PART 13

2K 86 1
                                    

"Gue yang ngomong, gue juga yang sakit hati."

⬇️

Langkah Nada yang menyeret membuat rasa lemasnya semakin menjadi-jadi. Gadis itu mengusap wajahnya seraya menghembuskan nafas. Rumahnya terasa sangat sepi karena waktu telah menginjak tengah malam.

Setelah aksi 'penyelamatan' di swalayan siang tadi, Mira sama sekali tidak menanggapi atau bertanya apapun mengenai tindakan Nada. Entahlah Mira kaget, marah atau kecewa.

Tatapan Nada langsung mengarah pada ruang tengah ketika ia mendengar sesuatu. Gadis itu menelan ludah dan mengubah langkahnya menjadi pelan. Sosok yang beberapa hari ini tidak ia lihat tengah duduk di sofa depan televisi yang menyala, dengan tatapan kosong, wajah memerah dan tangan kanan memegang sebotol alkohol. Ayahnya.

Dengan hati-hati Nada duduk disebelah ayahnya. "Ayah udah pulang? Kenapa belum tidur?" Tanya dengan suara pelan. Fery hanya diam sambil menggelengkan kepalanya kaku.

Nada melipat kakinya keatas sofa dan tanpa ragu menyandarkan kepalanya pada bahu kiri ayahnya. Bau alkohol langsung menyeruak penciuman gadis itu. Dengan lirih, Nada memulai obrolan.

"Ayah kangen Mama?"

Kembali, tidak ada jawaban dari Fery. Pria itu bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari televisi yang entah menyiarkan apa. Nada melirik sekilas, lalu kembali berujar. "Nada juga kangen sama Mama, tapi mungkin kan Mama udah bahagia disana."

Meskipun dirinya sendiri sesak setelah mengatakan itu, Nada tetap mencoba tersenyum. Perlahan Fery terkekeh lalu mengusap puncak kepala anaknya, "Belajar aja yang bener, jangan mikirin ayah."

"Gak kok, Nada juga gak paham soal urusan ayah." Nada tersenyum lebar dan membuat sang ayah kembali tertawa kecil.

"Bagus lah,"

Tanpa sadar Fery meletakkan botol alkohol nya didekat kaki dan kembali mengajak Nada berbincang. Sudah lama sekali ia tidak duduk berdua dengan anak bungsunya seperti ini.

"Gimana sekolahnya? Kamu gak buat macem-macem lagi kan?"

Nada terkekeh, kata-kata ayahnya cukup menggelitik. Memang apa yang bisa diperbuat seorang Nada Athalia? Saat itu, ingin sekali Nada langsung berlari dari hadapan ayahnya. Ia selalu takut kalau membicarakan soal sekolah.

"Baik kok. Nada ngantuk loh, ayah tidur juga gih." Sebelum benar-benar berdiri, Nada menggerakkan kakinya untuk menggeser botol alkohol yang berada didekat kaki ayahnya menjauh. Benar saja, Fery langsung berdiri dan mengusap singkat puncak kepala Nada. Dan melangkah pergi menuju kamarnya.

Nada menghela nafas. Diambilnya botol yang berbau menyengat itu lalu beranjak menuju pintu depan dan membuangnya di tempat sampah. Ia tau, Fery adalah orang yang baik, hanya saja sering melampiaskan amarahnya pada alkohol.

Saat hendak kembali masuk ke dalam rumah, pikiran Nada mendadak melayang pada Ghara. Sudah lama ia tidak duduk bersama cowok itu seperti malam-malam yang lalu. Apakah cowok itu masih sering keluar saat malam?

Buru-buru gadis itu kembali ke kamar dan mengambil ponsel. Tanpa menimbulkan suara, gadis itu kembali keluar rumah tanpa mempedulikan jam yang seakan berteriak padanya.

• • •

"Gausah pegangan!" Bentak Galuh pada Erza yang tengah duduk di atas boncengan motor. Sebenarnya itu motor Erza, namun Galuh yang membawanya. Dan keduanya tak henti-hentinya saling berteriak.

Jalanan tampak lengang saat malam hari, jadi keduanya lebih bebas berteriak. Dan bukan Galuh dan Erza namanya kalau duduk diam dirumah. Apalagi Galuh sudah tidak bersembunyi lagi.

"Awas aja ya kalok lo gabung lagi sama anak-anak sampah itu!" Ujar Erza tanpa berniat memindahkan tangannya dari pinggang Galuh.

"Aissh, Iya-iya! Namanya juga manusia, pernah salah kali." Balas Galuh pelan dan dibalas tawa oleh Erza.

Obrolan keduanya mendadak berhenti ketika sebuah mobil dengan cepat berbelok tanpa aba-aba didepannya. Dengan cepat Galuh menekan rem agar motor Erza tidak menyentuh badan mobil itu.

"Woy! Woy! Gak santuy amat bawa mobil!" Geram Erza seraya menatap mobil yang sudah hampir tak terlihat itu. Galuh pun mengusap-usap dadanya lega, nyaris saja dirinya tidak pulang malam ini karena kecelakaan.

"Motor gue gak papa kan Luh? Aman kan?" Erza langsung meneliti bagian-bagian motornya.

Kelegaan Galuh semakin bertambah mendengar ucapan Erza yang masih heboh seperti biasanya. "Aman!"

Keduanya pun melanjutkan perjalanan tanpa rasa penasaran sediki pun mengenai pengemudi mobil tadi.

• • •

Nada berdecak seraya menekan kuat layar ponselnya. Sudah beberapa kali ia mencoba menelpon Gahra namun cowok itu tidak mengangkatnya. Ia baru saja keluar dari taman bermain anak yang biasa ia kunjungi. Tentu tidak ada siapapun di sana.

Gadis itu berjalan lurus sambil menoleh kekanan dan kiri. Setahunya, Gahra tidak tinggal bersama dengan orang tuanya. Melainkan nge-kos. Aneh ya, punya rumah tapi nge-kos.

Mungkin itu salah satu dampak ketidak harmonisan sebuah keluarga.

Langkah tergesa-gesa Nada terhenti di sebuah bangunan bertingkat tiga yang memiliki tulisan penawaran kamar kosan. Sebuah kemungkinan Gahra tinggal disini langsung memenuhi pikiran Nada. Seorang satpam menangkap keberadaan gadis yang masih terbingung-bingung itu dan mendekatinya.

"Ada perlu apa, neng?"

Sedikit tersentak, lalu Nada tersenyum lebar. "Eh, permisi pak, disini ada yang namanya Ghara?"

Pertanyaan itu dihadiahi anggukan oleh si satpam. Senyum Nada kian terbentuk dan pertanyaan lain pun meluncur keluar dari mulutnya, "Saya temen sekolah Ghara pak, ada perlu sebentar sama dia, boleh saya masuk?"

"Waduh, maaf nih, tapi kalok udah malam gini gak boleh ada yang masuk lagi. Lagian saya belum ngeliat Ghara seharian ini, coba aja ditelpon."

"Udah pak, tapi gak diangkat."

Sebelum pembicaraan Nada dan si satpam berlanjut. Sebuah mobil  yang tangah meluncur cepat dijalan tiba-tiba berhenti di dekat keduanya. Nada mengernyit ketika mobil tersebut melemparkan seonggok benda keluar dan kembali tancap gas.

"Astaga!" Nada berlari bersama dengan si satpam kosan mendekat ketika menyadari benda itu adalah manusia. Seorang cowok yang terlihat sangat tidak berdaya.

Yang semakin membuat Nada terbelalak, cowok itu adalah Ghara. Wajahnya sangat pucat dan darah menghiasi kepala dan sudut bibirnya.

"Pak! Pak! Tolongin pak!" Dengan heboh memukuli satpam yang tak kalah panik itu. Ia tidak tau masalah apa yang diterima Ghara hingga ia dipulangkan dalam kondisi seperti ini.

"Tunggu sebentar neng, saya kedalam nyari bantuan!"

Cepat-cepat bapak itu berlari masuk dan Nada masih menepuk-nepuk wajah Ghara, berharap cowok itu terbangun. "Gahra, lo ngapain aja sih? Bangun dong ceritain sama gue..."

Suara Nada bergetar, ia sangat khawatir dan tidak tega melihat wajah cowok yang tengah ia pangku itu. "Ghara bangun!"

Sekeras apapun ia berusaha Ghara akan tetap tak sadarkan diri. Namun tatapan Nada jatuh pada secarik kertas yang menyembul keluar dari kantong jaketnya. Rasa penasaran langsung menyerbu gadis itu dan bimbang pun otomatis menempelinya.

Gadis itu sedikit menarik ujung kertas yang ternyata sebuah foto seseorang. Lebih tepatnya, foto seorang bapak yang merupakan kepala sekolahnya. Pak Budi. Nada tersentak ketika mendengar suara langkah kaki, kepalanya menoleh kebelakang dan melihat beberapa orang berlari keluar dari kosan. Cepat-cepat Nada memasukan kembali foto itu dan menyeka keringatnya dengan punggung tangan.

Buat apa Gahra nyimpen foto pak Budi? Hubungan mereka apa?

• • •

Fake GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang