Aldo berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Hari ini ia memang berangkat dan keadaannya sehat walafiat. Hujan semalam tak membuat ia semakin sakit justru paginya ia merasa sehat karena istirahat yang cukup.
Aldo berniat menuju ke perpustakaan, tetapi ia mendengar suara bentakan, amarah dan tangisan.
"BISA NGGAK SIH LO NURUTIN KEMAUAN GUE HAH!" teriak pemuda kepada gadis. Gadis itu menangis ketakutan, "gue selalu coba jadi yang terbaik buat lo Van," lirihnya.
"NGGAK LO BELUM SEBAIK DIA," teriak pemuda yang bernama Revan. Gadis itu tersenyum kecut tetapi matanya masih basah dengan air mata, "gue Cacha, Van. Bukan mantan lo yang udah mati itu. Lihat gue sebagai Cacha, gue yang saat ini sama lo bukan dia!" balas teriak Cacha. Revan melayangkan telapak tangannya ingin menampar pipi gadisnya.
Cacha memejamkan matanya takut. Tapi kok pipinya ngga merasakan apapun, ia membuka matanya. Aldo menahan tangan Revan tepat waktu sebelum mengenai pipi Cacha.
Revan menghempaskan dengan keras, "LO NGGAK USAH IKUT CAMPUR MASALAH GUE!"
"Gue nggak ikut campur, gue cuma nggak suka cowok nyakitin cewek," balas Aldo tenang. Mata Revan berkilat marah, tetapi tak melakukan apa-apa. Ia langsung pergi meninggalkan Aldo dan Cacha yang masih bergeming disana dengan perasaan dongkol.
"Makasih Do, sikap lo masih sama seperti dulu." Cacha tersenyum.
***
2 tahun yang lalu
Dua remaja SMP berlainan jenis sedang berjalan bersama diarea taman, kemudian duduk di bangku taman. Mereka baru saja keluar dari lingkungan sekolah karena sudah jam pulang sekolah.
Mereka mampir kesana karena sedang lewat di taman itu. "Lo mau ngapain ngajakin gue kesini Cha?" tanya pemuda itu kepada gadis yang bernama Cacha.
Cacha meremas-remas jarinya gelisah, "ngeng... Aldo." Gadis itu sangat gugup saat ini. Aldo memasang wajah bingung, "iya kenapa Cha?"
"Kita ini apa?" Pertanyaan itu lolos dari bibir mungil gadis itu.
"Temen sekelas," balas Aldo santai. Mendengar jawaban Aldo seperti itu membuat down harapan Cacha tapi ia harus bilang hal ini, ia sudah tak bisa menahannya lagi. "Kalau gue nganggapnya lebih gimana Do?"
Aldo langsung menatap kearah Cacha dengan cepat, ia kaget. Firasat nya mengatakan gadis yang berada di sebelahnya ini menyukainya. "Lo suka ma gue?" tanya Aldo dengan to the poin.
Aldo harap itu hanya spekulasinya sendiri. Bukannya ia tak menyukai Cacha hanya saja ia lebih nyaman menjadi teman. Terkadang nyaman menjadi teman tetapi tidak dalam menjadi pasangan.
Tak disangka Cacha mengangguk sebagai jawaban, ia juga tak berani menatap mata Aldo secara langsung.
Aldo menghela nafas, "gue nggak bisa Cha, gue udah terlanjur nyaman kita seperti ini. Menjadi teman," tolaknya secara halus. Cacha semakin menundukkan kepalanya semakin dalam, ia sangat malu karena mengungkapkan perasaannya ke pada laki-laki. Tapi tak apa, daripada memendam lebih lama dan berefek munculnya sebuah jerawat kan.
"Gue bakal tetap jadi temen lo, dan gue bakal ngelupain hari ini, jadi pertemanan kita tetep ada." Air mata Cacha menetes, ia baru saja ditolak dan ia juga sangat malu.
"Terimakasih lo masih mau temenan ma gue Do." Cacha mendongak menatap Aldo, terlihat matanya yang basah tetapi bibirnya tersenyum. "Yaudah gue pulang dulu ya," sambungnya sambil beranjak dari duduknya.
Aldo mencekal tangannya lembut dan membuat Cacha menoleh lagi kearahnya, "gue anterin ya," tawarnya."
Cacha menggeleng sambil melepas tangannya pelannya, "nggak usah Do." Ia masih saja menampilkan senyumnya tapi matanya menyiratkan kekecewaan. Ia kecewa pada dirinya sendiri yang tak bisa menahan perasaannya pada cowok itu.
Cacha berjalan semakin menjauh meninggalkan Aldo yang masih bergeming disana.
Setelah kejadian itu, mereka berubah seperti tak saling kenal. Mereka tak menepati ucapan yang mereka katakan di taman waktu itu.
***
"Lo nggak papa kan?" tanya seorang pemuda pada gadis yang saat ini berada di dalam ruang UKS. Gadis itu menggeleng sambil tersenyum, "gue nggak papa kok Do." Memang pemuda itu adalah Aldo, seseorang yang menolongnya.
"Ada masalah apa sih lo sama cowok lo itu?" tanya Aldo lagi yang terlihat penasaran. Cacha menghela nafas berat, air matanya menetes lagi mengingat perlakuan pacarnya yang tak menganggap dirinya, "dia nuntut gue untuk jadi seperti mantannya. Ia masih melihat mantannya bukan melihat gue sebagai orang yang saat ini ada buatnya."
Aldo maju dan memeluk Cacha, merelakan bajunya basah dengan air mata gadis itu. Ia melakukan itu murni untuk menenangkan cewek itu.
Aldo mengelus rambut panjang Cacha terkadang punggungnya juga, "lo masih kuat dengannya?"
Cacha masih belum menjawab dan menyembunyikan wajahnya di dada Aldo. Masih terdengar juga isakannya. Aldo bisa merasakan betapa sakit tak dianggap dan lelahnya Cacha menghadapi ini.
Cacha melepaskan pelukannya setelah ia tenang. Masih terdapat bekas air mata di pipinya, "gue sayang banget sama dia. Setelah gue patah hati sama lo waktu itu, dia yang ada buat gue, nyembuhin hati gue..." Aldo masih terus mendengarkan cerita Cacha, ia menjadi pendengar yang baik.
"Terus sampe suatu hari, dia nyatain rasa dia ke gue. Nggak ada alasan buat gue nolak dia, gue udah nyaman ma dia. Dan setelah gue jadi pacarnya, dia nuntut gue buat ini dan itu, ngga boleh ini dan itu. Gue juga harus seperti mantannya."
"Dia selalu bilang gue harus jadi seperti cewek itu, cewek yang bahkan nggak gue kenal dan gue ketahui. Gue masih berharap dia bakalan nganggap gue sebagai diri gue, tapi nyatanya ngga akan bisa. Gue capek Do." Aldo menopang dagunya bingung memberikan saran seperti apa.
"Gue nggak bisa ngasih saran apa-apa ke lo. Tapi menurut gue, jauhin hal yang buat lo sakit. Hukum alam seperti itu. Itu menurut gue lho, maaf juga kalau salah. Kan lo tau sendiri gue nggak pernah ada pengalaman percintaan sebelumnya." Aldo menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Tapi gue bisa kok jadi pendengar yang baik," sambungnya sambil memperlihatkan barisan giginya yang putih dan rapi. Cacha maklum, ia memang tau Aldo tak pernah pacaran tapi banyak cewek yang naksir dengan pesona cowok itu, sama seperti dirinya dulu. "Nggak papa kok Do. Makasih juga udah mau dengerin cerita gue."
"Kalau gitu senyum dulu dong, biar nggak sedih lagi," ucap Aldo sambil tersenyum. Hal itu membuat Cacha ikut tertular, ia tersenyum sampai matanya yang bengkak itu terlihat semakin sipit.
Aldo melirik jam tangannya, ia menepuk keningnya, "mampus gue kan harus ke perpustakaan pinjem buku referensi pelajaran." Ia merutuki sifat pelupanya ini. Jam pertama tadi sudah usai dan dia belum kembali juga ke kelas membawa buku yang di pinta guru.
Cacha terkikik geli melihat sifat pelupa cowok itu yang tak pernah berubah, "yaudah sana gih."
"Lo nggak papa kan gue tinggal?" tanya Aldo memastikan. Cacha mengangguk. "Yaudah gue pergi dulu ya." Setelah mengucapkan itu, Aldo langsung beranjak dan keluar dari ruang UKS.
***
Fairahmadanti1211
KAMU SEDANG MEMBACA
ReinAldo [COMPLETED]
Teen FictionRank #2 teman rasa pacar [4 Januari 2020] Rank #3 teman rasa pacar [18 Januari 2020] Rank #2 teman rasa pacar [24 Maret 2020] Rank #5 aline [24 Maret 2020] Rank #5 menikung [24 Maret 2020] Rank #9 surya [24 Maret 2020] Rank #7 favorit [21 April 2020...