirinya itu caper. Reina tak tahan lagi berada disini, beranjak dengan langkah tergesa yang sebelumnya ia menatap Aldo dengan tatapan kecewa. Ia tak tau kecewa karena apa.

Dari kecil semua perhatian Aldo memang tercurah untuknya hingga sebuah rasa yang tak seharusnya ada malah hadir dihatinya untuk cowok itu.

Reina membanting pintu kamar Aldo dengan kasar yang membuat si empunya terlonjak kaget dan mengelus dada.

"Itu suara apa?"

"Naga ngamuk." Keysa terkikik diujung sana.

Reina memasuki rumah dengan langkah dibentak-bentakan dan raut wajah yang seperti menahan tangis. Hal itu membuat dua orang laki-laki menatapnya bingung.

"Heh, lo kenapa?" tegur Alfi yang lagi asik bermain Uno stacko bersama Arlan.

Reina berjalan menghampiri kedua cowok itu dan duduk diantara mereka. "Gue kesel, bukan lebih tepatnya gue kayak tergantikan gitu. Bahkan gue kayak nggak dianggap lagi."

Alfi dan Arlan saling tatap, mereka bingung harus berkomentar seperti apa.

"Yaudah lo bilang aja kalo lo suka dia," usul Alfi yang langsung mendapat gelengan tegas dari Reina. "Yang bener aja. Kalo dia nggak suka bisa gue yang dijauhin."

"Yaudah lo jauhin dia aja. Itu nggak bakal buat lo sakit hati lagi," usul Arlan kali ini yang sama mendapat gelengan tegas dari Reina. "Nggak, gue udah bareng-bareng sama dia dari kecil. Gue nggak mau."

"Tapi kan Rein, orang kalo sakit pasti bakal menjauhi hal yang membuatnya sakit. Itu udah hukum alam," jelas Arlan yang mendapat anggukan kepala dari Alfi tanda setuju.

"Tapi gue nggak bisa, bang." Air mata Reina mulai menetes. Ia menangis bukan karena usul Arlan ataupun Alfi, ia menangis karena sudah tak sanggup lagi menahan sesak di dadanya melihat kedekatan Aldo dan Keysa tadi. "Biarin gue kayak gini. Biarin gue tetep jadi sahabatnya, karena cuma itu cara yang bisa buat gue tetep deket sama dia. Dia nggak perlu tau kalo gue suka sama dia."

Alfi merengkuh tubuh Reina membiarkan gadis itu menangis di pelukannya. Arlan mengelus rambut Reina dengan sayang. Mereka sadar Reina begitu rapuh saat ini dan mereka juga tau seberapa besar Reina mencintai Aldo.

***

Tak biasanya kelasnya rame seperti ini. Hampir setengah penghuninya sudah pada dateng. Reina masih berada diambang pintu menatap bingung. Ia berjalan menuju bangkunya dan segera bertanya pada Risha yang bangkunya tak jauh darinya.

"Ini kenapa sih?" tanya Reina.

Risha yang sedang menuliskan sesuatu di bukunya langsung mendongak. "PR matematika dikumpulin hari ini dan ada hafalan rumus juga. Nanti jam ketiga ulangan PKN."

Bagai terserang badai. Reina langsung kalang kabut, masalahnya ia baru menyelesaikan PR nya hanya setengah. Ia langsung mengambil buku PR matematikanya dan membalik badannya menghadap Kintan yang duduk tepat dibelakangnya.

"Eh pap dong," pinta Reina.

Kinta berdecak malas tapi tak urung tetap menyodorkan bukunya. "Buruan ini dikumpulin jam pertama."

"Iya tau." Reina membalikkan badannya dan langsung menyalin jawabannya dengan cepat.

Bel masuk berbunyi dan tak lama guru masuk. Reina menahan nafasnya beberapa detik yang setelahnya ia langsung ngebut nyalin. Bahkan tulisannya pun tak rapi.

Bodo amat tulisan jelek, nggak peduli juga jawaban salah, yang penting ngumpulin, begitu pikirnya.

"Ada PR kan? Sekarang dikumpulin kedepan," ucap Bu Desi.

"Bentar buuuuu." Seluruh siswa dikelas itu histeris panik.

"Kalau dalam hitungan 10 detik kalian telat ngumpulin, nggak akan saya nilai dan saya nggak mau nerima."

"10..."

"Bentar buuuuu, ya Allah bentar," seru Reina panik. Ia sampai berdiri dari duduknya dan menulis jawaban dengan singkat.

"7..."

"Masya Allah, buuuuu, bentarrrr." Kali ini Melly yang berteriak heboh, ia sama sekali belum mengerjakan satu pun dari rumah dan baru mengerjakan di sekolah.

Reina maju ke depan dan menyerahkan buku PR nya ke guru. Ia kembali kembali ke bangkunya sambil menghelat lega. Ia lega karena ketegangan yang dirasakannya sudah berakhir.

Bu Desi masih terus menghitung. Keadaan kelas makin gaduh mengiringi berkurangnya hitungan dari Bu Desi.

"3..."

"2..."

Banyak siswa yang maju ke depan dengan berlari untuk mengumpulkan tugasnya. Mereka sama sekali tak yakin dengan jawaban yang mereka tulis di buku. Prinsip mereka sama dengan Reina. "Yang penting ngumpulin," begitu pikirnya.

"1... Yang telat ngumpulin nggak akan saya terima. Yaudah kita lanjut materi kita yang kemarin."

Kintan menyolek bahu kanan Reina yang membuat gadis itu menoleh. "Lu tadi udah selesai?" tanya Kintan dengan lirih.

"Udah tapi asal-asalan dan tulisan gue juga makin burik gara-gara buru-buru." Reina menjawab juga dengan suara yang lirih.

"Tulisan gue juga jadi burik. Untung tadi tinggal setengah tadi kita." Reina mengangguk setuju. Mereka sebelumnya memang sempat kerja kelompok untuk mengerjakan PR itu. Mereka sengaja mengerjakannya secara berkelompok karena jumlah soalnya pun tak kira-kira. 30 soal.

"Gue nggak bisa bayangin yang belum ngerjain sama sekali. Bisa kelabakan banget itu."

"Untung kita udah ya, Rein." Reina mengangguk setuju, ia kembali menatap ke depan kearah papan tulis yang ternyata sudah penuh dengan rumus-rumus yang ditulis Bu Desi.

***

Fairahmadanti1211

ReinAldo [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang