PART 38

1K 106 13
                                    

"Sepertinya semesta sengaja menciptakan tawa sekarang, supaya nanti yang tersisa tinggal air mata."

⬇️

Sepoi angin membisik lembut di telinga Nada. Gadis itu spontan mendongak dan tersenyum menatap langit berwarna jingga yang menyambutnya. Waktu sore yang damai ini, Nada habiskan dengan duduk sendirian di teras belakang rumahnya seraya melihat-lihat laman sosial media yang sepertinya sudah terlantar sebab tak pernah lagi ia buka. Hal terbaik nya, libur akhir tahun ini telah tiba bersamaan dengan diterimanya raport hasil pembelajaran Nada dalam satu semester ini. Nilai yang cukup memuaskan walaupun dengan sangat-sangat terpaksa Mira yang harus mengambilnya sebab hanya perempuan itu yang menjadi wali Nada saat ini.

"Nada, malam ini kakak pergi keluar ya." Kebetulan sosok Mira muncul dari arah pintu dan adik perempuan yang sedang ia ajak bicara itu hanya berdehem tidak peduli. Pandangannya sama sekali tidak teralihkan dari layar ponsel. Ketenangan yang Nada rasakan tadi sepertinya telah diusik oleh Mira.

"Tapi.. kakak kayaknya bakal pulang agak larut." Lanjut Mira yang hanya membuat Nada meliriknya sesaat kemudian mengangguk kecil.

Mira tampak agak canggung, ia ingin kembali berkata namun ia takut Nada malah akan semakin kesal dan menganggapnya cerewet. Akhirnya ia hanya berdiri diam di tempat semula seraya mengumpulkan niat untuk mengutarakan maksudnya meskipun Nada tidak bertanya.

"Emm, kakak.. mau ngikutin Ayah lagi."

Kali ini Nada tersentak, pandangannya teralihkan sempurna dari ponsel. "Mau ngapain? Emang lo tau Ayah sekarang ada di mana?"

Mira mengangguk pelan, terlihat agak ragu. "Mungkin aja.. Ayah sekarang ada di rumah yang sering dia datengin itu.."

Nada berdecih, meremehkan pemikiran kakaknya. Ia tidak pernah percaya bahwa firasat dapat menuntun seseorang ke arah kebenaran, hasilnya pasti akan selalu nihil. "Terserah lo deh, males gue bahas ini. Ntar kalo emang bener Ayah ada di sana, lo videoin terus kirim ke gue, paham?"

Mira tampak mengerjap kemudian dengan cepat mengangguk. Gadis yang awalnya hendak kembali melihat ponselnya itu menghentikan gerakannya dan mengernyit menatap kakaknya yang bertingkah sangat aneh. "Kenapa? Lo punya Hp kan?"

"Pu-punya kok! Nanti.. kakak videoin." ucap Mira seraya mulai melangkah pergi. Bersamaan dengan menjauhnya ia dari Nada, hembusan napas lega pun keluar dari mulutnya. Untung saja, untung saja ia belum sempat menjual ponselnya.

Nada hanya melirik Mira sebentar sebelum kemudian mengangkat kedua bahunya tidak peduli. Kakaknya itu memang selalu aneh, dan menyebalkan. Malihat wajahnya saja membuat mood Nada hancur seketika. Entahlah, mungkin bayangan Mira yang selalu berhasil mendapatkan perhatian dari Mamanya dahulu yang membuat Nada sangat membenci kakaknya itu.

Gadis itu menghela napas panjang, ponselnya yang ada di genggamannya tak lagi menarik. Masalah Ayahnya yang sempat ia lupakan membuat pikirannya otomatis kembali tertuju pada sesosok gadis bernama Agatha. Jika saja masalah ini tidak ada sangkut pautnya dengan Agatha, Nada pasti lebih memilih langsung mendatangi Fery dan menyadarkan pria itu bahwa tak ada gunanya bermain perempuan. Tetapi sekarang Nada malah lebih tertarik untuk lebih dulu mengetahui siapa perempuan yang dipilih Ayahnya. Apakah benar hal ini ada hubungannya dengan Agatha?

Gadis itu berdecak, tangannya kembali terangkat untuk kembali melihat ponsel. Tidak ada gunanya berfikir jika yang pada akhirnya yang ia temui lagi-lagi adalah jalan buntu. Benang di pikirannya malah semakin kusut jika digabungkan dengan masalah Pak Budi dan Pak Abdi. Cukup sudah, seharusnya sekarang Nada sedang menghibur dirinya sendiri dan merayakan kesuksesan nilainya saat UAS kemarin, bukan malah memikirkan masalah yang membuatnya menjadi semakin pusing.

Fake GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang