41. Kebahagiaan Aldo Adalah Bahagianya Reina

223 21 2
                                    

Aldo sudah pulang sekitar setengah jam yang lalu. Rifa melirik jam dinding yang menggantung di dinding kamarnya, disana jarum menunjukkan pukul 9 malam. Ia mengambil hpnya yang berada diatas nakas dan mendial nomor telepon Reina. Ia berniat memberitahu gadis itu tentang Aldo.

Baru dering ketiga terdengar suara Reina diujung sana.

"Halo."

"Halo, Rein."

"Iya, Rif. Kenapa?"

"Tadi Aldo kerumah gue."

"Buat apa? Awas kalo naksir." Reina terkekeh. Sebenarnya ia sangat takut hal itu beneran terjadi diantara mereka.

"Nggak mungkin. Gue cuma minta dia buat nemenin gue dirumah tadi gara-gara semua orang pergi. Dia juga cerita banyak ke gue."

"Dia cerita apa?"

"Dia cerita kalo dia udah punya pacar. Mereka berhubungan sudah lumayan lama."

Bagai disambar petir. Kabar itu membuat bibir Reina kelu. Ia sama sekali tak tau harus berkomentar apa. Kenapa Aldo tak cerita padanya?

"Sekarang hubungannya sedang ada masalah."

"Masalah apa?" Ia berusaha mati-matian menahan suaranya agar tidak bergetar. Mendengar kabar ini bagaikan ia sudah tak memiliki harapan lagi untuk bersama Aldo. Bersama dalam artian mencintai sebagai sepasang kekasih.

"Dia diselingkuhi tepat didepan matanya."

Reina tak dapat membendung air matanya lagi. Air mata menetes begitu saja di pipinya. Ia tak tega sahabatnya diperlakukan seperti itu. "Kenapa dia nggak pernah cerita ke gue dan malah cerita ke lo? Dia suka sama lo?"

"Nggak, Rein. Dia cerita ke gue karena disaat itu hanya ada gue disana. Gue memancing dia buat cerita."

"Gue yang selalu ada buat dia! Gue masih bisa untuk selalu dengerin semua cerita dia! Kenapa dia malah cerita ke lo yang notabenenya adalah orang baru?!" Reina langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu balasan dari Rifa. Hatinya hancur, ia merasa seperti tersisih begitu saja, apalagi mendengar sahabat sekaligus orang yang dia cinta ternyata dikhianati.

Ia tak rela Aldo dikhianati seperti itu. Ia tak masalah jika cowok itu tak bisa menjadi miliknya tetapi cowok itu harus bahagia karena bahagia Aldo adalah bahagianya. Anggap saja ia bucin sekarang. Tapi ia sama sekali tak peduli, ia hanya beranggapan bahwa kebahagiaan Aldo adalah bahagianya. Walaupun ia tak ada kesempatan memiliki cowok itu, ia tak masalah.

Toktoktok

Pintu kamar Reina diketuk dari luar. Kepala Arlan sedikit menyembul. Reina buru-buru menghapus air matanya.

"Kenapa?" tanya Reina.

"Beli martabak yuk."

"Kok lo ada dirumah gue, bang? Sejak kapan?"

"Satu jam yang lalu mungkin. Udah yuk beli martabak."

"Ngapain gue sih? Sama bang Alfi aja sana ah." Reina menelungkupkan wajahnya pada bantal. "Gue males tau."

Arlan langsung nyelonong masuk dan menarik tangan gadis itu. "Udah ayo ah. Bacot amat."

Reina hanya bisa pasrah saat dirinya ditarik-tarik seperti anak kambing. "Dasar maksa," dumel Reina.

***

"Jadi lo kenapa?" tanya Arlan dengan mulut penuh dengan martabak. Saat ini mereka tengah berada di taman depan komplek perumahan rumah Reina. Ditengah mereka sudah ada satu kotak berisi martabak spesial yang tadi mereka beli.

"Apanya yang kenapa?" Reina mengerutkan keningnya, ia bingung apa yang dimaksud Arlan.

"Itu tadi kenapa lo nangis dikamar."

Mata Reina melotot. "Lo liat?!"

"Ya liat lah. Lo pikir gue nggak punya mata gitu."

