Extra Chapter 1

351 29 4
                                        

Rifa melepas pelukannya pada Reina. Ia menatap laki-laki di sebelah Reina yang tangannya setia digenggam gadis itu. Ia baru sadar. "Mau masuk dulu?" tawar Rifa. "Lo harus ceritain ke gue kemana aja lo 6 tahun ini."

Reina terkekeh pelan. "Yaudah, boleh deh." Ia menoleh pada Bagas seolah meminta persetujuan, Bagas mengangguk. Akhirnya mereka masuk ke dalam rumah Rifa. Mereka duduk di sofa ruang tamu rumah itu.

"Mau minum?" tawar Rifa yang dibalas gelengan kepala dari Reina. "Nggak usah, kita cuma sebentar aja kok. Nggak usah repot-repot."

"Gue mau tau, 6 tahun lo kemana aja? Lo kayak menghilang gitu aja menghindar dari gue dan Aldo."

"Setelah kejadian itu gue masih disini setahun buat selesain masa SMA gue. Setelah lulus, gue langsung ke Bandung buat kuliah 4 tahun dan alhamdulillah gue udah kerja disana setahun."

"Wah keren." Reina hanya memberikan senyum tipisnya saat mendengar pujian itu.

"Gue kesini juga mau ngasih ini." Reina memberikan undangan pernikahannya kepada Rifa. "Lo dateng ya, lusa."

Rifa melotot saat menerimanya. "Lo mau nikah? Serius? Sama siapa? Sama cowok disebelah lo?"

"Hooh." Reina melirik Bagas sebagai kode ajakan pulang. Bagas mengangguk setuju. Reina mencangklong slingbagnya dan beranjak dari duduknya disusul Bagas. "Yaudah gue cuma mau ngasih itu aja. Jangan lupa dateng. Gue pamit dulu."

Rifa ikut beranjak dan mengantar mereka ke depan. "Kalo bisa datangnya bawa gandengan ya," kekeh Reina. Ia berusaha bersikap biasa aja kepada Rifa, ia ingin bersahabat lagi.

"Iye, ntar gue cari di shopee."

"Serah lu dah, cari dimana aja," jawab Reina. "Yaudah gue pamit dulu ya." Setelah itu, Bagas dan Reina berjalan menuju mobil Bagas. Mereka masuk bersamaan dan Bagas mulai melajukan mobilnya meninggalkan kawasan rumah Rifa.

"Gimana? Nggak semenakutkan itu kan memaafkan?" tanya Bagas perhatian. Cowok itu memang sangat pengertian dan perhatian terhadap Reina.

"Ya nggak juga sih, cuma masih canggung aja gitu." Bagas tersenyum, ia memanjangkan tangannya dan mengelus kepala Reina sayang. "Nggak papa, pelan-pelan. Nanti berjalannya waktu kalian bisa baik-baik lagi kayak dulu." Reina mengangguk.

"Ini mau kemana lagi?" tanya Bagas. Reina melirik jam di hpnya yang menunjukan pukul 17.30, ia juga melihat langit dari kaca depan mobil. Langit sudah mulai senja. "Pulang aja, udah mau gelap."

Bagas mengangguk dan melajukan mabilnya menuju rumah Reina. Ia akan mengantarkan gadis itu pulang dengan selamat.

***

Pagi hari, sekitar pukul 10 pagi. Reina telah siap dengan setelan casualnya. Ia akan ke rumah sebelah untuk memberikan undangan pernikahannya. Ia juga telah memantapkan hatinya semalam untuk bertemu sahabat kecilnya lagi.

Ia menuruni tangga dan kebetulan saat itu ia bertemu dengan Julia. "Kamu mau kemana pagi-pagi gini?" tanyanya. "Besok kamu nikah lho."

"Mau ngasih undangan ke tetangga-tetangga."

"Minta Abangmu aja yang nyebarin. Kamu diem-diem di rumah." Reina menggeleng tak setuju. "Aku mau sekalian jalan-jalan sekitar sini, udah lama aku ninggalin kawasan ini. Jadi aku mau lihat-lihat."

"Yaudah jangan lama-lama. Kalo udah selesai langsung pulang." Reina mengangguk patuh, setelahnya ia langsung beranjak dari sana menuju rumah sebelah. Baru saja ia ingin membuka pagar rumah, bertepatan itu pula Sophie muncul karena ingin membuang sampah. Wanita itu tampak terkejut melihat Reina. "Reina? Selama ini kamu kemana saja?" Sophie langsung menjatuhkan kantung sampahnya dan memeluk Reina. Gadis itu pun membalasnya.

Tak berselang lama, Sophie melepas pelukannya. "Kamu kemana aja?" tanyanya ulang.

"Aku kuliah dan sekarang udah kerja, Tante."

"Udah sarjana sekarang. Dimana?"

"Di Bandung, Tante. Aku pulang kesini karena besok mau nikah. Tante besok dateng ya."

"Pasti datang. Kamu kan udah kayak anak Tante sendiri." Reina tersenyum senang. Ia senang, ternyata keluarga Aldo masih tetap menyayanginya meski hubungannya dengan Aldo tak bisa dikatakan baik-baik saja.

"Aldonya ada di rumah, Tan?" tanya Reina sambil sedikit mengintip ke dalam.

"Udah setahun Aldo nggak tinggal dirumah ini lagi. Ia memutuskan tinggal sendiri setelah lulus kuliah, katanya mau mandiri gitu."

"Boleh aku minta alamatnya, Tante?"

"Boleh kok boleh. Jalan Sriwijaya 3 nomer 5." Reina diam-diam menghafal dalam hati alamat yang telah disebutkan Sophie. "Tapi kira-kira dia ada dirumah nggak, ya?" gumamnya yang masih dapat didengar Sophie.

"Dia libur kok kalo Sabtu. Kamu kesana aja." Reina mengangguk dan segera berpamitan kepada Sophie untuk pergi menemui Aldo.

***

Reina turun dari taksi di depan rumah minimalis berlantai satu, dengan garasi yang terparkir satu mobil di dalamnya, dan halaman berukuran sedang di depannya.

Gadis itu membuka pagar dan melangkah ke menuju pintu utama. Tapi hanya diam disana, menguatkan perasaanya, menerima resiko yang mungkin pulang nanti ia menangis kesekian kalinya karena mengingat lukanya kembali.

Tangannya telah melayang untuk mengetuk pintu tapi kembali ia turunkan. Ia menunduk dan menutup matanya, ia menghela nafas. Setelah sekian detik ia hanya diam, akhirnya Reina memutuskan mengetuk pintu rumah sahabatnya.

Reina kembali menunduk hingga ia tak sadar bahwa pintu telah terbuka menampakkan seorang lelaki. Saat ia melihat sepasang kaki tepat di depan kakinya barulah ia mendongak. Aldo tampak terkejut dengan kedatangan Reina yang tiba-tiba seperti ini tapi ia hanya diam. Reina pun hanya diam dengan tangan yang mengepal di samping tubuhnya dan bibir bagian dalam yang ia gigit. Waktu seolah berhenti disana, mereka hanya saling diam menatap satu sama lain.

***

"Gue cuma mau ngasih ini." Reina memberikan undangan pernikahannya kepada Aldo. Cowok itu membacanya dan saat itu juga ekspresinya berubah. Reina sama sekali tak mengerti apa yang Aldo pikirkan, tapi ia sama sekali tak peduli.

"Berarti gue telat?" tanya Aldo.

"Maksud lo?"

"Gue baru sadar kalo gue sayang sama lo selama ini lebih dari sahabat." Reina hanya tertawa sumbang setelah mendengarnya. Ia sangat ingin menangis saat ini karena kalimat yang dulu sangat ingin ia dengar dari orang yang ia cinta terwujud. Hanya saja semuanya telah terlambat. Reina telah memilih Bagas. "Candaan lo lucu banget."

"Gue nggak becanda, Rein." Reina seperti menulikan telinya dan membekukan hatinya. Ia tak boleh goyah saat ini hanya karena Aldo. "Yaudah cuma itu yang mau kasih ke lo, gue pamit." Reina berbalik dan melangkah menjauhi Aldo.

Baru beberapa langkah Reina kembali menghentikan langkahnya karena seorang lelaki tiba-tiba memeluknya dari belakang. Aldo. Tubuh Reina seketika tegang, namun ia hanya diam dengan tangan yang mengepal di samping tubuhnya dan bibir bagian bawah yang ia gigit.

"Rein, kasih gue kesempatan buat memperbaiki semuanya. Buat bisa sama-sama lagi sama lo."

***

Fairahmadanti1211

ReinAldo [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang