PART 49

807 67 11
                                    

"Lucu ya, perasaan semua orang lagi pada asik main petak umpet."

🌃

Berulang kali Ghara membuang napas kasar. Padahal ia hanya ingin mengantarkan absen kelasnya ke kantor dan kembali sebelum pelajaran pertama dimulai, tetapi kenapa sekarang pandangannya malah menangkap sesosok gadis yang tidak asing itu menyelinap kebelakang perpustakaan dan melompati tembok?

Meski batinnya sempat bertanya apakah itu benar-benar Nada? Otaknya seolah mencerna dengan lebih cepat dan langsung mengiyakan. Hal itu lah yang membuat Ghara berdiri kaku di tempatnya sekarang.

Ia sadar ada sesuatu yang terjadi dengan Nada malam itu, terbukti dengan pesan dan teleponnya diabaikan—atau mungkin dihindari—oleh Nada sejak hari itu bahkan sampai panggilannya pagi ini masih dianggap seperti angin lalu. Entahlah, Ghara hanya tidak bisa mencegah dirinya untuk tidak berfikir bahwa hal itu berhubungan dengan kesalahannya.

Memangnya apa yang ia lakukan? Ghara kembali menatap celah gedung perpustakaan itu sebelum berbalik dan mulai kembali melangkah menuju kelasnya. Memikirkan Nada sama saja ia kembali membuka rasa penasarannya akan maksud perkataan Prima beberapa waktu yang lalu. Perihal gadis itu yang katanya juga berniat menjatuhkan—

Langkah Ghara terhenti, pandangannya perlahan menyorot lurus kearah pria yang sekarang menghadangnya di tengah koridor.

—Pak Budi.

Suara obrolan samar dari kelas-kelas disekitar keduanya seolah menghilang begitu saja, Ghara mendengus seraya mengalihkan pandangan sedangkan Pak Budi yang sepertinya juga tidak sengaja lewat disini menarik salah satu sudut bibirnya. "Sedang memikirkan sesuatu?... Ghara?"

Tatapan Ghara berubah semakin menusuk saat pria itu menyebutkan namanya. "Berani-beraninya lo nyapa gue di sekolah."

Saat ini Ghara bukan lagi sosok yang hangat seperti yang orang-orang ketahui, ia sendiri telah menetapkan bahwa tidak boleh ada sedikitpun rasa toleransi didalam tatapannya kepada pria licik itu. Pak Budi perlahan melangkah mendekat sambil terus memamerkan seringainya, sesaat ia tertawa kecil layaknya orang yang tidak waras.

"Saya cuma berusaha menjadi kepala sekolah yang ramah, sekaligus.." Pak Budi meletakkan telapak tangannya di bahu kiri cowok yang masih menatap lurus itu, "Paman yang baik."

Seketika Ghara menepis tangan Pak Budi dari bahunya dan segera melanjutkan langkah guna menjauh. Bisa-bisanya pria itu mengatakan hubungan diantara mereka saat berada disekolah. "Jauhi gue, dan jangan pernah sentuh gue dengan tangan kotor lo itu."

Pak Budi melanjutkan tawa seraya menatap punggung Ghara yang mulai meninggalkannya, "Seenggaknya saya pernah ingin menyelamatkan kamu sebelum tangan ini berubah menjadi kotor."

"Lo nyuruh gue pindah dari sekolah ini maksudnya buat buang gue, bukan untuk nyelamatin gue. Dan point penting nya, diri lo emang udah kotor bahkan sebelum lo megang jabatan hasil kecurangan ini." Balas Ghara tanpa menatap kebelakang dan terus melanjutkan langkah. Berharap saja tidak ada satupun penghuni kelas yang ia lewati menyadari interaksinya dengan Pak Budi.

Pak Budi hanya mengangkat bahu kecil sebelum beranjak dari tempatnya berdiri. "Bahkan anak yang terbuang itu melemparkan kesalahan Ayahnya kepada saya."

Gumaman Pak Budi yang masih sampai ditelinga Ghara itu membuat langkahnya otomatis terhenti. Emosinya yang sedikit meluap tengah berusaha ia tahan. Cowok itu hanya menarik napas dalam untuk menumbuhkan pikiran bahwa Pak Budi hanya terlalu bodoh untuk menyadari kesalahannya sendiri.

Fake GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang