Epilog

355 25 8
                                    

6 tahun kemudian

Sepasang kekasih baru saja pulang dari butik untuk fitting baju pengantin. Lusa mereka akan menikah.

"Rein," panggil seseorang yang membuat gadis disebelahnya menoleh menatapnya.  "Kamu siap kan jadi nyonya Bagas Danuputra?" tanya pria yang diketahui bernama Bagas. Pria itu adalah kakak senior Reina sewaktu mereka kuliah di Bandung, walaupun Bagas berbeda jurusan tetapi satu fakultas dengannya. Reina jurusan sastra Indonesia sedangkan Bagas jurusan sastra Inggris. Karena keseringan kelas jurusan yang selalu bersebelahan, membuat mereka saling kenal.

Reina tersenyum manis dan mengangguk. "Aku udah memutuskan berarti aku siap."

"Kamu nggak terpaksa kan?" Reina mengernyit bingung. Bagaimana mungkin ia menikah karena terpaksa, menikah sekali seumur hidup dan ia menginginkannya. "Maksud aku, kamu nggak terpaksa nerima aku karena nggak enak sama aku kan? Atau hanya untuk pelampiasan melupakan masalalumu itu?"

Reina melotot, bagaimana bisa Bagas berpikiran seperti itu. Sumpah, pemikiran darimana itu? Mereka telah bersama hampir 3 tahun dan sebentar lagi mereka akan melangsungkan pernikahan, bagaimana mungkin Bagas masih meragukannya. "Nggak, kenapa kamu punya pikiran kayak gitu?"

"Aku cuma masih ragu, bukan aku ragu nikah sama kamu. Tapi aku ragu kalo hati kamu masih dibayang-bayangi sama dia."

"Gas, bisa nggak kamu nggak usah bahas dia. Dia itu masalalu nggak akan ada hubungannya dengan masadepanku nanti sama kamu."

"Tuh kan, kamu masih belum bisa buat mendengar bahkan nyebut dia dalam pembahasan kita." Bagas menghentikan mobilnya di tepi jalan. Sekarang ia bisa menatap Reina dengan leluasa. Menatap mata gadis itu untuk mengetahui kejujuran disana. "Aku 2 tahun perjuangin kamu, 2 tahun menghilangkan namanya dari hatimu, dan 2 tahun pula aku menghilangkan bayang-bayang traumamu sama sebuah hubungan yang menurut kamu semua hubungan akan berakhir tragis, yang menurut kamu semua akan ninggalin kamu." Kata-kata Bagas semua mengingatkannya kejadian 6 tahun lalu, dimana saat itu Aldo lebih memilih memutuskan hubungan persahabatannya dan meninggalkannya. Untuk kesekian kalinya, Reina menangis lagi karena kejadian itu. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Menurutnya kejadian itu merupakan mimpi buruk untuknya.

"Terus mau kamu apa agar bisa percaya kalo aku milih kamu?" tanya Reina. Bagas menyentuh punggung tangan Reina dengan sayang. "Undang mereka ke nikahan kita besok lusa."

Reina menepis tangan Bagas dari tangannya. "KAMU GILA?! AKU MATI-MATIAN LARI DARI MEREKA, MENGHINDAR DARI MEREKA AGAR AKU BISA LANJUTIN HIDUP. TAPI KAMU MALAH BUAT AKU KEMBALI KE MEREKA. KAMU TUH KENAPA SIH?! YANG NIKAH ITU AKU SAMA KAMU." Reina menunjuk dirinya sendiri lalu beralih ke Bagas. "NGGAK ADA HUBUNGANNYA SAMA MEREKA, APALAGI SAMA DIA." Setelah mengucapkan itu, napas Reina tersenggal-senggal, air matanya pun menjadi deras menetes.

"Bukan gitu, gimana kamu mau nikah sama aku kalo kamu aja belum bisa berdamai sama masalalu kamu? Rein,  aku pingin buat kamu yakin sama keputusan kamu, ini sekali seumur hidup. Masih ada besok buat kamu buktiin perasaan kamu itu." Bagas mendekat dan memeluk Reina dengan sayang. Ia juga mencium puncak kepala gadis itu berkali-kali. "Aku nggak mau kamu nyesel seumur hidup karena menikah dengan orang yang nggak kamu cinta."

Bagas mengelus kepala belakang Reina dengan sayang. Posisi mereka masih sama. Berpelukan. "Tujuanku mengundang mereka untuk membuat kamu nyelesain masalah kamu, aku nggak mau kamu selalu lari seperti ini."

Reina meregangkan pelukan mereka. "Kamu nggak tau rasanya jadi aku saat itu. Duniaku seperti hancur saat itu juga. Sahabat perempuan yang mengetahui aku suka sama sahabat kecilku malah terang-terangan jadian. Kamu tau? Lama aku mencoba buat percaya lagi sama orang. 2 tahun kamu ngejar aku, alasan selama itu aku nggak nerima kamu karena aku takut, takut kamu pergi seperti dia."

"Rein, aku disini. Disamping kamu. Justru yang aku takutkan pergi itu kamu. Perjelas perasaanmu, Rein."

"Kenapa kamu kayak mendorong aku pergi dari kamu sih?" Bagas menghela nafas berat. "Aku nggak dorong kamu pergi. Kamu cuma mau buat kamu mastiin hati kamu buat aku atau buat dia. Kalo kamu emang milih dia, aku lepasin kamu. Tapi kalo kamu milih aku, kamu tau kan cari aku dimana? Kamu bisa hubungi aku kapanpun."

Bagas memegang kedua tangan Reina dan mendekatkannya pada bibirnya. Cowok itu mencium tangan Reina. "Aku mohon pastiin hati kamu buat siapa." Reina menunduk, menghela nafas berat, dan akhirnya mengangguk juga. Ia harus mempersiapkan diri dan hati untuk bertemu dua masalalunya.

***

Setelah melalui perdebatan yang panjang dan menguras air mata. Reina akhirnya setuju, tapi dengan syarat Bagas harus menemaninya ke rumah Rifa. Untuk ke rumah Aldo, ia akan lakukannya sendiri. Cowok itu setuju.

Bagas menghentikan mobilnya di depan rumah dua lantai. Rumah Rifa. Reina menunduk dan meremas jari-jarinya. Bahkan tangannya sudah berkeringat. Jujur ia sangat gugup saat ini, ia takut. Bagas yang melihat itu langsung menggenggam tangan Reina dan memberikan senyum kepada gadis seolah mengatakan 'semuanya akan baik-baik aja'.

Mereka turun dari mobil dan melangkah menuju pagar rumah Rifa yang dijaga seorang satpam yang sudah Reina kenal. Pak Amin. Reina sedikit berbasa-basi terhadap Pak Amin dan menjawab pertanyaan mengenai dirinya yang 6 tahun tak pernah berkunjung lagi ke rumah Rifa.

Setelah tau bahwa Rifa berada di rumah, Reina dan Bagas beranjak menuju pintu utama. Mereka hanya diam disana. Tangan Reina sudah melayang untuk menekan bel, tapi diurungkan. Ia menatap Bagas, tapi cowok itu malah tersenyum dan mengangguk seolah menyemangati gadis itu. Akhirnya Reina menekan bel, tak lama pintu terbuka menampilkan gadis seumurannya yang ia yakini adalah Rifa. "Reina?" tanya gadis itu yang dibalas anggukan kepala olehnya. Buru-buru Reina menggamit tangan Bagas.

Rifa tampak senang bertemu dengan Reina lagi. Ia langsung memeluk Reina dengan erat. "Udah lama gue nggak ketemu lo, gue minta maaf sama kejadian yang waktu itu," ucap Rifa tulus. Reina masih diam didalan pelukan Rifa dengan salah satu tangannya yang menggenggam tangan Bagas.

"Gue bener-bener minta maaf, Rein. Karena gue, semuanya berantakan." Rifa terisak mengakui semua kesalahannya. "Gue nggak tau gimana cara balikin semuanya jadi normal. Gue minta maaf."

Reina mengangguk. "Nggak papa. Yang lalu biarin berlalu." Reina berbohong saat berkata itu, jujur saja sampe sekarang ia masih saja memikirkan kejadian itu. Bukan berarti ia masih memiliki perasaan terhadap Aldo, tapi sakit hatinya yang nggak pernah bisa ia lupakan sampe sekarang.

***

Cast Bagas Danuputra

Setelah ini masih ada extra chapter untuk kelanjutannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah ini masih ada extra chapter untuk kelanjutannya.

Fairahmadanti1211

ReinAldo [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang