"Kita mulai selesaikan masalah ini pakai otak, bukan pakai otot apalagi pakai hati."
⬇️
"Ini ide lo?" Tanya Erza dengan sedikit sinis. Masalahnya sekarang ia dan ketiga temannya sedang memanjat pohon dibelakang gedung sekolah! Lebih tepatnya mereka hendak masuk ke dalam ruangan kepala sekolah melalui jendela.
Galuh berdecak. "Ikutin aja napa sih?" Cowok yang sekarang sudah berada didepan jendela itupun berusaha mencongkel daun jendela menggunakan ranting pohon.
"Kalok kita ketauan gimana nih?" Nada berulang kali mengawasi sekitar dengan raut wajah cemas. Takut seseorang memergoki mereka.
Erza menyahut dengan suara dipelankan, "Makanya cepatan anjir! Malam begini bukan Pak Gilang lagi yang jaga sekolah."
Meskipun didesak teman-temannya Galuh tetap mencoba santai dan perlahan-lahan mencongkel daun jendela. Hingga beberapa menit berlalu dan jendela pun berhasil terbuka walaupun kusennya sedikit rusak. Tidak akan kelihatan.
Bergantian mereka melompat masuk ke ruangan yang gelap itu lalu mulai menyalakan senter memalui ponsel. Erza langsung membuka lemari kecil di sudut ruangan dan tanpa menimbulkan suara memeriksa kertas-kertas didalamnya.
Galuh berjongkok didepan lemari kaca berisi piala-piala yang dibawahnya terdapat laci kecil lagi. Ia membukanya dan berharap mendapatkan sesuatu yang dapat mereka jadikan petunjuk.
Ditengah ruangan, terdapat meja utama dan sebuah kursi yang tentu saja milik Pak Budi. Angkasa berada disisi kanan meja dan membuka laci disana yang berisi kertas-kertas tidak penting. Cowok itu awalnya ingin kembali menutup laci, namun matanya menemukan nama seseorang didalam kertas tersebut. Ryan Angghara, XI IPS 3. Sontak ia menjadi tertarik.
Sedangkan disisi yang lain Nada juga membuka laci di meja kepala sekolah. Sebelumnya gadis itu mengernyit karena terdapat kunci yang masih menempel disana. Pelan-pelan ia memutar kunci itu hingga laci bisa terbuka. Namun suara Erza membuat Nada menghentikan aktivitas.
"Ini data-data pak Abdi." Bisik Erza dengan keras. Mendengar hal itu Galuh langsung berdiri dari posisinya.
"Alamatnya ada?"
"Jalan Indah Baru, nomor 8."
Dengan cepat Angkasa mencatat hal itu di telapak tangannya. Nada kembali membuka laci yang tertunda tadi, dan senyuman lebar langsung tercipta begitu ia melihat isinya.
"Data-data Pak Budi!" Dengan cepat gadis itu membaca isinya. Dan Erza langsung mendekat padanya. "Jalan Niaga, nomor 31."
Lagi-lagi Angkasa menulisnya di telapak tangan. Sementara itu Galuh yang sedari tadi memperhatikan isi laci yang dibuka oleh Nada memicingkan matanya. Detik berikutnya cowok itu merebut ponsel Nada yang memancarkan cahaya senter dan menarik laci agar terbuka lebih lebar, benar saja, semua orang disana langsung terkejut melihat isinya.
"Pisau? Pak Budi.. ngapain nyimpen pisau?" Erza menatap teman-temannya dengan pandangan bertanya-tanya. "Apa mungkin yang macem-macem sama dia langsung dibacok?" Lanjut cowok itu dengan tatapan lebih horror.
Nada memutar bola matanya, "Ada-ada aja."
"Bisa jadi itu senjata dia buat bunuh Pak Abdi." ujaran Angkasa sontak mendapat tatapan tak percaya dari Galuh. Padahal didalam hati Galuh juga membenarkan kemungkinan itu.
"Iih, serem kalian!" Erza mulai heboh seperti biasa.
Nada langsung menyahut, "Pak Budi tuh yang serem!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Girl
Ficțiune adolescenți[in a SLOW UPDATE phase, sorry] Nada Athalia. Gadis manis yang sudah dikenal oleh seluruh siswa SMA Merah Putih. Sifatnya yang tidak bisa diam, sering bolos, dan suka menghisap rokok ini membuatnya menjadi langganan masuk ruang BK. Namun keadaan ber...