"Ketika orang-orang merasa terlalu percaya diri dan merasa semua hal dapat diselesaikan sendirian."
⬇️
Erza mengubah posisi tidurnya menjadi telentang dan tangan kanannya memegang ponsel yang tepat berada di atas kepala. Cowok itu hendak menghabiskan waktu malam ini dengan hanya bermain ponsel dikamar. Toh, sudah tidak ada Galuh yang mengganggunya.
Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dan terdengar suara wanita dari luar. "Erza! Buka pintunya nak,"
Mendengar suara ibunya, ponsel dari tangan Erza terlepas sehingga terjatuh menimpa wajahnya. Cepat-cepat ia bangkit dari kasur dan melempar setumpuk buku pelajaran ke tempat ia berbaring tadi, ponselnya pun ia sembunyikan.
Ketika ia hendak berjalan menuju pintu, mendadak kepalanya terasa pusing, Erza memegang kepalanya sendiri seraya meringis. Langkah kakinya pun menjadi terhuyung-huyung karena pandangannya berputar. Entah apa yang terjadi, Erza pun tidak tahu.
Berusaha menahan nyeri dikepalanya, Erza membuka pintu kamarnya dan menampilkan wajah biasa saja didepan ibunya. Wanita itu langsung melirik kedalam kamar anaknya dan kemudian tersenyum bangga.
"Uuh, rajinnya anak ibuk. Lagi belajar ya?"
Erza hanya cengengesan membalas perkataan ibunya, "Iya dong, ada apaan manggil Erza?"
"Ini ibuk dapet surat dari dokter. Kamu sakit?" Wanita itu mengangkat amplop putih ditangannya yang langsung mengubah raut wajah Erza. Cowok itu terlihat sedikit gelagapan.
"Ooh! Enggak! Ituu.. kemaren kan Erza yang nemenin Galuh di rumah sakit, surat untuk Galuh niih.." Cowok itu mengambil amplop putih ditangan ibunya dan masih saja sambil cengar-cengir.
Ibu Erza menghela nafas singkat, "Yaudah kasih ke Galuh aja, kamu lanjutin belajarnya. Semangat!"
"Siap bos!" Erza menatap punggung ibunya yang berlalu pergi, baru ia menutup pintu kamar. Wajahnya berubah sendu dan senyum menyebalkan khas cowok itu tak terlihat lagi.
Erza mendudukkan dirinya di pinggir kasur, tangannya bergerak membuka amplop dari rumah sakit itu. Bibir bawahnya ia gigit kuat ketika membaca isi surat itu, pupil matanya bergerak mengikuti barisan kata-kata yang membuat Erza semakin putus asa.
Tangan kanannya setengah meremas kertas itu, dan tangan kirinya memijat pelipisnya sendiri. Kedua mata Erza terpejam, ingin ia robek kertas itu namun tetap saja tidak bisa.
Ia tidak menyesal datang ke rumah sakit tempo hari untuk memeriksakan diri, ia pun tidak menyesali kebiasaan buruknya selama ini. Ia hanya tak mau menerima ini semua, dan kehilangan harapan di masa depan. Cowok itu melemparkan kertas itu kelantai dengan keras, matanya menyiratkan kesakitan dan keputusasaan.
Erza menutup wajahnya dengan kedua tangan untuk menahan air mata. Ia tidak boleh menangis.
• • •
Ghara mengusap-usap pergelangan tangan Nada yang memerah. Keduanya sekarang tengah berada didalam mobil. Setelah pengakuan palsu yang dilakukan Ghara tadi, cowok-cowok yang mengganggu Nada tadi berangsur pergi. Dan Nada masih sibuk mengatur detak jantungnya sehingga tidak menyadari gelagat aneh cowok-cowok itu ketika menatap Ghara.
"Sakit?" Tanya Ghara dengar raut wajah bersalah. "Sorry, gue tadi ninggalin lo."
Nada menggeleng pelan, "Gue gak apa-apa kok, tenang aja."
Ketika gadis itu hendak menarik tangannya, Ghara mempererat genggamannya pada pergelangan tangan Nada. Spontan ia menatap wajah Gahra yang hanya beberapa centi didepannya. Wajah cowok itu terlihat lebih serius dari biasanya membuat jantung Nada kembali menggila.
"Lo kenapa..." Ghara memberi jeda pada kalimatnya dan memperdalam tatapannya pada bola mata Nada. Hal itu membuat gadis itu gagal menyembunyikan wajah memerahnya dan ikut terpaku pada mata Ghara. "...gak ngelawan mereka?"
Suasana mendadak hening. Nada menahan nafasnya, antara takut Ghara telah mengetahui jati dirinya yang jauh dari kata lembut, dan wajah cowok itu yang sangat dekat dengannya.
"Gue.." Nada menundukkan kepalanya, tak mampu menjawab. Dan kemudian Ghara melepaskan genggamannya dan bergerak menjauh, membuat Nada kembali bernafas lega.
"Maaf buat lo gak nyaman." Ghara mengalihkan pandangannya keluar jendela. Lalu mulai menghidupkan mesin mobilnya.
"Gak kok, gue tadi cuma... takut." Bohong Nada yang juga mengalihkan pandangannya. Tak ada lagi sahutan dari Ghara. Keduanya sibuk pada pikiran masing-masing.
Sepanjang perjalanan, hanya hening yang memenuhi mobil. Keduanya sama-sama canggung, padahal tadi mereka sudah sangat akrab dan banyak mengobrol. Nada memejamkan matanya sesaat, berusaha berfikir bahwa bersama Ghara bukanlah suatu tekanan.
Setelah beberapa menit, sampailah mereka didepan pagar rumah Nada. Segera Nada memakai tas punggungnya dan melemparkan senyum pada Gahra, "Makasih udah traktir gue, gue seneng bisa ketempat tadi sama lo."
Ghara membalas senyuman Nada dan ketika gadis itu hendak membuka pintu mobi, kembali terdengar suara cowok itu, "Makasih udah nemenin gue."
Nada tak membalas dan secepat mungkin keluar, berjalan mengitari mobil, dan membuka pagar. Ia melambai singkat dan setengah berlari masuk kedalam rumah. Ghara hanya menatapnya lama, sampai Nada tak terlihat baru ia kembali melajukan mobilnya.
Sedangkan Nada, setelah menutup, ia menyandarkan punggungnya sebentar pada pintu rumahnya. Melepaskan senyum dan ketegangan yang tadinya ia tahan-tahan. Saat hendak melangkah maju, Nada menyembunyikan senyumnya dan menatap ayahnya yang tampak kesusahan membawa beberapa tas ditangannya. Terlihat pula Mira dibelakangnya.
"Nada, ya ampun, dari mana aja kamu. Lain kali jangan pulang terlambat lagi ya," Fery mengusap rambut Nada sesaat dan ia terlihat terburu-buru.
"Iya, ayah.. berangkat sekarang?" Tanya Nada menatap ayahnya dengan tidak rela. Tapi tetap saja ia tidak bisa menahan kepergian Fery.
Pria itu tersenyum dan menatap bergantian Nada dan Mira, "Baik-baik ya kalian."
Nada ikut tersenyum dan menatap ayahnya keluar dari rumah. Padahal Fery baru saja datang, tetapi pria itu langsung pergi lagi. Keadaan kembali hening, dan gadis itu dapat merasakan kecanggungan Mira terhadapnya. Nada melepaskan sepatunya dan berjalan melewati kakaknya yang masih berdiri ditempat semula.
"Ehm, Nada.." panggil Mira membuat Nada menghentikan langkah tanpa menoleh. "Kamu pakai aja kalung dari ayah, punya kakak gak bakal kakak pakai kok.."
Nada menoleh dan menatap kakaknya dengan raut wajah sedatar mungkin. "Yaudah lo pakai, santai aja." Nada melanjutkan langkahnya cepat-cepat menaiki tangga.
Sesampainya di kamar, Nada menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Menghela nafas sebentar lalu menatap bingkai foto diatas meja belajarnya. Kembali tersenyum, pikiran Nada kembali melayang.
Walaupun gue curiga Ghara udah tau sesuatu tentang gue, rasa suka gue sama dia serasa makin besar setelah hari ini.
• • •
Hai! Author cepet up kan? Ada yang penasaran Erza kenapa?
Author minta 6+ vote buat lanjut!
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Girl
Teen Fiction[in a SLOW UPDATE phase, sorry] Nada Athalia. Gadis manis yang sudah dikenal oleh seluruh siswa SMA Merah Putih. Sifatnya yang tidak bisa diam, sering bolos, dan suka menghisap rokok ini membuatnya menjadi langganan masuk ruang BK. Namun keadaan ber...