"Gue habis nonton drama." Arlan menoyor kepala Reina dengan penuh dendam. "Lu keliatan banget boongnya."

Arlan menggelitiki perut Reina dan membuat gadis itu kegelian. "Ampun ampun, bang. Berhenti."

Bukannya berhenti, Arlan malah semakin gencar melakukan aksinya. "Makanya cerita."

"Hahahaha. Iya iya, ini berhenti dulu." Arlan menghentikan aksinya dan melihat gadis disampingnya sedang mengatur nafasnya karena kebanyakan tertawa.

"Jadi sebenernya gue suka sama sahabat gue sendiri," terang Reina.

"Udah tau."

"Tau darimana?!"

"Alfi. Udah buruan intinya."

"Dasar abang kek ember," gerutu Reina. "Jadi sebenernya beberapa hari ini bukan lebih tepatnya beberapa bulan ini gue kayak kehilangan sosok dia. Dia jadi cuek dan nggak ada waktu lagi buat gue. Dan baru tadi gue tau penyebabnya, ternyata dia udah punya pacar."

Reina tersenyum tapi matanya menampilkan kesedihan. Ia gagal mengambil dan memiliki hati sahabatnya.

"Gue cuma bisa bilang ikhlasin. Cara ikhlas bisa buat persahabatan kalian awet." Arlan merangkul pundak Reina dengan sayang.

"Gue ikhlas dia pacaran, bang. Gue seneng dia bahagia. Tapi dia lagi sedih, dia dikhianati di depan matanya. Dia kayak dicampakkan, bang."

"Ya bagus berarti Allah langsung memberikan balasan padanya karena udah campakin lo."

"Gue nggak mau dia disakiti, bang. Gue mau dia bahagia karena bahagia dia, bahagia gue juga."

"Rein, dengerin gue. Lepasin perasaan lo karena emang orang yang lo suka itu nggak cocok nerimanya, Rein." Reina menangis. Ia tak mungkin melakukan hal itu dengan mudah. Ia menyayangi Aldo, sangat. Ia tak menyangka kebersamaan mereka sedari kecil bisa memunculkan rasa pada hatinya.

"Nggak semudah itu bang, gue sama dia selalu sama-sama. Tiap hari gue selalu sama dia."

"Lo kurangi pertemuan kalian." Mendengar itu, tangis Reina semakin deras. Apa mungkin ia bisa melakukannya? Sedangkan dari kecil ia terbiasa bersama dengan cowok itu.

Arlan tak tega melihat keadaan Reina saat ini. Mata merah, hidung merah, dan pipi basah penuh air mata. Ia menghapus air mata gadis itu, tapi sepertinya usahanya sia-sia. Karena gadis itu masih terus menangis. Arlan menarik pelan tangan Reina dan membawa gadis itu kedalam pelukannya.

Ternyata sebesar ini rasa cinta lo ke Aldo, Rein.

***

Pukul 9 pagi Aldo telah siap dengan setelan casualnya. Ia memakai kemeja hitam yang tidak dikancing sehingga kaos putih yang berada didalamnya terlihat. Ia bersiap seperti ini karena ingin menemui Rifa, mengajak gadis itu untuk jalan ataupun makan bersama.

Ia telah sampai di depan rumah Rifa 15 menit kemudian karena keadaan jalanan yang tak begitu ramai. Ia menelepon Rifa untuk menyuruh gadis itu turun menuruninya. Ia juga mengatakan niatnya kesini untuk mengajaknya gadis itu jalan dan makan.

Rifa menyetujuinya dan mengatakan akan turun sekitar 30 menit karena ia harus mandi dan bersiap.

30 menit kemudian Rifa keluar menemui Aldo tengah bersandar pada motornya. "Udah lama ya?" tanya Rifa sekadar berbasa-basi.

"Ya lumayanlah." Aldo menaiki motornya. "Yuk naik." Rifa mengangguk dan mendudukkan bokongnya pada boncengan motor Aldo.

Aldo langsung melajukan motornya membelah jalanan menjauhi kawasan rumah Rifa untuk menuju ketempat yang akan mereka tuju.

***

Fairahmadanti1211

ReinAldo [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang