LXVII. Bantuan

728 91 18
                                    

Gak tau, tiba-tiba Bayi Ayam mau update hehe 🐣








Tangan itu berusaha keras membuka sebuah lubang kecil, cahaya hangat berasal dari luar berusaha masuk ke dalam sana. Namun, masih terlalu kecil untuk menerobos masuk.

Mina tengah berusaha melebarkan sebuah lubang pada penutup jendela. Di tutupi oleh lapisan plastik buram yang lumayan tebal itu.

Dirinya sangat rindu akan kehangatan cahaya matahari, sudah terlalu lama baginya terkurung dalam kegelapan ruang.

Membuat kulit segarnya bahkan harus memucat dan beberapa kuku jari kaki maupun tangannya mulai menguning.

Terasingkan dari dunia luar dalam waktu yang cukup lama membuat dirinya benar-benar sangat kacau.

Sementara itu, ketika celah kecil cahaya berhasil masuk. Mina berusaha mati-matian untuk bisa mendapatkannya. Ia membutuhkan sinar itu, atau kulitnya akan semakin memucat.

Berbekal sebuah ujung sendok dari makanan yang tidak penah ia sentuh, Mina berusaha merobek celah itu agar lebih lebar.

Surai panjang yang kusut itu, menutupi sebagian wajah lelahnya yang frustasi. Namun ia tetap penuh kesabaran merobek penutup plastik yang tebal dan kerasnya bukan main itu.

Mina tidak ingin marah-marah lagi, sudah cukup. Energinya terkuras habis dan tubuhnya semakin kurus dengan perut yang mulai membesar.

Mereka bahkan tidak pernah memperdulikan, bagaimana sulitnya seorang Ibu hamil muda untuk mengonsumsi suatu makanan.

Parahnya mereka hanya memberi makan Mina sehari satu kali, jangan ditanya. Makanan itu seperti tidak layak di konsumsi dan sangat sedikit.

"Engghh..."


SRET!


Mina berhasil membuka celah itu, meski tidak terlalu besar. Ada helaan nafas lega dari dirinya ketika merasakan cahaya hangat mulai masuk. Walau hanya sebatas seperempat proposi wajahnya yang tersorot sinar.

Mina tertatih-tatih menarik kursi kayu tua yang ada di sana, ia mendudukan diri didepan jendela.

Mata cantik itu, walau sudah bewarna kehitaman disekitarnya menatap penasaran. Apa yang ada di balik jendela itu selama ini.

Dan Mina hanya melihat pepohonan rimbun disana, sangat sepi dan tenang.

Seakan-akan ia berada di tempat yang terisolasi dari keramaian.

"Rumah ini berada di tengah hutan?"Gumam Mina.

Tiba-tiba ia merasa perutnya terasa sakit. Ia hanya bisa mengelusnya dengan perlahan

"Apa kau lapar sayang? Maafkan Ibu. Kau harus makan makanan yang tidak enak ini"

Mina menatap sendu perutnya itu, ia perlahan mengambil nampan makanan itu.

Menyuap sedikit nasi yang begitu lembek, hampir menyerupai bubur. Namun bentuknya masih bisa dikatakan nasi.

Hambar, itu yang Mina rasakan. Ingin rasanya ia memutah isi perutnya karena begitu mual.

Tapi jika ia melakukan itu, perutnya akan kosong. Dan si buah hati akan kelaparan.

Ia masih sangat bersyukur jika makanan ini tidak pernah di racun, sejak dirinya mendekam ditempat yang gelap dan lembab ini.

"Uhuk..."

Mina terbatuk, ingin rasanya mengeluarkan makanan yang berada di dalam mulutnya. Namun ia berusaha mati-matian untuk menelannya. Lalu meneguk segelas air sedikit, hanya sedikit. Ia terlalu takut. Jika, segelas air itu habis di waktu yang begitu singkat, maka malam harinya ia harus menahan rasa haus yang begitu menyiksa.

The Vengeful Prince ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang